Asvi Warman: Narasi Kudatuli dalam Sejarah Indonesia Harus Diluruskan

Asvi mengatakan, dalam buku Sejarah Nasional Indonesia Pemutakhiran 2008, buku yang dijadikan pedoman para guru sejarah, narasi Kudatuli yang disampaikan masih menyudutkaan PDI.

oleh Yusron Fahmi diperbarui 28 Jul 2020, 10:46 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2020, 19:36 WIB
asvi adam
Sejarawan Asvi Warman Adam dalam diskusi virtual Forum Jas Merah bertema "Huru-Hara di Penghujung ORBA: Refleksi Peristiwa 27 Juli 1996" secara daring, Senin (27/7/2020). (Liputan6.com/Putu Merta Surya Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Bicara tentang rezim Orde Baru memang tidak akan pernah ada habisnya. Selain menjadi satu dari sekian banyak sejarah kelam, Orde Baru juga punya hutang yang sampai sekarang belum bisa dilunasi.

Dalam diskusi daring bertema Huru-hara di Pengujung Orba: Refleksi Peristiwa 27 Juli 1996, Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengatakan narasi sejarah terkait peristiwa Kudatuli harus dibenarkan, terutama untuk generasi muda.

Asvi mengatakan, dalam buku Sejarah Nasional Indonesia Pemutakhiran 2008, buku yang dijadikan pedoman para guru sejarah, narasi Kudatuli yang disampaikan masih menyudutkaan PDI. Narasi yang tertulis dalam buku tersebut menuding para pendukung Megawati Soekarnoputri sebagai pelaku kerusuhan.

Asvi menggarisbawahi narasi "Massa membakar Departemen Pertanian, Bank Kesawan, Showroom Toyota 2000, 23 mobil hancur" yang tertulis dalam Sejarah Nasional Indonesia Pemutakhiran 2008. Dalam narasi itu tidak disebut siapa pelaku pembakaran.

"Sementara kalimat itu berada di antara paragraf yang menyebut aksi pendukung Megawati. Sehingga awam yang membaca beranggapan bahwa yang membakar Departemen Pertanian dan lainnya itu adalah pendukung Megawati," kata Asvi, Senin (27/7/2020).

Asvi menekankan bahwa narasi keliru yang tertulis dalam buku sejarah ini harus diluruskan.

 "Menurut saya ini harus diluruskan dari huku yang menjadi pedoman para guru dalam mengajarkan sejarah," kata Asvi.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya