Kisah di Balik Pembagian Bansos, Derita Yulie hingga Ada Nama Anggota DPRD

Pemerintah mulai membagikan bantuan sosial atau bansos untuk masyarakat yang kurang mampu di tengah pandemi virus Corona Covid-19.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 23 Apr 2020, 14:42 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2020, 14:40 WIB
FOTO: Bantuan Sosial Pemerintah Pusat Siap Disalurkan
Pekerja mengemas paket bansos di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Pemerintah menyalurkan paket bansos sebesar Rp 600 ribu per bulan selama tiga bulan untuk mencegah warga mudik dan meningkatkan daya beli selama masa pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mulai membagikan bantuan sosial atau bansos untuk masyarakat yang kurang mampu di tengah pandemi virus Corona Covid-19.

Di tengah pembagian bansos, ada sejumlah kejadian terselip. Misalnya saja kisah Yulie Nuramelia, warga Kelurahan Lontar Baru, Kecamatan Serang, Kota Serang, Banten yang meninggal dunia karena diduga kelaparan.

Padahal sebelumnya, Yulie sempat mengajukan diri untuk bisa mendapatkan bansos. Namun data keluarga itu ditolak, lantaran tertulis bekerja sebagai petugas kebersihan yang dikira mendapatkan gaji setiap bulan.

Memang benar sang suami, Mohamad Holik bekerja sebagai petugas kebersihan yang mencari barang bekas dan layak jual dari tempat sampah atau tepatnya disebut pemulung. Penghasilannya pun tak menentu.

Tak hanya itu, yang lebih parah lagi, justru ada anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan bernama Jhonny Simanjutak malah namanya didata mendapat bansos. Jhonny tercatat sebagai warga yang tinggal di Kelurahan Lagoa, Koja, Jakarta Utara.

"Saya enggak paham kenapa bisa terdata. Artinya, screening dari pemprov ini harus dibenarkan," kata Jhonny saat dihubungi, Rabu, 22 April 2020.

Berikut kisah pembagian bansos di Jabodetabek saat masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pandemi Corona Covid-19 dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Ajukan Dapat Bansos, Yulie Ditolak

FOTO: Melihat Proses Pengemasan Bantuan Sosial Pemerintah Pusat
Pekerja mengemas paket bantuan sosial (bansos) di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Pemerintah pusat menyalurkan paket bansos selama tiga bulan untuk mencegah warga mudik dan meningkatkan daya beli selama masa pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Agus Jakaria, Ketua RT 03 RW 07, Kelurahan Lontar Baru, Kecamatan Serang, Kota Serang, Banten, mengaku pernah membawa berkas keluarga almarhum Yulie Nuramelia ke pemerintah untuk mendapatkan bantuan sosial (bansos).

Namun data keluarga itu ditolak, lantaran tertulis bekerja sebagai petugas kebersihan yang dikira mendapatkan gaji setiap bulan.

Memang benar sang suami, Mohamad Holik bekerja sebagai petugas kebersihan yang mencari barang bekas dan layak jual dari tempat sampah atau tepatnya pemulung.

Penghasilannya pun tak menentu, namun jika dirata-rata hanya Rp 30 ribu pendapatan per hari paling besarnya. Uang sebesar itu harus dibagi untuk makan bersama Yulie, Holik, dan empat orang anaknya.

"Saya bawa data 15 Kepala Keluarga (KK), 5 KK saya bawa lagi karena tidak masuk kategori, di situ termasuk Pak Holik, karena status pekerjaannya sebagai (petugas) kebersihan. Saya bawa berkasnya ke Kesos, saya bilang ke almarhum berkasnya saya bawa lagi," kata Agus ditemui di kediaman Yulie, Selasa, 21 April 2020.

Agus menjelaskan bahwa bantuan datang ke keluarga Yulie Nuramelia sejak Sabtu 18 April 2020, usai ramai diberitakan awak media bahwa keluarga itu sempat menahan lapar dengan meminum air galon selama dua hari. Bantuan diberikan langsung ke Yulie oleh para relawan.

"(Bantuan dari pemerintah) belum ada, adanya Sabtu, datangnya bantuan banyak sorenya," terangnya.

Agus Jakaria menjelaskan bahwa adik dari Yulie pernah bercerita kepada dirinya, almarhum sempat mengalami sakit kepala pada Minggu 19 April 2020 dan tidak bisa tidur di malam harinya. Kemudian pada Senin, 20 April 2020 sekitar pukul 15.00 wib, Yulie mengembuskan nafas terakhirnya.

"Saya pernah ngobrol sama adiknya, ada keluhan di kepala, kurang tidur, kata Pak (petugas) Puskesmas (ingin ketemu dengan adiknya) untuk wawancara dengan adiknya, pingin tahu keluhannya (almarhum)," jelasnya.

Sebelumnya sempat diberitakan bahwa Yulie dan suaminya, Mohamad Holik, bersama empat anaknya kelaparan hingga harus meminum air galon selama dua hari. Usai ramai diberitakan, banyak bantuan kepada keluarga almarhum. Hingga akhirnya Yulie mengembuskan nafas terakhirnya pada Senin, 20 April 2020 sekitar pukul 15.00 WIB.

 

Ketua RT Sunat Dana Bansos

FOTO: Bantuan Sosial Pemerintah Pusat Siap Disalurkan
Pekerja memindahkan paket bansos di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Pemerintah menyalurkan paket bansos sebesar Rp 600 ribu per bulan selama tiga bulan untuk mencegah warga mudik dan meningkatkan daya beli selama masa pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Pembagian bantuan sosial atau bansos saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Kota Depok menimbulkan polemik.

Muncul dugaan penyimpangan oknum ketua RT memotong jatah bantuan tersebut. Nilai bansos Rp 250 ribu diduga dipotong Rp 25 ribu oleh ketua RT tersebut.

Barep Suroso, Ketua RT 05/06 Kelurahan Mampang, Kecamatan Pancoran Mas, angkat bicara soal kabar yang menyudutkan pihaknya tersebut.

Barep menjelaskan kronologi masalah sebenarnya. Kepada Liputan6.com, Barep menyatakan pihaknya menyetorkan nama-nama yang dinilai berhak mendapatkan dana bansos ke Kelurahan Mampang.

Saat itu, totalnya ada lebih dari 80 nama. Pihak kelurahan kemudian mensortir nama-nama yang diserahkan Barep hingga akhirnya hanya terpilih 39 orang.

"Kata orang kelurahan, ini pensiunan gak dapat, ini juga karyawan tidak dapat. Padahal saya sudah jelaskan orang yang status karyawan itu sudah di PHK makanya saya usulkan,” kata dia, Selasa, 21 April 2020.

Singkat cerita, Barep menuturkan bansos cair pada 14 April 2020 malam. Saat itu, dia bersama dengan beberapa pengurus RT dan RW serta perwakilan warga berembuk untuk mensiasati nama-nama yang dicoret pihak kelurahan. Padahal, secara klasifikasi, mereka layak menerima bansos.

Tercetuslah ide subsidi silang, yaitu memotong Rp 25 ribu dari masing-masing penerima untuk dibelikan sembako. Barep menegaskan, sembako itulah yang akan dibagikan kepada orang-orang yang telah dicoret namanya.

"Kita lihat banyak yang gak dapat, bagaimana cara mengatasi. Jika tidak ada solusi pasti kan ada yang bergejolak," ujar dia.

"Saya terus spontanitas ya sudah besok yang dapat dipotong saja Rp 25 ribu untuk dibelikan sembako, nanti dibagikan kepada yang gak dapat. Usul itu disetujui oleh yang lain," dia menambahkan.

Barep menuturkan, solusi tidak terwujud lantaran ada pihak-pihak yang gagal memahami maksudnya tersebut. Barep dituding menyunat dana bansos.

Akhirnya, Barep mengembalikan uang hasil urunan dari penerima yang rencananya akan dibelikan sembako.

"Sudah saya kembalikan semua ke yang berhak," ucap dia.

Barep menegaskan, tidak ada niatan sama sekali untuk mengambil jatah penerima bansos. Pemotongan itu semata-mata untuk menolong warga lain yang berhak tetapi tidak mendapatkan dana bansos.

"Saya gak berfikir sama sekali kalau itu salah, gak berifikir sama sekali ke situ. Saya cuma kasihan melihat banyak orang yang tidak diterima, misalnya ada janda dia malah gak dapat," jelas Barep.

 

Warga Bogor Sudah Meninggal Dunia Malah Dapat Bansos

FOTO: Melihat Proses Pengemasan Bantuan Sosial Pemerintah Pusat
Pekerja mengemas paket bantuan sosial (bansos) di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Pemerintah pusat menyalurkan paket bansos selama tiga bulan untuk mencegah warga mudik dan meningkatkan daya beli selama masa pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Di Kelurahan Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, keluarga terdampak Covid-19 yang sudah diajukan masing-masing RT/RW justru tidak mendapat bantuan ekonomi atau bansos senilai Rp 500 ribu selama tiga bulan.

Dari 2.345 KK yang diajukan ke Provinsi Jabar dan Pemerintah Pusat (APBN), terdata hanya 88 KK yang terverifikasi mendapat bantuan terdampak Covid-19.

Itu pun dari 88 calon penerima bantuan, ada yang sudah pindah domisili dan beberapa di antaranya diketahui telah meninggal dunia tetapi terdaftar sebagai penerima bansos.

Bahkan, di wilayah lain tercatat ada penerima ganda. Warga yang sudah mendapat bantuan Kartu Sembako dan program keluarga harapan (PKH) namun terdata sebagai penerima bansos terdampak Covid-19.

"Karena data yang dipakai itu data tahun 2017," kata Wakil Wali Kota Bogor Dedie Rachim saat dikonfirmasi, Selasa, 21 April 2020.

Berdasarkan informasi yang ia terima, telah terjadi kesalahan input Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DKTS) di Dinas Sosial Provinsi Jabar.

Agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat, maka Pemprov Jabar menyetop sementara bantuan bagi masyarakat terdampak Covid-19 di Kota Bogor termasuk di Kabupaten Bogor, Depok, dan Kota/Kabupaten Bekasi.

"Kemarin sudah disetop, karena data yang masuk di DTKS itu pakai data lama, saya engga tahu ya tapi teknisnya tidak usah dipermasalahkan," kata Dedie.

Saat ini, Pemprov Jabar tengah merevisi data antara data DTKS maupun non DTKS dan ditargetkan selesai dalam 1 hari 2 hari ke depan.

"Memang ada yang sudah didistribusikan ke penerima tapi itu baru sebagian kecil saja," kata Dedie.

Sementara itu, berdasarkan data dari gugus tugas penanganan covid-19 Kota Bogor, data DTKS di Kota Bogor sebanyak 69.248 rumah tangga dengan jumlah KK (kepala keluarga) sebanyak 71.111. Dari jumlah KK itu, yang dibantu oleh Pemprov Jabar sebanyak 8.046.

Sedangkan jumlah perluasan sembako oleh APBN sebanyak 30.010. Sisanya adalah yang sudah mendapatkan PKH dan sembako sebanyak 41845.

Adapun untuk yang non DTKS, usulan kota untuk provinsi sebanyak 43.531 dan kuota provinsi hanya 31.285. Jadi sisa yang tak terbantu sebanyak 12.246, yang akan diintervensi oleh APBD Kota Bogor.

"Tapi jumlah ini terus diverifikasi, misalnya orang yang masih punya aset itu tidak akan dapat. Bantuan ini kita prioritaskan ke warga yang betul-betul terdampak," terangnya.

 

Nama Anggota DPRD DKI Tercatat Dapat Bansos

20151120-Gedung DPRD DKI Jakarta
(Istimewa)

Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan Jhonny Simanjutak membenarkan bila namanya terdata dalam penerimaan bantuan sosial (bansos) sembako saat pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Jhonny tercatat sebagai warga yang tinggal di Kelurahan Lagoa, Koja, Jakarta Utara.

"Saya enggak paham kenapa bisa terdata. Artinya, screening dari Pemprov ini harus dibenarkan," kata Jhonny saat dihubungi, Rabu, 22 April 2020.

Dia menyatakan mengetahui terdata sebagai penerima bansos sembako tersebut dari pihak pengurus RT. Karena hal itu Jhonny mengharapkan agar Pemprov DKI dapat mengevaluasi terkait data penerima sembako.

"Ini patut dikoreksi, artinya tidak bisa kerja setengah-setengah lagi. Harus serius, di Kelapa Gading juga kan bermasalah," jelas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya