LIPI: Sampah APD Perlu Diolah Khusus agar Tak Cemari Lingkungan

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Muhammad Reza Cordova mengatakan, sampah alat pelindung diri (APD) seperti masker perlu diolah secara khusus karena sulit terurai secara alami.

oleh Nila Chrisna Yulika diperbarui 23 Jun 2020, 07:55 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2020, 07:30 WIB
Cegah Penyebaran COVID-19, Puskesmas Pamulang Disterilkan
Petugas kesehatan memakai baju APD sedang membersihkan sampah bekas medis di Puskesmas Pamulang, Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Senin (13/04/2020). Sampah bekas medis tes Covid-19 tersebut akan dimusnahkan guna untuk mensteril kawasan puskesmas. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Muhammad Reza Cordova mengatakan, sampah alat pelindung diri (APD) seperti masker perlu diolah secara khusus karena sulit terurai secara alami. Hal ini untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.

"Masker kain itu karakternya mirip dengan baju dan itu lebih sulit terurai. Yang relatif agak sedikit terurai lebih cepat itu sebenarnya sampah masker medis," kata Reza di Jakarta, Selasa (23/6/2020).

Masker medis yang memiliki lapisan kapas akan cepat hancur di alam. Namun, jika menggunakan polimer berbahan plastik, maka penguraian secara alami akan relatif lebih lama.

Bahkan, kata dia, bukan tidak mungkin bisa menjadi sumber mikroplastik yang baru.

Selain itu, kata anggota tim peneliti sampah LIPI itu, dengan bertambahnya penggunaan masker berbahan kain, seperti polyster, maka ada risiko munculnya sumber mikroplastik dari benang-benang tersebut.

Tim peneliti sampah LIPI melakukan studi jenis sampah di dua muara sungai di Jakarta selama pandemi COVID-19, yaitu Cilincing dan Marunda.

Mereka menemukan sampah APD, seperti masker, pelindung wajah, dan bahkan baju pelindung dalam jumlah signifikan di kedua lokasi itu, dari sebelumnya nihil pada Maret-April 2016 naik menjadi 16 persen saat periode yang sama pada 2020.

Reza mengatakan sampah APD itu dapat memberikan tekanan tambahan terhadap ekosistem lingkungan hidup.

"Yang jadi masalah berikutnya adalah ketika mikroplastiknya lebih banyak dan kemudian ditambah di Teluk Jakarta di perairan dan sedimennya itu logam beratnya cukup tinggi, mikroplastik itu bisa berasosiasi positif dengan logam berat yang ada," kata dia seperti dikutip dari Antara.

Jika mikroplastik dari sampah masker dimakan ikan dan terdapat mikroba patogen, kata dia, ada risiko manusia memakan ikan yang sudah memiliki patogen dan logam berat.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Dikelola Khusus

Dia menegaskan pentingnya sampah APD, seperti masker kain dan bedah yang dipakai masyarakat untuk beraktivitas, dikelola secara khusus dan tidak dibuang langsung.

Hal itu sesuai dengan edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor SE.2/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan COVID-19.

Selain mengatur limbah medis yang dihasilkan oleh rumah sakit, edaran itu juga menyebutkan pentingnya limbah rumah tangga dengan orang dalam pemantauan (ODP), seperti masker dan baju pelindung, yang harus dikumpulkan dalam wadah tertutup dan dipisahkan dari sampah lain untuk dimusnahkan di fasilitas pengolahan limbah B3.

Masker yang digunakan orang sehat, katanya, setelah digunakan harus dipotong dan dikemas dengan rapat sebelum dimasukkan ke tempat sampah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya