KPK Minta Maaf Penanganan Kasus Suap Garuda Indonesia Lamban

Syarif mengatakan, saat rapat dengan Komisi III beberapa waktu lalu, pihaknya sempat menyatakan akan menyelesaikan kasus tersebut pada bulan Juli.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 07 Agu 2019, 22:50 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2019, 22:50 WIB
Konpers OTT Romahurmuziy
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif memberikan keterangan terkait OTT Ketum PPP Romahurmuziy, di gedung KPK, Sabtu (16/3). KPK mengamankan uang total Rp 156 juta dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Surabaya pada Jumat (15/3). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif meminta maaf atas keterlambatan penanganan kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC pada PT Garuda Indonesia.

Syarif mengatakan, saat rapat dengan Komisi III beberapa waktu lalu, pihaknya sempat menyatakan akan menyelesaikan kasus tersebut pada bulan Juli. Namun rupanya terlambat.

"Ini terlambat 7 hari. Tapi bukan kesengajaan, tapi karena ada perkembangan baru. Kasus ini memang tidak mudah karena melibatkan banyak negara," ujar Syarif di Gedung KPK Jakarta, Rabu (7/8/2019).

KPK baru saja mengumumkan mantan Direktur Utama PT. Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Beneficial Owner Connaught International Pte Ltd Soetikno Soedarjo sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Penetapan tersangka TPPU ini merupakan pengembangan perkara dugaan suap pengadaan mesin dan pesawat di PT Garuda Indonesia. Emirsyah dan Soetikno merupakan tersangka dalam kasus ini.

Selain menetapkan Emirsyah dan Soetikno tersangka TPPU, KPK juga menjerat mantan Direktur Teknik dan Pengadaan PT Garuda Indonesia Hadinoto Seodigno (HDS) sebagai tersangka baru kasus suap pengadaan mesin dan pesawat di PT Garuda Indonesia.

Syarif menuturkan kekecewaannya melihat praktik korupsi di perusahaan negara dengan nominal yang cukup fantastis. Apalagi, masih ada pihak-pihak 'nakal' yang menjabat posisi penting di satu-satunya perusahan maskapai milik negara.

"Kami harap tidak ada lagi penyelenggara negara di perusahaan negara yang malah merugikan negara dengan melakukan praktik-praktik korupsi," Syarif menegaskan.

Syarif menyatakan tak akan berhenti menelusuri aset-aset milik negara yang ditimbun oleh para koruptor.

"Untuk memaksimalkan pengembalian ke negara, KPK saat ini melakukan pelacakan asset seluruh uang suap beserta turunannya yang diduga telah diterima dan digunakan oleh tersangka ESA dan HDS, baik yang berada di Indonesia maupun di luar negeri," terang Syarif.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Sita Rumah

Sejauh ini, KPK sudah menyita rumah milik Emirsyah Satar di Pondok Indah senilai Rp 5,79 miliar. Selain rumah, KPK juga menyita apartemen Emirsyah di Singapura.

"Sejauh ini KPK berhasil melakukan penyitaan atas satu unit rumah yang beralamat di Pondok Indah, Jakarta. Selain itu, otoritas penegak hukum di Singapura juga telah mengamankan satu unit apartemen milik ESA," kata Syarif.

Selain menyita rumah dan apartemen, KPK juga memblokir sejumlah rekening dalam kasus ini. Pemblokiran diduga lantaran rekening tersebut menjadi alat transaksi suap.

"Dan melakukan pemblokiran atas beberapa rekening bank di Singapura," kata Syarif.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya