Nurhadi dan Menantunya Tertangkap KPK, Ini 6 Tersangka Korupsi yang Masih Buron

Nurhadi dan menantunya ditangkap di bilangan Jakarta Selatan pada Senin 1 Juni 2020 malam.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 02 Jun 2020, 07:15 WIB
Diterbitkan 02 Jun 2020, 07:14 WIB
Mantan Sekretaris MA Nurhadi
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurachman memenuhi panggilan pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/11). Nurhadi diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap terkait peninjauan kembali di PN Jakarta Pusat. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menyebut, tim penindakan berhasil menangkap mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiono.

Nurhadi dan Rezky merupakan buronan KPK dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA.

"Tim berhasil menangkap DPO (buronan). Lokasi (penangkapan) pada sebuah rumah di bilangan Jaksel (Jakarta Selatan)," ujar Nawawi saat dikonfirmasi, Selasa (2/6/2020) dini hari.

Nawawi menyebut, penangkapan terhadap Nurhadi terjadi pada Senin, 1 Juli 2020 malam. Dia mengapresiasi kinerja tim penyidik yang bekerja keras dan berhasil menyeret Nurhadi ke markas antirasuah untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Tadi usai maghrib saya diminta teman-teman satgas penyidik untuk ke kantor, berdiskusi rencana penangkapan. Terimakasih dan penghargaan kepada rekan-rekan penyidik dan unit terkait lainnya yang terus bekerja sampai berhasil menangkap NHD dan menantunya, RH," kata Nawawi.

Nawawi menegaskan bahwa penangkapan terhadap Nurhadi dan menantunya menjadi bukti bahwa lembaga antirasuah di bawah kepemimpinan Komjen Firli Bahuri tak melemah.

"Ini membuktikan bahwa selama ini KPK terus bekerja," kata dia.

Nawawi belum mau membeberkan lebih lanjut terkait penangkapan Nurhadi dan menantunya. Pihaknya akan menjelaskan lebih detail pada hari ini. "Untuk selebihnya sampai nanti ya," kata dia.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

6 Tersangka Buronan KPK

KPK Rilis Indeks Penilaian Integritas 2017
Pekerja membersihkan debu yang menempel pada tembok dan logo KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11). KPK merilis Indeks Penilaian Integritas 2017. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Diketahui, dalam kasus suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA, KPK juga menjerat Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. Nama Hiendra juga disematkan dalam daftar pencarian orang (DPO) atau buron.

Hiendra hingga kini masih belum diketahui keberadaannya. Hiendra masih menjadi pekerjaan rumah bagi tim penindakan KPK untuk segera menyeret dan mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Selain Hiendra, masih ada lima nama lain yang masuk dalam DPO namun hingga kini belum tertangkap. Teranyar, KPK menyematkan nama pemilik Borneo Lumbung Energi dan Metal Samin Tan sebagai buronan kasus korupsi.

Samin Tan diduga memberi hadiah atau janji kepada Eni Maulani Saragih selaku Anggota DPR RI periode 2014-2019 terkait Pengurusan Terminasi Kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Samin Tan ditetapkan sebagai buronan KPK pada 6 Mei 2020. Samin Tan sendiri dijerat sebagai tersangka sejak Februari 2019.

Buron KPK yang sempat ramai diperbincangkan yakni Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim. Keduanya tersangka korupsi kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan masuk dalam DPO pada September 2019. Selama proses penyidikan KPK telah dua kali memanggil pasangan tersebut.

Sjamsul dan Itjih menjadi tersangka BLBI sejak 10 Juni 2019 lalu. Keduanya diduga melakukan misrepresentasi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp 4,8 triliun yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 4,58 triliun.

Saat dilakukan Financial Due Dilligence (FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD) disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet dan hanya memiliki hak tagih sebesar Rp 220 miliar.

KPK juga menetapkan DPO untuk Mantan Panglima GAM Wilayah Sabang Izil Azhar alias Ayah Marine pada Rabu 26 Desember 2018 silam. Izil ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi bersama mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf.

Kemudian, politikus PDIP Harun Masiku yang menjadi buron KPK atas kasus dugaan suap penetapan anggota DPR RI Fraksi PDIP melalui mekanisme pergantian antar-waktu (PAW).

Harun Masiku diduga menyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Pemberian suap untuk Wahyu itu diduga untuk membantu Harun dalam Pergantian Antar Waktu (PAW) caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP yang meninggal dunia yaitu Nazarudin Kiemas pada Maret 2019. Namun dalam pleno KPU pengganti Nazarudin adalah caleg lainnya atas nama Riezky Aprilia.

Wahyu diduga sudah menerima Rp 600 juta dari permintaan Rp 900 juta. Dari kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan pada Rabu, 8 Januari 2020 ini, tim penindakan KPK menyita uang Rp 400 juta.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya