Liputan6.com, Jakarta - Anggota MPR RI Fraksi PAN, Ali Taher Parasong mengatakan, isu tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) menjadi penting menghadapi wacana amandemen terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menurut dia, agenda amandemen itu bisa dikerjakan oleh pimpinan MPR periode 2019-2024.
Baca Juga
Kembalinya GBHN ke dalam konstitusi dianggap mampu menjadi alat ukur keberhasilan pembangunan yang dijalankan pemerintah. Jadi tidak hanya berdasarkan visi dan misi kampanye untuk membangun.
Advertisement
"Bangun jalan tol misalnya, ternyata tidak signifikan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi angka kemiskinan. Padahal, seluruh potensi pendanaan terlanjur dikerahkan untuk pembangunan infrastruktur termasuk jalan bebas hambatan," kata Ali Taher dalam diskusi bertajuk "Rekomendasi Amandemen (Konstitusi) Terbatas Untuk Haluan Negara" di media center Gedung Nusantara, Jakarta, Senin (29/7/2019).
Lebih jauh Ali menyinggung soal rekonsiliasi partai politik di parlemen usai Pemilu. Ali berpendapat hal itu akan berjalan alami. Meski awalnya terasa sulit tapi seiring berjalannya waktu, partai-partai yang sempat bersitegang itu akan mencair dengan sendirinya.
"Hampir sulit lembaga legislatif bisa berlaku sebagai penyeimbang, jika koalisi pemerintah hasil pemilu 2019 terlalu gemuk. Padahal, fungsi DPR itu jelas sebagai lembaga pengawas," kata Ali.
Mestinya, kata Ali Taher, jumlah partai oposisi setidaknya jangan sampai terpaut terlalu jauh. Ini penting, agar keseimbangan bisa benar-benar diwujudkan. Karena kalau tidak, koalisi pemerintah yang terlampau gemuk bisa memicu munculnya tirani kekuasaan.
Â
Koalisi Gemuk Tak Masalah
Sedangkan Pakar Politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing sepakat dengan kembalinya GBHN ke dalam konstitusi. Hanya saja, ada baiknya GBHN itu hanya mencantumkan garis-garis besar pembangunan, tidak termasuk masalah teknis. Agar tidak membatasi kreativitas dan managerial Presiden.
Menyangkut persoalan parpol koalisi yang terlalu gemuk, bukanlah hambatan bagi partai oposisi untuk melakukan check and balance. Asal tema dan isu yang dilemparkan benar-benar membela kepentingan rakyat, persoalan jumlah tidak akan menjadi masalah.
"Saat ini ada media sosial. Bukankah media sosial saat ini sudah melakukan fungsi kontrol melebihi anggota DPR sendiri. Jumlah sebenarnya bukanlah persoalan untuk menghidupkan keseimbangan di parlemen," kata dia.
Â
Advertisement