Rapat Paripurna Revisi UU KPK Disebut Tidak Kuorum, Ini Kata Fahri Hamzah

Pengesahan Revisi UU KPK dilaksanakan dalam rapat paripurna DPR RI hari ini, Selasa (17/9/2019).

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 17 Sep 2019, 16:19 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2019, 16:19 WIB
DPR Sahkan Revisi UU KPK
Menkumham Yasonna Laoly berjabat tangan dengan Wakil Ketua DPR selaku Pimpinan Sidang Fahri Hamzah usai menyampaikan pandangan akhir pemerintah terhadap revisi UU KPK dalam sidang paripurna ke-9 Masa Persidangan I 2019-2020 di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (17/9/2019). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - DPR mengesahkan Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pengesahan Revisi UU KPK dilaksanakan dalam rapat paripurna DPR RI hari ini, Selasa (17/9/2019).

Rapat oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan didampingi Ketua DPR Bambang Soesatyo serta Wakil Ketua DPR Utut Adianto. Berdasarkan keterangan pimpinan, rapat paripurna dihadiri 289 anggota dewan dari total 560 anggota sehingga sudah kuorum untuk dibuka.

"Rapat sudah dihadiri 289 anggota dewan dan dihadiri oleh semua fraksi. Perkenankan kami dari meja pimpinan untuk membuka rapat paripurna ke-9 dan dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum," kata Fahri membuka rapat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (17/9/2019).

Jumlah kehadiran 289 itu, juga termasuk adalah jumlah anggota DPR yang izin. Sementara anggota dewan yang hadir di dalam ruang rapat ada 107.

Pemimpin sidang Fahri Hamzah menyatakan, dalam paripurna untuk voting kehadiran fisik tidak diharuskan.

"Paripurna untuk voting itu, tidak harus hadir, tapi lewat chat, bahkan kalau sudah pembicaraan tingkat I itu sudah aklamasi antara pemerintah dan DPR, itu seharusnya tidak perlu lagi," kata Fahri di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (17/9/2019).

Fahri menyebut, media banyak salah kaprah terkait kehadiran anggota ataupun banyaknya peserta sidang atau rapat paripurna.

"Karena setiap anggota punya kerahasiaan untuk voting itu juga, nah wartawan sebelum keliru melihat paripurna ini objek foto, yang sebenarnya jadi nggak anu (salah paham) sama rakyat. Padahal ruangan paripurna cuma setuju atau tidak setuju, mau 500 yang ambil keputusan atau 5 orang sama saja opsinya tinggal dua di sini," ia menjelaskan.

Dia mengatakan, mempersoalkan kehadiran di ruang sidang, hanya akan memancing emosi masyarakat luas.

"Hanya memancing emosi masyarakat saja kalau mempersoalkan ruang paripurna, memang ruang paripurna kita begini karena sistemnya kehadiran, kursinya disediakan untuk orang yang duduk mau menyatakan setuju atau tak setuju. Gitu Pak Laoly (Menkumham Yasonna Laoly) nanti jadi bagian dari catatan kalau Pak Laoly jadi menteri lagi," Fahri menandaskan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Pengesahan

DPR Sahkan Revisi UU KPK
Menkumham Yasonna Laoly serta Menpan RB, Syafruddin menghadiri sidang paripurna ke-9 Masa Persidangan I 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (17/9/2019). Rapat Paripurna DPR menyetujui Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. (Liputan6.com/Johan Tallo)

DPR telah mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU KPK menjadi undang-undang dalam sidang paripurna yang digelar, Selasa (17/9/2019).

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah selaku pimpinan sidang mengetuk palu pengesahan setelah anggota dewan menyatakan setuju. Tiga kali Fahri menegaskan persetujuan terhadap revisi UU KPK menjadi undang-undang.

"Apakah pembicaraan tingkat dua pengambilan keputusan terhadap rancangan UU tentang perubahan kedua atas UU 30/2002 tentang KPK, dapat disetujui dan disahkan menjadi UU?" ujar Fahri dalam sidang paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa.

"Setuju," jawab anggota dewan serentak.

Laporan terhadap hasil keputusan tingkat pertama dibacakan oleh Ketua Badan Legislasi Supratman Andi Agtas. Supratman menyebutkan enam poin revisi yang telah dibahas dan disetujui bersama.

Pertama, kedudukan KPK sebagai lembaga hukum berada dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam kewenangan dan tugas bersifat independen dan bebas dari kekuasaan.

Kedua, pembentukan dewan pengawas untuk mengawasi kewenangan dan tugas KPK agar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dewan pengawas telah disepakati mayoritas fraksi dan pemerintah ditunjuk oleh presiden.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya