Liputan6.com, Jakarta - Kepergian maestro seni Indonesia, Titiek Puspa, menyisakan duka mendalam bagi dunia hiburan tanah air. Sosok yang dikenal multitalenta ini tutup usia dalam damai pada Kamis, 10 April 2025, pukul 16.25 WIB.
Titiek Puspa meninggal pada usia 87 tahun setelah berjuang melawan pecahnya pembuluh darah sejak 26 Maret 2025. Kondisinya sempat kritis dan dirawat intensif sebelum akhirnya berpulang.
Advertisement
Di antara deretan pelayat dan orang-orang terdekat, Inul Daratista menjadi salah satu sosok yang ikut menemani sang legenda di detik-detik terakhir hidupnya. Inul mengaku bersyukur bisa berada di sisi Titiek Puspa hingga akhir hayat.
Advertisement
“Ini kehormatan besar bagi saya. Eyang Titiek bukan hanya inspirasi, tapi juga seperti ibu sendiri. Saya mendampingi beliau sampai beliau benar-benar pergi dengan damai,” ucap Inul dalam unggahan di media sosial, dikutip Jumat (11/4/2025).
Dalam ajaran Islam, mendampingi orang yang sedang sakaratul maut disertai dengan pembacaan talqin merupakan amal yang sangat dianjurkan. Talqin bertujuan membimbing agar orang yang akan meninggal dapat mengakhiri hidupnya dengan kalimat tauhid.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Begini Kata Buya Yahya Soal Mentalqin
Pendakwah asal Cirebon KH Yahya Zainul Ma’arif atau Buya Yahya, menegaskan pentingnya memperdengarkan kalimat thayyibah kepada orang yang sedang menghadapi kematian. Hal ini ia sampaikan dalam ceramah yang dinukil dari kanal YouTube @buyayahyaofficial.
“Kita dianjurkan untuk mentalqin, yaitu memperdengarkan kalimat ‘Laa ilaaha illallah’. Jika dia bisa mengucapkannya, maka jangan diulang. Yang penting akhir ucapannya adalah kalimat tersebut,” jelas Buya Yahya, dikutip Jumat (11/4/2025).
Ia menambahkan bahwa tujuan talqin bukan untuk memaksa, tetapi membimbing dengan kelembutan agar kalimat terakhir yang diucapkan adalah kalimat yang mulia. Sebab, itulah yang akan dibawa sebagai penutup hidup seseorang.
Sementara dikutip dari NU Online, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang ucapan terakhirnya ‘Lā ilāha illallāh’, niscaya ia masuk surga.” Hadits ini diriwayatkan oleh sahabat Mu’adz bin Jabal RA dalam Sunan Abu Dawud.
“Bila seseorang mengalami sakaratul maut, hendaklah memperbanyak bacaan kalimat ‘Lā ilāha illallāh’ agar itu menjadi kalimat terakhir yang diucapkannya,” demikian disebut dalam kitab Al-Adzkar karya Imam An-Nawawi.
Advertisement
Bimbing dengan Ucapan Ini
Lebih lanjut, Rasulullah juga bersabda, “Bimbing orang mati kamu untuk mengucap ‘Lā ilāha illallāh’.” Hadits ini juga diriwayatkan dalam Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, dan lainnya dari sahabat Abu Said Al-Khudri RA.
Praktik mentalqin, menurut para ulama, bukan dimaknai sebagai pengulangan kalimat tauhid terus-menerus. Tujuannya hanya memastikan kalimat itu menjadi penutup, tanpa mengganggu ketenangan orang yang sekarat.
“Jika sudah mengucapkan sekali, tidak perlu diulang kecuali ia mengucapkan kalimat lain setelahnya,” tulis Imam An-Nawawi. Tuntunan ini menekankan pentingnya kelembutan dalam membimbing orang sekarat.
Ulama menyebut bahwa talqin bersifat sunnah. Tidak semua orang mampu meninggal dengan kalimat tauhid, namun bukan berarti mereka mati dalam keadaan buruk. Hal ini perlu dipahami agar tidak terjadi kesalahpahaman.
“Kalau tidak mengucap ‘Lā ilāha illallāh’ bukan berarti dia kafir atau su’ul khatimah. Yang penting adalah upaya dan doa dari orang-orang di sekitarnya,” jelas kutipan NU Online dalam artikelnya.
Titiek Puspa telah berpulang, meninggalkan warisan seni dan moral yang mendalam. Inul pun menjadi saksi bisu sekaligus pengantar kepergian sahabat sekaligus panutan yang sangat ia hormati.
Kepergian sang legenda diiringi dengan cinta dan doa, serta lantunan kalimat tauhid yang menjadi cahaya terakhir dalam hidupnya. Semoga Allah menerima segala amal baiknya dan menempatkannya di tempat terbaik di sisi-Nya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
