HEADLINE: Insiden Salaman di Senayan, Pesan Politik Megawati ke Surya Paloh?

Sinyal merenggangnya hubungan antara dua petinggi parpol, Megawati Soekarnoputri dengan Surya Paloh terlihat di pelantikan anggota DPR 2019-2024.

oleh Ika Defianti diperbarui 04 Okt 2019, 00:00 WIB
Diterbitkan 04 Okt 2019, 00:00 WIB
Jokowi Tetapkan Cawapres Pilpres 2019
Presiden RI, Joko Widodo bersama Ketum PDIP Megawati Soekarno Putri dan Ketum Partai Nasdem Surya Paloh bersiap mendeklarasikan Calon Cawapres di Pilpres 2019, Jakarta, Kamis (9/8). Jokowi resmi menggandeng Ma'ruf Amin. (Merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Gestur Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri melewati Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh saat menghadiri pelantikan anggota DPR pada Selasa 1 Oktober 2019 menjadi sorotan publik. Keduanya tidak bersalaman dan saling sapa.

Momen itu terekam dalam siaran langsung Kompas TV. Bahkan penggalan videonya viral di media sosial. Dalam video itu, terlihat Megawati menyalami sejumlah orang yang ada di depannya. Namun saat berada di depan Surya, Mega melengos dan melewatinya.

Berbagai spekulasi tentang merenggangya hubungan antara Mega dan Surya pun bermunculan, meski dibantah oleh kedua pihak.

Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio mengatakan, sinyal renggangnya hubungan Mega-Surya sejatinya bukan kali ini saja terlihat. Menurutnya, keretakan relasi dua petinggi parpol itu terlihat sejak banyak kader PDIP 'dibajak' Nasdem.

"Dan puncaknya ibu Risma (Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini) yang ditawari maju Pilgub Jakarta," kata Hendri kepada Liputan6.com, Jakarta, Kamis (3/10/2019).

Pernyataan Surya yang menyebut Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebagai kader Nasdem juga diduga menjadi salah satu pemicunya. Hal itu disampaikan Surya di hadapan kadernya saat Jokowi menghadiri pembukaan Sekolah Legislatif Partai Nasdem.

"Jadi ceritanya panjang dan enggak ujuk-ujuk. Kemudian diperparah lagi dengan pertemuan anggota koalisi lainnya (tanpa PDIP), ada pertemuan Gondangdia," kata Hendri.

Dia melihat, kerenggangan hubungan Mega-Surya sebagai sinyal PDIP dan Nasdem tidak akan berkoalisi lagi pada Pilpres 2024 mendatang. Kedua parpol itu diperkirakan akan mengusung capres yang berbeda.

"Tapi kalau Pilkada 2020 berbeda. Jadi gesekan-gesekan seperti ini biasanya hanya terjadi di nasional, kalau di daerah beda lagi. PDIP dan PKS juga sering kerja sama untuk berkoalisi (di daerah)," ucapnya.

Meski begitu, Hendri menolak kerenggangan hubungan Mega-Surya disebut dengan sitilah perang dingin. Sikap Surya terhadap Megawati maupun PDIP, menurutnya, tak lepas dari capaian-capaian politik Nasdem dalam beberapa tahun terakhir.

"Ini jaga jarak, bukan perang dingin. Surya Paloh pede sebagai kingmaker setelah berhasil usung Ridwan Kamil jadi Gubernur Jawa Barat, walaupun hanya menang 30 persenan saja," ujarnya.

Infografis Panas Dingin Hubungan Megawati-Surya Paloh. (Liputan6.com/Triyasni)

Sementara itu, pengamat komunikasi politik dari Universitas Jenderal Soedirman Indaru Setyo Nurprojo mengatakan, Megawati merupakan sosok yang ekspresionis. Jika merasa kecewa, Mega akan meluapkannya baik secara lisan maupun sikap.

"Mungkin ada hal-hal yang berkaitan dengan temen-temen kabinet atau persiapan 2024 dan sebagainya. Saya pikir hal-hal taktis seperti itu, Megawati yang ekspresionis terhadap Surya yang kemudian dilewati begitu, itu kan merupakan sebuah pesan. Saya melihatnya begitu," kata Indaru kepada Liputan6.com, Jakarta, Kamis (3/10/2019).

Meski begitu, Indaru menganggap hubungan politik Mega-Surya tidak merenggang atau retak. Dia melihat, sikap tersebut diberikan Mega hanya sebagai sebuah pesan untuk Surya dalam berpolitik.

"Ini ingin menyampaikan kepada publik sikap saya dengan dia, yang kedua adalah pesan ke Surya Paloh, bahwa 'lu enggak usah terlalu gimana' gitu loh. Ada pesan ke Surya Paloh supaya menjaga etika politik, menjaga komunikasi, menjaga komitmen dan sebagainya," ucapnya.

Berbeda dengan Hendri, Indaru menilai sikap Mega terhadap Surya tidak ada kaitannya dengan manuver politik Nasdem terhadap kader-kader PDIP. Dia melihat bahwa gestur Mega itu terkait situasi politik terkini, terutama soal komposisi kabinet Jokowi-Ma'ruf.

"Saya lebih melihat strategi politik ke depan atau menjelang penetapan kabinet. Kita tahu bahwa kejaksaan itu kan diperebutkan PDIP dengan Surya Paloh yang cukup ngotot untuk wilayah itu," jelas Indaru.

Bahkan pesan tersebut belum terlalu jauh bersinggungan dengan Pilpres 2024. Meski, menurut Indaru, Nasdem berpeluang tak lagi berkoalisi dengan PDIP setelah memiliki Ridwan Kamil yang sukses di Pilgub Jabar dan akan dipersiapkan pada kontestasi politik level nasional.

"Ini juga ancang-ancang, tapi menurut saya tidak sejauh itu. Analisa publiknya adalah hubungan Megawati dengan Ketum Partai Nasdem, yang kedua pesan kepada Surya Paloh agar berhati-hati dalam mengambil kebijakan politik atau maksa begini begitu demi Partai Nasdem," katanya.

Apalagi saat Kongres V PDIP di Bali, Megawati dalam pidatonya terang-terangan minta jatah kursi menteri lebih banyak kepada Jokowi.

"Jadi saya melihat bahwa ini sikap politik ketua umum dengan ketua umum, pesan kepada Surya Paloh agar tidak kebablasan lah dalam meminta kabinet, karena dia bagian dari koalisi pendukung Jokowi juga," Indaru menandaskan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Respons PDIP-Nasdem

Strategi Pemenangan Jokowi-JK Mulai Dimatangkan
Ketua Umum PDIP Perjuangan Megawati Soekarnoputri (kedua dari kiri) tampak berdiskusi dengan Surya Paloh. Rabu (21/5/14) (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Baik pihak Nasdem maupun PDIP sama-sama membantah hubungan Mega-Surya merenggang. Hal itu menyusul viralnya video yang memperlihatkan Megawati melewati Surya Paloh saat menyalami sejumlah orang usai pelantikan anggota DPR periode 2019-2024.

Publik bahkan tidak hanya fokus pada Surya yang dilewati Mega, tapi juga politikus Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Sekilas, AHY seperti hendak mengajak salaman Mega, namun diabaikan.

Tetapi jika dilihat lebih teliti, Mega sebenarnya merespons salam dari AHY dengan menganggukkan kepala saat putra sulung SBY itu menjura atau membungkuk dengan menangkupkan kedua tangan di depan dada.

Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno menilai, hal yang wajar Megawati melewati beberapa orang saat bersalaman. Sebab, saat itu suasana dalam ruang rapat sangat ramai.

"Ketika dalam komunitas yang banyak orangnya ada yang salaman ada yang tidak, itu biasa. Ini kan diframe seakan-akan ada rivalitas antara PDIP dan gitu, kan," kata Hendrawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 2 Oktober 2019.

Hendrawan menjelaskan, Megawati juga sering melakukan hal semacam itu saat suasana ramai di acara DPP PDIP. Sehingga, dia meminta hal itu tidak dipermasalahkan.

"Biasa yang gitu-gituan. Apalagi kalau di dapil banyak sekali orang salaman calon anggota enggak bisa semua," ungkapnya.

Di tempat yang sama, Ketua DPP Nasdem Martin Manurung menilai Megawati tidak sengaja melewati Surya Paloh. Kata dia, Nasdem selalu berprasangka baik terhadap siapa pun.

"Enggak usah terlalu dibesar-besarkan lah, yang penting, dan Pak Surya juga kan sudah menunjukkan gestur berdiri kan, Ibu Megawati pas lihat ke kiri. Nasdem selalu berprasangka baik," kata Martin.

Ditemui terpisah, Surya Paloh buka suara soal insiden 'dicueki' Megawati Soekarnoputri. Surya tidak banyak bicara saat diminta komentar terkait insiden tersebut.

"Tanggapan saya, saya ketawa aja," kata Surya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu 2 Oktober 2019.

Namun, Surya menegaskan hubungannya dengan Megawati tidak ada masalah. Hubungannya sudah terjalin selama 40 tahun. Dia mengaku tidak memiliki masalah personal dengan Megawati.

"Hubungan saya dengan Bu Mega, kalau dari saya pasti baik-baik sajalah, baguslah. Mbak Mega kan udah 40 tahun saya berteman. Dari saya tidak ada masalah personal," katanya menegaskan.

Di luar hubungan pribadi dengan Megawati, Surya juga menegaskan relasi koalisi pendukung Jokowi tetap solid, termasuk antara Nasdem dengan PDIP.

"Yang saya pahami solid, kalau enggak solid ngapain lagi kita, apa yang kita miliki. Modal utama adalah soliditas, begitu tidak soliditas itu terjaga, rusak semuanya," ucap Surya.

Sementara itu, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menegaskan, hubungan Megawati dan Surya Paloh baik. Bahkan keduanya sempat berdiskusi intens saat ketum parpol koalisi pendukung Jokowi berkumpul di Istana Bogor dua hari sebelum pelantikan DPR.

"Bu Mega dan Bang Surya diskusi intens beberapa hari yang lalu saat di Istana Bogor. Jadi hubungannya baik-baik saja. Hanya kenyataan saat ini, apalagi dengan perkembangan media sosial dan media online ada kecenderungan menguatnya politik drama di Indonesia," kata Hasto, Kamis (3/10/2019).

Dia menyebutkan, perkembangan media sosial dan tafsir media online sering penuh dengan bumbu-bumbu politik.

“Hal seperti itulah yang membuat para sekjen Koalisi Indonesia Kerja (KIK) sering tertawa bersama mencermati berbagai pemberitaan tersebut,” ucap Hasto.

 

Sinyal-Sinyal Kerenggangan Hubungan Mega-Surya

Jokowi Ajak Istri Ambil Nomor Urut ke KPU
Surya Paloh dan Megawati yang ikut hadir menemani Jokowi tampak berbincang serius (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sinyal merenggangnya hubungan Megawati dengan Surya Paloh sudah lama terlihat. Menurut pengamat politik Hendri Satrio, sinyal itu mulai terlihat saat Partai Nasdem bermanuver membajak sejumlah kader PDIP di daerah-daerah, baik untuk pileg maupun pilkada.

Bahkan Partai Nasdem mencoba merayu kader terbaik PDIP Tri Rismaharini hijrah ke Jakarta untuk meramaikan Pilkada DKI 2022.

Yang tak kalah menarik, Surya Paloh menyatakan bahwa Jokowi adalah kader Nasdem. Hal itu disampaikan Surya di hadapan kadernya saat Jokowi menghadiri pembukaan Sekolah Legislatif Partai Nasdem.

"Jadi kalau mau bilang ada perlombaan, Jokowi itu kader partai siapa? Saya katakan pasti nomor satu NasDem," ucap Surya Paloh di Gedung Akademi Bela Negara Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa 16 Juli 2019.

Pernyataan Surya Paloh itu disambut tepuk tangan yang meriah dari para kader Nasdem. Jokowi pun tertawa mendengar pernyataan Surya.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sempat menyinggung soal keberhasilan partainya di pilkada tanpa membajak kader. Hal itu diungkap Hasto, dalam diskusi 'Kesiapan PDI Perjuangan menuju Pilkada 2020 dan Testimoni Para Kepala Daerah' pada Senin 5 Agustus 2019.

Hasto menceritakan ketika PDIP berada di luar pemerintahan sejak 2004, pihaknya melakukan upaya di tahun 2005 yakni memfungsikan program dan kebijakan pemerintahan daerahnya. Saat itu, beberapa kepala daerah berprestasi dikumpulkan.

"Termasuk Pak Jokowi. Hasilnya Hasta Prasetya yang pada 2010 menjadi Dasa Prasetya partai," ujar Hasto.

Dari situ, PDIP lalu melaksanakan sekolah untuk para calon kepala daerah. Para kepala daerah yang dinilai berhasil dalam kerjanya, diundang untuk mengajar di sekolah itu.

"Inilah upaya kami menampilkan wajah politik yang membangun peradaban lewat mencetak kader partai yang baik," ujar Hasto.

"Dan kepala daerah kami itu dididik, bukan kepala daerah yang dibajak dari parpol lain. Ini akhirnya menghasilkan kerja yang baik juga. Kami memperoleh hasil baik di pilkada yang senapas dengan pemilu legislatif dan pilpres," sambungnya. Sinyal lainnya adalah soal pertemuan Gondangdia. Surya Paloh mengumpulkan ketua parpol koalisi minus PDIP di Kantor DPP Partai Nasdem, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat.

Surya Paloh kemudian mengundang Gubernur Anies Baswedan ke Kantor DPP Nasdem. Hal itu dilakukan di saat Megawati tengah menjamu Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto di kediamannya di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat.

Pertemuan itulah yang kemudian diamini banyak kalangan sebagai bukti merenggangnya hubungan antara kedua ketum parpol pendukung Jokowi itu. Meski sepekulasi-spekulasi itu selalu dibantah.

"Kami ingin meluruskan, saya bersama Johnny G Plate, di mana ada pihak yang mencoba melakukan framing seolah koalisi tidak kompak," ujar Hasto di depan Resto Seribu Rasa, Jakarta Pusat, Jumat 26 Juli 2019.

Hasto mengatakan, Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma'ruf Amin yang menentukan arah koalisi. Saat ada dialog pimpinan partai politik, kata dia hal itu untuk membangun kesepahaman.

"Ketika upaya dialog dengan pimpinan parpol dilakukan, itu sebagai upaya untuk membangun kesepahaman untuk bangsa dan negara. Terkait koalisi di pemerintahan Pak Jokowi yang memutuskan bersama ketua umum. Jadi kami kompak semua," ucapnya.

Senada, Johnny mengatakan Jokowi yang menjadi dirijen orkrestra politik Koalisi Indonesia Kerja (KIK). Lagu yang dimainkan Jokowi adalah mempererat persatuan bangsa.

"Semua usaha untuk memecah belah tokoh politik, parpol atau komponen bangsa itu tidak patriotik," ucapnya.

Sinyal terbaru terkait sikap Nasdem yang ngotot menginginkan posisi Jaksa Agung. Nasdem juga tak mau kalah dengan PKB yang mengharapkan jatah 10 kursi menteri. Alasannya, Nasdem memiliki suara lebih banyak dari PKB.

Terkait hal ini, PDIP mengingatkan agar dalam menyusun kabinet harus sesuai dengan data si calon menteri. Sehingga Presiden mempunyai opsi untuk memilih sosok yang terbaik.

"Sehingga, seharusnya tidak ada tekan menekan di dalam penyusunan (kabinet) itu," kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis 1 Agustus 2019.

Dia menuturkan, semua partai koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf mempunyai peran memobilisasi pemilih dalam Pilpres 2019.

"Tapi bukan peran itu kemudian meniadakan hak prerogatif Presiden," ungkap Hasto.

Dia pun mencontohkan bagaimana Megawati Soekarnoputri kala menjadi Presiden, menyusun kabinet dengan sunyi dan tenang.

"Tapi bisa dihasilkan sosok-sosok berkaliber nasional dan internasional. Sehingga kabinet Ibu Mega disebut the dream team cabinet, yang mampu menyelesaikan krisis dimensi saat itu," pungkas Hasto.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya