Liputan6.com, Jakarta - Mantan Presiden Direktur (Presdir) PT Lippo Cikarang, Bartholomeus Toto (BTO) tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai tersangka dugaan suap proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Sedianya, pemeriksaan Bartholomeus sebagai tersangka suap proyek Meikarta dilakukan hari ini, Jumat (2/8/2019). Namun dia tidak hadir lantaran surat panggilan dari KPK belum diterima.
"Penyidik diinformasikan bahwa surat belum diterima," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangannya, Jumat.
Advertisement
Penyidik KPK pun membuat surat panggilan ulang. Bartholomeus diminta hadir dalam pemeriksaan sebagai tersangka pekan depan.
"Dipanggil kembali Kamis, minggu depan," ucap Febri.
Dalam kasus ini Bartholomeus bersama mantan petinggi Lippo Group, Billy Sindoro, Henry Jasmen, Taryudi, Fitra Djaja Purnama, dan sejumlah pegawai PT Lippo Cikarang, diketahui mendekati Bupati Bekasi saat itu, Neneng Hasanah Yasin.
Hal tersebut dimaksudkan untuk mengurus Izin Pemanfaatan Penggunaan Tanah (IPPT) terkait proyek Meikarta.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Suap Rp 10,5 Miliar
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, PT Lippo Cikarang mengajukan IPPT seluas 143 hektar untuk proyek Meikarta. Neneng kemudian menyanggupi permintaan tersebut dengan mempersilakan berkomunikasi bersama orang dekatnya.
Dari situ, Neneng meminta sejumlah uang dan Bartholomeus menyanggupi permintaan tersebut untuk pengurusan IPPT.
"BTO diduga menyetujui setidaknya lima kali pemberian tersebut kepada Bupati Neneng. Baik dalam bentuk USD dan rupiah dengan total Rp 10,5 miliar," tutur Saut di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin 29 Juli 2019.
Neneng diketahui menandatangi IPPT seluas 846.356 m2 untuk pembangunan komersial area berupa apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, sekolah, hotel, dan perkantoran kepada PT Lippo Cikarang.
Sementara itu, KPK juga menetapkan Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat Iwa Karniwa sebagai tersangka kasus yang sama. Dia diduga menerima uang suap Rp 900 juta dari mantan Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi Nurlaili.
Uang itu diduga dari PT Lippo Cikarang sebagau pemulus pembahasan substansi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi tahun 2017.
"Pihak Lippo Cikarang menyerahkan uang kepada Neneng Rahmi dan kemudian pada sekitar Desember 2017 dalam dua tahap, Neneng melalui perantara menyerahkan uang pada tersangka IWK dengan total Rp 900 juta terkait dengan pengurusan RDTR di Provinsi Jawa Barat," beber Saut.
Advertisement