Survei LSI: Ada Gejala Peningkatan Intoleransi Politik di Pemerintahan Jokowi

Survei tentang intoleransi politik ini melibatkan 1550 responden dengan pengambilan data lewat wawancara tatap muka.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 03 Nov 2019, 16:43 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2019, 16:43 WIB
Survei LSI
Lembaga Survei Indonesia (LSI) Menggelar, Riset atau Survei Terkait Tingkat Intoleransi Indonesia pada Pemerintahan Presiden Jokowi, Jakarta, Minggu (3/11/2019). (Foto: Nanda Perdana Putra/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Survei Indonesia (LSI) menggelar, riset atau survei terkait tingkat intoleransi Indonesia pada pemerintahan Presiden Jokowi. Hasilnya, secara umum terjadi gejala meningkatnya intoleransi di masyarakat.

Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan menyampaikan, dibandingkan 2018, angka intoleransi di 2019 terbilang tidak ada perubahan alias stagnan.

"Dan jika dibandingkan 2017 dan 2016, tampak situasi sekarang yang lebih buruk, khususnya dalam kehidupan berpolitik," tutur Djayadi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (3/11/2019).

Djayadi menyebut, survei ini membagi intoleransi dari segi politik dan non politik. Untuk segi politik, mayoritas muslim di Indonesia menolak non muslim menjadi kepala pemerintahan.

"Pada September 2019, 59 persen orang muslim keberatan jika non muslim menjadi presiden. 31 persen tidak keberatan," jelas dia.

Termasuk juga 56 persen mayoritas muslim keberatan non muslim menjadi wakil presiden, 52 persen keberatan non muslim menjadi gubernur, dan 51,6 persen keberatan non muslim menjadi wali kota/bupati.

"Untuk non muslim, mereka 71 persen tidak keberatan muslim menjadi presiden, 68 persen tidak keberatan menjadi wakil presiden, 64 persen tidak keberatan muslim menjadi gubernur, dan seterusnya," kata Djayadi.

Sementara dari segi non politik, mayoritas muslim sebanyak 53 persen keberatan dengan pembangunan rumah ibadah non muslim, dengan 36,8 persen tidak keberatan.

Namun, lanjut Djayadi, untuk penyelenggaraan kegiatan keagamaan, mayoritas mulsim sebanyak 54 persen menyatakan tidak keberatan, dengan sikap keberatan sebesar 36,4 persen.

"Mayoritas non muslim tidak keberatan dengan pembangunan rumah ibadah muslim dengan 60,7 persen dan tidak keberatan muslim mengadakan acara keagamaan 66,2 persen," bebernya.

Lebih jauh, tren intoleransi politik ini terus meningkat sejak 2016 dan tidak ada perubahan pada 2018-2019.

Adapun tren intoleransi religius kultural non politik cenderung menurun alias membaik sejak 2010. Hanya saja, penurunan berhenti di 2017 dan intoleransi kembali meningkat hingga September 2019 ini.

"Jadi secara umum belum ada perbaikan dalam indikator beragama dan berpolitik," Djayadi menandaskan.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Melibatkan 1550 Responden

Survei
Ilustrasi survei

Penelitian ini dilakukam pada 8 September sampai dengan 17 Seprember 2019. LSI mengambil populasi seluruh warga Indonesia yang telah memiliki hak pilih atau usia 17 tahun lebih dengan metode multistage random sampling.

Sampel yang digunakan sebanyak 1550 responden dengan pengambilan data lewat wawancara tatap muka. Adapun margin of error kurang lebih sebesar 2,5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Sampel juga representatif dan dapat mewakili seluruh masyarakat Indonesia mulai dari segi gender, daerah desa kota, agama, hingga etnis.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya