Menag Lukman Hakim Akui Terima Rp 10 Juta dari Haris Lewat Ajudan

Menteri Agama Lukman Hakim mengakui ada uang Rp 10 juta yang dia terima saat dinas ke wilayah Jawa Timur.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Jun 2019, 16:57 WIB
Diterbitkan 26 Jun 2019, 16:57 WIB
Sidang Kasus Jual Beli Jabatan
Menteri Agama, Lukman Hakim Syaifuddin jelang memberi keterangan sebagai saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/6/2019). Menag Lukman Hakim memberi keterangan sebagai saksi pada sidang lanjutan suap seleksi pengisian jabatan di Kementerian Agama. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengakui ada uang Rp 10 juta yang dia terima saat dinas ke wilayah Jawa Timur, melalui ajudannya. Lukman mengaku baru mengetahui ajudannya menerima uang yang bersumber dari terdakwa Kakanwil Kemenag Jatim Haris Hasanuddin saat di Jakarta.

Hal itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2019). Lukman bersaksi untuk terdakwa Kakanwil Kemenag Jatim Haris Hasanuddin dan Kepala Kantor Kemenag Gresik Muafaq.

Dalam sidang itu terungkap ada setoran yang diminta Haris untuk uang transport kepada Menteri Agama Lukman Hakim selama dinas di Jawa Timur. Itu disampaikan saksi Kepala pada Bidang Penerangan Agama Islam, Zakat, dan Wakaf Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, Zuhri, yang diperintahkan Haris mengumpulkan uang dari kepala kantor Kemenag se-Jatim.

"Terkait yang uang tadi yang diperintahkan Pak Haris dan mengalir ke ajudan saudara, bagaimana ceritanya uang itu sampai?" tanya Jaksa Wawan Yunarwanto kepada Lukman Hakim Saifuddin.

Lukman berkilah, uang tersebut diterima ajudannya karena dianggap sebagai honor tambahan menjadi pembicara dalam kegiatan Kementerian Kesehatan di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jatim pada 9 Maret 2019.

"Setelah Magrib saya tiba di rumah, ajudan saya menyatakan bahwa pak ini ada titipan dari saudara Haris. Saya tanya apa itu, honorarium tambahan," kata Lukman sembari menirukan ucapan ajudannya.

Lukman mengatakan, tidak pada tempatnya menerima honor tersebut. Karena merasa tak berhak, dia memerintahkan ajudannya untuk mengembalikan uang tersebut.

Sayangnya, uang Rp 10 juta itu tidak sempat dikembalikan kepada terdakwa Haris. Sampai dia mengetahui ajudannya belum mengembalikan saat kasus Haris bergulir.

"Ini belakangan baru saya ketahui sampai terjadi peristiwa OTT itu. Dan saya baru tahu tanggal 22 Maret," kata Lukman.

Dia mengaku belum pernah menyentuh dan melihat fisik uang tersebut. Uang itu diklaimnya berada di ajudan. Lukman menegaskan uang yang diterima ajudan sebesar Rp 10 juta. Itu hanya berdasarkan pernyataan lisan.

"Kemudian saya berpikir memutuskan uang itu saya laporkan sebagai gratifikasi kepada KPK," ucap Lukman Hakim Saifuddin.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Setoran Uang Transport

Sidang Kasus Jual Beli Jabatan
Menteri Agama, Lukman Hakim Syaifuddin memasuki ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/6/2019). Menag Lukman Hakim memberi keterangan sebagai saksi pada sidang lanjutan suap seleksi pengisian jabatan di Kementerian Agama. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Kepala pada Bidang Penerangan Agama Islam, Zakat, dan Wakaf Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, Zuhri mengaku diminta terdakwa Kakanwil Kemenag Jatim Haris Hasanuddin mengumpulkan uang dari Kepala Kantor Kemenag se-Jawa Timur.

"Mas saya minta tolong nanti teman-teman kalau ada yang nitip uang dibantu saya," ujar Zuhri menirukan Haris saat sidang jual beli jabatan Kemenag di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2019).

Kepada Jaksa Zuhri mengatakan 'Teman-teman' adalah para kepala kantor kementerian se-Jawa Timur. Mereka menyetor uang dalam berbagai pecahan.

"Ada yang Rp 2 juta, ada yang Rp 500 (ribu) ada yang Rp 1 juta," kata Zuhri.

Uang tersebut terkumpul sampai Rp 40-50 juta. Zuhri awalnya mengaku kurang tahu untuk apa uang tersebut. Termasuk apakah uang dipakai untuk Menteri Agama Lukman Hakim selama kunjungan di Jawa Timur.

Kemudian, jaksa penuntut umum membaca BAP saksi. Dalam BAP, saksi diminta mengumpulkan uang untuk menambah transportasi Menteri Agama Lukman Hakim dan Sekjen Kemenag pada Rakowil tanggal 1 Maret 2019 dan selama kegiatan di Jatim.

"Saya pernah dipanggil oleh Haris yang menyampaikan kepada saya bahwa bila ada teman-teman kepala Kemenag kabupaten memberikan tolong diterima. saya menanyakan itu uang apa, itu untuk penambahan uang operasi dan kedatangan tambahan pak menteri dan pak sekjen. Betul ya?" kata Jaksa Wawan.

"Iya," imbuh Zuhri.

Uang tersebut, kata Zuhir, di luar anggaran dinas Kementerian Agama. Dia pun mengiyakan menteri agama ada anggaran untuk dinas di daerah.

Uang sebesar Rp 40-50 juta itu kemudian diserahkan kepada Kanwil Kemenag Jatim. Uang diterima Humas Kanwil Kemenag Jatim Kiki yang diteruskan kepada Kasubag Humas Markus.

Rekaman Telepon Lukman Hakim

Lukman Hakim Saifuddin
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan permintaan maaf usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (22/5/2019). Menag Lukman dimintai keterangan terkait penyelidikan kasus penyelenggaraan haji. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Jaksa penuntut umum memutar rekaman telepon Menteri Agama Lukman Hakim dengan Staf Khusus Menteri Agama Gugus Joko Waskito. Terungkap percakapan Lukman menanyakan terkait pengisian jabatan Kakanwil Kemenag.

Barang bukti itu diputar dalam sidang jual beli jabatan Kemenag di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (26/6).

Dalam percakapan itu, Lukman meminta Gugus untuk segera meminta kabar kepada Ketua Umum PPP saat itu Romahurmuziy alias Romi. Kabar yang dimaksud terkait Kakanwil Sulawesi Barat dan Jawa Timur.

Jaksa Abdul Basir menyebut Lukman menelepon dengan menggunakan ponsel ajudannya, Mukmin. Berikut percakapan Lukman dengan Gugus yang membawa Romi. Dalam percakapan, Lukman menyebut Romi sebagai ketum. Lukman, Romi, dan Gugus merupakan kader PPP.

Lukman: Assalamualaikum,

Gugus: Walaikumsalam

Lukman: Cepet tanyakan ke Ketum (Romahurmuziy), untuk Sulbar gimana?

Gugus: enggeh-enggeh

Lukman: Kanwil Sulbar, lalu kemudian Jawa Timur bagaimana?

Gugus: enggeh-enggeh

Lukman: Dua itu saja pak.

Gugus: enggeh-enggeh

Lukman: Ya makasih.

Jaksa Abdul menanyakan kepada Lukman apa urgensi telpon tersebut. Sebab, tercatat telpon itu terjadi pada 30 Januari 2019. Saat proses seleksi Kakanwil masih berjalan.

Lukman berdalih itu untuk menanyakan informasi apa yang Romi ketahui. Sebab, dia mengaku menerima informasi terkait proses di Kakanwil Sulbar.

"Saya dengar dari ketum, sodara Romahurmuziy, saya ingin tahu masukan dia seperti apa terkait Sulbar. Karena dengar banyak informasi. Saya merasa dia punya informasi," kata dia.

Lebih lanjut, dia kembali membantah Romi merekomendasikan nama terdakwa Haris Hasanuddin sebagai Kakanwil Kemenag Jatim. Sebab Romi merekomendasikan nama lain Moch Amin Machud. Namun yang terpilih adalah sang terdakwa.

Konteks pertanyaan dalam telpon terkait Kakanwil Jatim adalah, kata Lukman, untuk mendapatkan perkembangan. Dia mengaku sampai saat ini belum mendapatkan respon dari Romi.

"Sampai saat ini belum ada respon balik," ucapnya.

Diketahui Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, Haris Hasanudin didakwa menyuap anggota DPR 2014-2019 sekaligus Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Romi berupa uang Rp 325 juta.

Haris juga disebut dalam surat dakwaan memberi uang dengan total Rp 70 juta kepada Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin agar lolos seleksi pencalonan Kakanwil Kemenag Provinsi Jatim. Sejatinya, Haris tidak lolos persyaratan administrasi.

Lukman, atas perintah Romi sebagai atasan struktural partai, membuat Haris lolos seleksi dan terpilih sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Jatim. Bahkan dalam satu pertemuan, Lukman mengatakan siap pasang badan untuk Haris.

Atas pernyataan tersebut, Haris memberi Rp 50 juta kepada Lukman.

Beberapa hari kemudian Haris kembali merogoh kocek Rp 20 juta untuk diserahkan kepada Lukman melalui Herry Purwanto sebagai bagian komitmen fee yang telah disiapkan.

Atas perbuatannya, Haris didakwa telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya