Liputan6.com, Jakarta - Proyek revitalisasi kawasan Monumen Nasional (Monas) yang dilakukan Pemprov DKI menuai kritik. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau WALHI DKI Jakarta menuturkan, dalam UU No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang ditetapkan bahwa Ruang Terbuka Hijau (RTH) paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota.
Sedangkan, Provinsi DKI Jakarta dengan luas wilayah 661,5 km persegi hanya memiliki 9,8% RTH dan masih jauh dari angka 30%.
"Bukannya mengejar pemenuhan RTH, Pemprov malah mengurangi, yakni di kawasan Monas dengan proyek revitalisasi kawasan Monas yang berlangsung sejak Januari awal dan kini sudah menuai banyak protes dari masyarakat Jakarta," kata Pengkampanye Pemulihan Lingkungan Hidup dan HAM WALHI DKI Jakarta, Rehwinda Naibaho, Jumat (31/1/2020).Â
Advertisement
Dia mengatakan, revitalisasi tersebut telah mengorbankan ratusan pohon yang merupakan paru-paru Jakarta dan akan menggantikannya dengan rencana plaza dan kolam pantulan bayangan.
Pengalihfungsian lahan tersebut tidak hanya berdampak pada semakin berkurangnya ruang terbuka hijau Jakarta, tetapi juga mengurangi sumber penyerap polutan Jakarta dan serapan air.
"Kita juga perlu mengingatkan bahwa Januari awal, Jakarta dilanda banjir yang lebih parah dibandingkan sebelumnya, tentu ini adalah dampak dari hilangnya RTH akibat alih fungsi lahan," ujarnya.
Bahkan, pada Jumat 24 Januari 2020, kawasan Monas sempat tergenang air dan WALHI menduga ini adalah dampak dari proyek revitalisasi kawasan Monas. Selain krisis RTH, Jakarta juga memiliki persoalan polusi yang juga tidak membaik.
"Tahun lalu kota ini berapa kali menempati posisi salah satu kota paling tercemar. Harusnya langkah yang dilakukan pemprov DKI Jakarta adalah memperbanyak RTH dan menanam pohon yang bisa menyerap polutan bukan sebaliknya menebang pohon secara massif," tuturnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Urgensi Alihfungsikan Lahan
WALHI DKI Jakarta pun menilai bahwa langkah pemprov DKI Jakarta merevitalisasi bagian Selatan kawasan Monas yang mengalihfungsikan ruang terbuka hijau menjadi beton adalah bentuk lemahnya komitmen pemerintah DKI Jakarta terhadap pemulihan lingkungan hidup.
"Pohon masih dianggap makhluk hidup yang "dinomorsekiankan" atau dianggap tidak penting. Alasan Pemprov merevitalisasi dengan rencana membangun kolam tidaklah dibenarkan," ucapnya.
WALHI DKI Jakarta juga mempertanyakan apa urgensinya Pemprov DKI Jakarta mengalihfungsikan kawasan tersebut. Karena tidak ada kondisi yang genting hingga Pemprov melakukan tindakan itu. Justru, yang ada Pemprov semakin menghilangkan sumber penting bagi kehidupan warga DKI Jakarta.
"Bukan hanya jumlah pohon, tetapi juga pendataan dan perlakuan atau perlindungan secara kualitas," ucapnya.
Tidak hanya mendesak untuk dihentikan, WALHI juga ingin kawasan Monas dikembalikan ke fungsi awal, yakni sebagai ruang terbuka hijau. Alasan keterlanjuran juga tidak dibenarkan.
Aksi 'Jakarta Butuh Pohon Bukan Beton' yang diinisiasi oleh WALHI DKI Jakarta bersama Gerakan Peluk Pohon ditandai dengan penyerahan bibit pohon ke Balai Kota. Hal ini adalah simbol bahwa Jakarta saat ini butuh banyak pohon.
"Bukan beton dan juga meminta pemerintah segera melakukan upaya pemenuhan RTH di DKI Jakarta," tutup Rehwinda Naibaho.Â
Â
Reporter:Â Muhammad Genantan Saputra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement