PPP: Perppu KPK Opsi Paling Akhir

Arsul menyebut, Presiden Jokowi akan kembali berkomunikasi dengan parpol pendukung terkait keputusan soal Perppu KPK.

oleh Ika Defianti diperbarui 07 Okt 2019, 23:04 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2019, 23:04 WIB
Sekjen PPP, Arsul Sani
Sekjen PPP, Arsul Sani. (Merdeka.com/Hari Ariyanti)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Fraksi PPP, Arsul Sani angkat bicara mengenai hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) terkait mayoritas masyarakat mendukung Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) KPK. Dia menyebut, Perppu merupakan opsi terakhir dari kemungkinan pilihan yang ada.

"Partai-partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Kerja dan yang ada di parlemen menyampaikan bahwa Perppu itu, kalau dalam bahasa yang simpel harus jadi opsi yang paling akhir, setelah semuanya dieksplor dengan baik tentunya," kata Arsul di Jakarta, Senin (7/10/2019).

Menurut dia, dukungan masyarakat akan survei LSI itu dikarenakan isu soal Perppu KPK sudah menjadi topik utama di berbagi media. Arsul menilai, hasil survei hanya sebagai bentuk rujukan saja dan bukan penentu keputusan.

Selain itu dia juga menyebut, perlu atau tidaknya Perppu harus melalui sebuah kajian yang bersifat akademik dan sejumlah perdebatan publik.

"Survei itu jadi bahan pertimbangan saya kira bukan jadi bahan penentu. Itulah saya kira yang harus kita pakai untuk menentukan nanti apakah jalannya legislatif review (revisi UU) atau perppu atau judicial review," ucapnya.

Kendati begitu, Arsul menyebut, Presiden Jokowi akan kembali berkomunikasi dengan parpol pendukung terkait keputusan soal Perppu KPK.

"Kita tidak bisa berkalau-kalau, karena pada saat kami bertemu dengan presiden pada hari Senin malam lalu di Isbog (Istana Bogor) presiden belum buat keputusan," jelasnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Hasil Survei LSI

Sebelumnya, Lembaga Survei Indonesia (LSI) menggelar survei opini publik terhadap gerakan mahasiswa dan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tujuan dari survei ini salah satunya untuk mengetahui apakah masyarakat menerima atau menolak UU KPK.

Hasilnya, sebanyak 70,9 persen responden setuju bahwa UU KPK hasil revisi dapat melemahkan kinerja lembaga antirasuah dalam memberantas korupsi.

"Sebanyak 70,9 persen publik yang tahu revisi UU KPK, yakin bahwa UU KPK yang baru melemahkan KPK, dan yang yakin sebaliknya hanya 18 persen," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan di Erian Hotel Jakarta Pusat, Minggu 6 Oktober 2019.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya