Istana Sebut Penggunaan Influencer Agar Program Pemerintah Sampai ke Pelosok

Dengan menggunakan jasa influencer, maka program-program pemerintah dapat lebih mudah dimengerti oleh masyarakat.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 21 Agu 2020, 15:53 WIB
Diterbitkan 21 Agu 2020, 15:50 WIB
Jokowi
Presiden Jokowi berdialog dengan konten kreator dan Influencer di Istana Bogor. (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)

Liputan6.com, Jakarta Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian menjelaskan penggunaan influencer agar program-program pemerintah dapat sampai ke masyarakat yang berada di pelosok daerah. Pasalnya, influencer memiliki banyak pengikut.

"Karena namanya program harus dipahami sampai ke pelosok, sampai ke desa-desa, ke daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh media. Nah, influencer itu kan kita tahu menggunakan sosmed. Sosmed kan banyak yang menggunakan," kata Donny kepada wartawan, Jumat (21/8/2020).

Dengan menggunakan jasa influencer, maka program-program pemerintah dapat lebih mudah dimengerti oleh masyarakat. Sehingga, diharapkan program tersebut dapat bermanfaat bagi rakyat.

"Misalnya, bansos (bantuan sosial) orang kan tidak tahu bagaimana melakukan bansos, daftar kemana, prosedurnya seperti apa. Nah itu penting kan untuk disosialisasikan," ucap Donny.

Untuk itu, dia menilai tak ada yang salah dari penggunaan jasa influencer untuk mensosialisasikan program pemerintah selama yang disampaikan ke publik sesuai fakta. Terlebih, Donny menuturkan apa yang disampaikan influencer pasti didengar orang banyak.

"Saya tidak melihat salahnya dimana. Kecuali influencer digunakan untuk menyampaikan kebohongan. Kalau untuk menyampaikan kebeneran, why not?" tutur dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Dikritik ICW

Sebelumnya, Indonesian Corruption Watch (ICW) mengkritisi besarnya anggaran belanja pemerintah pusat untuk menggandeng influencer demi mensosialisasikan berbagai kebijakan. Tercatat total anggaran belanja untuk aktivitas yang melibatkan influencer sejak tahun 2017 sampai saat ini mencapai Rp 90,45 miliar.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha tren penggunaan jasa influencer ini mulai dilirik oleh pemerintah sejak tahun 2017. Tercatat ada 5 paket pengadaan dengan nilai kontrak mencapai Rp 17,68 miliar dan terus meningkat pengadaannya dari tahun ke tahun.

Menurutnya hal itu, menggambarkan adanya rasa ketidakpercayaan diri pada pemerintah pusat atas kebijakan yang dilahirkan. Seperti di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang harus menggelontorkan anggaran Rp114.400.000 pada 2019 lalu, untuk pengadaan sosialisasi PPDB melalui influencer media sosial artis Gritte Agatha dan Ayushita W.N.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya