Liputan6.com, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Sisriadi meminta masyarakat lebih bijaksana menyikapi isu taruna akademi militer (Akmil) keturunan Prancis bernama Enzo Zensi Ellie, terpapar radikalisme. Apalagi menilai pemuda tersebut hanya lewat Facebook.
"Kita juga belum yakin kalau hanya lihat Facebook-nya, bergaulnya dengan siapa, Koramil itu kan mengawasi dia sehari-hari. Selama dia seleksi, apalagi dia sudah seleksi, aparat teritorial akan melihat. Sistem itu sudah dari dulu dibakukan," tutur Sisriadi saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (7/8/2019).
Menurut Sisriadi, seleksi TNI sangatlah selektif, bahkan kini mencakup penelusuran akun media sosial milik para calon taruna Akmil. Terlebih, dalam uji psikotes pun dapat diukur sejauh mana tingkatan ekstrem ideologi seseorang.Â
Advertisement
"Kita buktikan dulu dia terpapar atau tidak. Nanti kita dalami. Andaikata iya, ya kita berikan perhatian khusus. Kita kan punya sistem deradikalisasi. Jadi banyak jalan," jelas dia.
Sisriadi mencontohkan bagaimana TNI melakukan seleksi ketat ideologi sejak dulu. Pada saat penerimaan Prabowo Subianto menjadi taruna Akmil misalnya, kala itu Indonesia sangat anti terhadap Amerika.
"Pak Prabowo waktu masuk TNI, kan dia tidak bisa bahasa Indonesia, bisa patah-patah. Wong sekolahnya dari kecil sampai SMA di Amerika kan. Zaman itu kita anti Amerika juga kan. Tapi enggak ada masalah.
Tidak Kebobolan
Sisriadi memastikan, pihaknya tidak kebobolan terkait seleksi masuk TNI. Dia memastikan TNI punya sistem penyaringan yang ketat bagi tiap calon taruna yang akan bergabung.Â
"Untuk menyaring, namanya sistem seleksi dan klasifikasi. Jadi alat saringnya itu ketat sekali. Kemudian potensi ekstremnya kita bisa baca di hasil psikotes, di hasil kepribadiannya. Kebaca di situ, ini anak begini begitu, kalau nggak lolos dia kecoret di situ," Sisriadi menandaskan.
Advertisement