KPK Tetapkan Bupati Kutai Timur dan Istri Tersangka Suap Infrastruktur

Nawawi mengatakan, penetapan mereka sebagai tersangka usai terjerat operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim penindakan di DKI Jakarta, Samarinda dan Kutai Timur.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 03 Jul 2020, 22:27 WIB
Diterbitkan 03 Jul 2020, 22:27 WIB
Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tujuh orang sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah dan janji terkait pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur tahun 2019 - 2020.

"KPK menetapkan 7 orang tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (3/7/2020).

Ketujuh orang tersebut yakni Bupati Kutai Timur Ismunandar, Ketua DPRD Encek Unguria R yang merupakan istri Bupati Ismunandar, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Musyaffa, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Suriansyah, Kepala Dinas PU Aswandini dan dua orang rekanan bernama Aditya Maharani dan Deky Aryanto.

Nawawi mengatakan, penetapan mereka sebagai tersangka usai terjerat operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim penindakan di DKI Jakarta, Samarinda dan Kutai Timur. Dalam kegiatan OTT ini, tim penindakan mengamankan 16 orang.

Nawawi mengatakan, pada 11 Juni 2020, diduga terjadi penerimaan hadiah atau janji yang diberikan dari Aditya Maharani selaku rekanan Dinas PU Kutai Timur sebesar Rp 550 juta, dan dari Decky selaku rekanan Dinas Pendidikan sebesar Rp 2,1 miliar kepada Ismunandar melalui Suriansyah dan Musyaffa bersama-sama Encek Unguria.

Keesokan harinya Musyaffa menyetorkan uang tersebut ke beberapa rekening, yaitu bank Syariah Mandiri a.n Musyaffa sebesar Rp 400 juta, bank Mandiri sebesar Rp 900 juta dan bank Mega sebesar Rp 800 juta.

Menurut Nawawi, pemberian uang tersebut untuk kepentingan Ismunandar. Yakni pada tanggal 23-30 Juni 2020 untuk pembayaran kepada Isuzu Samarinda atas pembelian elf sebesar Rp 510 juta, pada tanggal 1 Juli 2020 untuk pembelian tiket ke Jakarta sebesar Rp 33 juta, pada tanggal 2 Juli 2020 untuk pembayaran hotel di Jakarta Rp 15,2 juta.

"Sebelumnya, diduga terdapat juga penerimaan uang THR dari Aditya sebesar masing-masing Rp 100 juta untuk ISM (Ismunandar), MUS (Musyaffa), SUR (Suriansyah), dan ASW (Aswandini) pada 19 Mei 2020, serta transfer ke rekening bank atas nama Aini sebesar Rp 125 juta untuk kepentingan kampanye ISM," kata Nawawi.

Selain itu, diduga terdapat beberapa transaksi dari rekanan kepada Musyaffa melalui beberapa rekening bank terkait dengan pekerjaan yang sudah didapatkan di Pemkab Kutim. Total saldo yang masih tersimpan di rekening- rekening tersebut sekitar Rp 4,8 miliar. "Kemudian terdapat penerimaan uang melalui ATM atas nama irwansyah (saudara dari DA (Decky)) yg diserahkan kepada EU (Encek) sebesar Rp 200 juta," kata dia.

Penunjukan Pemenang

Menurut Nawawi, penerimaan sejumlah uang tersebut diduga karena Ismunandar menjamin anggaran dari rekanan yang ditunjuk agar tidak mengalami pemotongan anggaran. Kemudian Emcek melakukan intervensi dalam penunjukan pemenang terkait pekerjaan di Pemkab Kutim.

Serta Musyaffa selaku kepercayaan bupati melakukan intervensi dalam menentukan pemenang pekerjaan di Dinas Pendidikan dan PU di Kabupaten Kutim. Suriansyah mengatur dan menerima uang dari setiap rekanan yang melakukan pencairan termin sebesar 10% dari jumlah pencairan.

"ASW selaku Kepala Dinas PU mengatur pembagian jatah proyek bagi rekanan yang akan menjadi pemenang," kata dia.

Sebagai penerima, Ismunandar, Encek, Musyaffa, Suriansyah, dan Aswandini disangkakan melanggar pasal 12 ayat (1) huruf atau b atau pasal 11 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 kuhp jo pasal 65 ayat (1) kuhp.

Sebagai pemberi, Aditya dan Decky disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau pasal 13 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 kuhp jo pasal 64 ayat (1) kuhp.

Aditya Maharani selaku rekanan menerima pengerjaan proyek pembangunan Embung Desa Maloy senilai Rp 8,3 miliar, pembangunan angunan Rumah Tahanan Polres Kutai Timur senilai Rp 1,7 miliar, Peningkatan jalan Poros Kecamatan Rantau Pulung senilai Rp 9,6 miliar, pembangunan kantor Polsek Kecamatan Teluk Pandan senilai Rp 1,8 miliar, optimalisasi pipa air bersih PT. GAM senilai Rp 5,1 miliar, serta pengadaan dan pemasangan LPJU jalan APT Pranoto cs Kota Sangatta senilai Rp 1,9 miliar.

Kemudian Deky Aryanto merupakan rekanan untuk proyek di Dinas Pendidikan kabupaten Kutai Timur senilai Rp 40 miliar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya