6 Catatan DPR untuk Nadiem Makarim Terkait Program Kemendikbud

Komisi X DPR telah mengadakan rapat kerja bersama Mendikbud Nadiem Makariem terkait pelaksanaan program dan kegiatan di Kemendikbud.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Jan 2020, 18:15 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2020, 18:15 WIB
Komisi IX Panggil Dirut dan Jajaran Asabri
Dirut PT Asabri, Sonny Widjaja (kiri) menghadiri rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR RI di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/1/2020). Komisi XI ingin mengetahui Kinerja Keuangan Asabri dan penjelasan terkait bentuk serta hasil dari Investasi yang dilakukan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim memenuhi jadwal rapat kerja bersama Komisi X DPR, Selasa 28 Januari 2020.

Dihadapan DPR, Nadiem menyampaikan berbagai hal mengenai program kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud). Termasuk gagasannya mengenai Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka.

Dua gagasan Mendikbud ini sempat mendapat sorotan dari Komisi X DPR. Ferdiansyah, salah satu anggota dari Fraksi Golkar mengaku pesimistis Nadiem bisa menyosialisasikan kebijakan tersebut ke seluruh pelosok Indonesia.

"Masa jabatan Pak Nadiem 49 bulan lagi. Numpang tanya lagi, target berapa lama Bapak melakukan sosialisasi kebijakan tersebut. Ini Indonesia," tanya Ferdiansyah di Ruang Sidang Komisi X, Komplek DPR RI, Jakarta, Selasa, 28 Januari kemarin. 

Rapat kerja yang dipimpin Ketua Komisi X Syaiful Huda ini, juga mendiskusikan berbagai hal terkait pelaksanaan program dan kegiatan di Kemendikbud. Termasuk rencana pembangunan gedung baru Kemendikbud yang dirasa belum tepat untuk dilakukan.

Berikut ini sejumlah catatan penting dari Komisi X DPR untuk Nadiem Makarim terkait program kerjanya di Kemendikbud yang dihimpun Liputan6.com:

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Struktur Organisasi Kemendikbud

Salah satu agenda dalam raker tersebut adalah meminta Mendikbud untuk menjelaskan struktur organisasi di dalam tubuh kementeriannya.

"Salah satu satu arah yang kami terima dari Pak Presiden adalah untuk efisiensi birokrasi," kata Nadiem. Nadiem menyebutkan, dalam restrukturisasi kementeriannya benar-benar mengacu pada prinsip efisiensi," jelas mantan bos Gojek ini. 

"Semakin ramping organisasi itu semakin penting, jadi itu arahan langsung dari Pak Presiden," tegas Nadiem

Hasilnya, Kemendikbud hanya mempunyai lima dirjen. Yakni Dirjen Paud dan Dikdasmen, Dirjen Pendidikan Vokasi, Dirjen Guru dan Pendik, Dirjen Pendidikan Tinggi dan Dirjen Kebudayaan.

Nadiem menegaskan, jika suatu isu tidak mempunyai Dirjen, bukan berarti tidak mempunyai program mengenai isu tersebut.

"Itu dua hal yang berbeda, Perpres itu hanya mengatur organisasi, sama sekali tidak mengatur setiap butir program di dalamnya," ungkapnya.

Perpres yang dimaksud Mendikbud ialah Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2019 tentang Kemendikbud yang mengatur tentang struktur di dalam kementeriannya.

Rencana Pembangunan Gedung Baru

Komisi X DPR juga mempertanyakan rencana pembangunan gedung baru Kemendikbud di Cipete, Jakarta Selatan. Pembangunan tersebut diketahui menggelontorkan anggaran Rp 599 miliar.

Menurut anggota Komisi X DPR, Ferdiansyah, keinginan Kemendikbud ini terkesan blunder. Mengingat pembangunan itu akan dilakukan di tengah rencana Presiden Jokowi yang ingin memindahkan Ibu Kota negara ke Kalimantan.

"Itu juga harus diklarifikasi. Kalau duit itu masih ada mengapa tidak kita alokasikan untuk melanjutkan program-program yang langsung menyentuh kepada rakyat. Kan kita akan pindah Pak Nadiem," tegas Ferdiansyah.

Menurut anggota DPR dari Fraksi Golkar itu, rencana pembangunan gedung baru Kemendikbud dirasa kurang diperlukan. Terlebih lagi jumlah anggaran yang digelontorkan tidak sedikit.

"Kenapa kita bingung bangun gedung, mau pindah kok," jelasnya.

Menurut Ferdiansyah, pemerintah bahkan sudah mempersiapkan mekanisme pemindahan ASN ke Ibu Kota negara baru tersebut.

"Ini pertanyaan buat apa dan uangnya tidak sedikit," pungkasnya.

Naskah Akademik Merdeka Belajar

Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Golkar Ferdiansyah pun meminta naskah akademik kebijakan Merdeka Belajar kepada Nadiem.

"Ketika tadi disampaikan Merdeka Belajar, numpang tanya ada nggak naskah akademiknya? Karena ini namanya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentu harus punya naskah akademik," tegas Ferdiansyah.

Menurut dia, konsep Merdeka Belajar secara prinsipil bukanlah hal yang baru. Konsep itu esensinya sudah pernah diinisiasi oleh tokoh pendidikan Conny R Semiawan. Konsep yang dimaksud adalah CBSA atau Cara Belajar Siswa Aktif pada dekade 1970-an

"Sekali lagi pendidikan Indonesia punya sejarah panjang. Kalau nggak salah sejak 1947 sampai sekarang kita sudah gonta-ganti kurikulum delapan atau sembilan kali," lanjut Ferdiansyah.

Nadiem Makarim menjawab, cetak biru (blueprint) konsep Merdeka Belajar, utamanya terkait asesmen kompetensi dasar masih dibuat. 

"Kajian research-nya tuh ada," jawab Mendikbud.

Menurut dia, kajian itu akan diselesaikan selama enam bulan terhitung setelah dia mengumumkan konsep Merdeka Belajar pada Desember 2019 lalu.

"Kita masih on track dalam menyelesaikan blueprint," jelas Nadiem. 

Pemetaan SDM

Komisi X DPR RI meminta Mendikbud untuk melakukan pemetaan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) yang dibutuhkan oleh Indonesia. Pemetaan ini akan terkait dengan pembukaan program studi baru di perguruan tinggi.

"Jangan sampai dibebaskan pembukaan program studi karena tidak terkait dengan peta besar kita, jadi mubazir," kata anggota dewan dari Fraksi PKS Ledia Hanifa.

Menurut dia, upaya Mendikbud untuk mempermudah pembukaan prodi baru menjadi catatan tersendiri baginya. Tanpa adanya pemetaan tersebut, maka kebijakan itu dirasa masih kurang terukur.

Ledia menyebut ada pengecualian dalam kebijakan tersebut. Misalnya terkait dengan prodi yang berkenaan dengan bidang kesehatan. Hal ini menurut dia kurang beralasan. Dia mencontohkan kebutuhan akan sumber daya perawat yang di beberapa daerah masih dibutuhkan. 

"Tetapi kita lihat di Papua kekurangan perawat. Ketik dibuka program studi keperawatan ternyata nggak bisa dibuka karena dianggap sudah terlalu banyak. Terlalu banyaknya di mana? Karena kasus gizi buruk dan segala macam itu bukan dilakukan oleh dokter. Pendampingannya oleh perawat dan sarjana kesehatan masyarakat," tutur dia.

Kata dia, jika kebijakan untuk mempermudah pembukaan prodi tapi mengecualikan prodi di bidang kesehatan. Sementara pemetaan kebutuhan sumber daya manusia tidak ada, maka itu akan kontra produktif.

"Niatnya sih sebenarnya udah baik," ungkap Ledia.

Kewajiban Dosen Terbitkan Jurnal Internasional

Catatan lainnya datang dari anggota fraksi dari Partai Gerindra, Djohar Arifin Husin. Dia meminta Mendikbud menghentikan kewajiban bagi para dosen mempublikasikan jurnal ilmiah untuk mendapatkan kenaikan jabatan fungsional.

"Selama ini saya katakan pada pertemuan lalu kita buat dua kerugian. Pertama hasil penelitian tadi kita serahkan kepada orang di luar negeri. Kedua kita bayarkan," tegas Djohar.

Arifin menerangkan bahwa kebijakan saat ini mewajibkan seluruh dosen untuk mempublikasikan jurnal ilmiah internasional. Dia juga mengungkapkan, ada seorang dosen yang sampai menggadaikan sepeda motornya.

"Macam-macam penderitaan dosen-dosen karena harus menulis (jurnal berstandar internasional). Ini dihapuslah," ungkap Djohar.

Pengangkatan Guru Besar

Djohar juga meminta Nadiem menyerahkan wewenang pengangkatan guru besar kepada pihak kampus bukan Kemendikbud seperti yang selama ini terjadi.

"Kementerian tidak kenal sama mereka, di kampusnya lah yang paling tahu," kata anggota Komisi X DPR dari fraksi Partai Gerindra ini. 

Dia juga meminta, tugas Mendikbud hanya memberikan surat keputusan mengenai pengangkatan guru besar bukan memilihnya.

"Tidak mungkin ratusan ribu guru besar ini Menteri harus ikut memeriksanya," jelasnya.

 

(Okti Nur Alifia)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya