Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agama Fachrul Razi tengah menjadi sorotan menyusul pernyataannya tentang agen radikalisme. Dia menyebut paham radikal bisa masuk melalui mereka yang berpenampilan menarik alias good looking.
Hal itu Menag ungkapkan saat menjelaskan tentang paham radikal di lingkungan ASN yang harus diwaspadai. Dia menyatakan bila tidak diseleksi dengan baik, khawatir benih-benih atau pemikiran-pemikiran radikal itu akan masuk ke pemikiran ASN.
Selain soal good looking dan hafiz, Menteri Agama juga pada tahun lalu pernah menyampaikan pernyataan yang berujungmenjadi kontroversi. Kala itu, dia mewacanakan tentang larangan niqab atau cadar dan celana cingkrang di kalangan ASN.
Advertisement
Berikut ini pernyataan Menag Fachrul yang menuai polemik di tengah masyarakat.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Wacanakan Larangan Cadar
Menteri Agama Fachrul Razi mewacanakan melarang menggunakan niqab atau cadar masuk instansi pemerintah. Namun dia menegaskan wacana itu masih dalam kajian Kementerian Agama (Kemenag). Sehingga menurut Fachrul Razi, bagi wanita yang telah menggunakan cadar untuk saat ini tak dilarang.
"Kalau orang mau pakai silakan," kata Fachrul Razi.
Menurutnya, pemakaian cadar atau tidak bukan menjadi tolak ukur ketakwaan seseorang. Bahkan menurut dia, tidak ada ayat yang mewajibkan penggunaan cadar.
"Jadi cadar itu bukan ukuran ketaqwaan orang, bukan berarti kalau sudah pakai cadar taqwanya tinggi. Sudah dekat dengan Tuhan, cadar dak ada dasar hukumnya di Alquran maupun Hadits dalam pandangan kami," kata dia.
Alasan melarang penggunaan cadar, Fachrul menjelaskan demi alasan keamanan. Salah satu contohnya bagi orang yang masuk lingkup instansi pemerintahan diwajibkan melepas jaket dan helm. Begitu pula apabila diberlakukan bagi orang memakai cadar. Menurut dia, agar wajah mereka dapat terlihat jelas.
"Jadi betul dari sisi keamanan, kalau ada orang bertamu ke saya enggak tunjukin muka, ya enggak mau saya," tandas dia.
Celana Cingkrang
Pernyataan kontroversi lainnya disampaikan Menag Fachrul dalam Rapat Koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kamis, 31 Oktober 2019 lalu. Kala itu dia menyinggung soal PNS yang menggunakan celana di atas mata kaki atau biasa disebut cingkrang.
Mantan Wakil Panglima TNI itu menyebut penggunaan celana cingkrang tak sesuai aturan berseragam di lingkungan instansi pemerintah. Fachrul menyebut lebih baik PNS bercelana cingkrang keluar dari instansi pemerintahan jika tak mengikuti aturan.
"Kemudian masalah celana cingkrang itu tidak bisa dilarang dari aspek agama karena memang agama pun tidak melarang. Tapi dari aturan pegawai bisa, misal ditegur. 'Celana kok tinggi begitu? Kamu enggak lihat aturan negara gimana?' Kalau enggak bisa ikuti, keluar kamu," ucap Fachrul.
Komentar BNPT
Deputi 1 Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Mayjen TNI Hendri P Lubis mengatakan, menilai seseorang sebagai teroris dan radikal hanya dari jenggot, cadar maupun celana cingkrang adalah pemikiran yang sederhana serta keliru.
"Kita menilai seseorang bukan dari penampilan fisiknya, yang paling bahaya adalah pemikirannya. Radikal dalam pemikiran, radikal dalam sikap, dan radikal dalam tindakan," katanya seperti dilansir dari Antara, Jumat (8/11/2019).
Dia mengungkapkan, kasus terorisme di kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Januari 2016. Pada peristiwa itu, pelaku teror mengenakan celana jeans, kaos, dan topi.
Karena itu, mantan Dansatinterl BAIS TNI ini menyatakan tidak ada korelasi yang kuat antara pakaian dan ideologi seseorang.
"Artinya, seseorang yang memakai celana cingkrang, jenggot, dan cadar bukan ciri pelaku terorisme," tegas Hendri.
Â
Advertisement
Good Looking dan Hafiz
Usai cadar dan celana cingkrang berlalu, Menteri Agama Fachrul Razi kembali mengeluarkan pernyataan yang menimbulkan kontroversi. Dalam acara webinar bertajuk 'Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara', yang disiarkan di YouTube KemenPAN-RB, Rabu (2/9/2020), dia menyebut paham radikal masuk melalui orang yang berpenampilan baik.
"Cara masuk mereka gampang, pertama dikirimkan seorang anak yang good looking, penguasaan bahasa Arab bagus, hafiz, mulai masuk, ikut-ikut jadi imam, lama-orang orang situ bersimpati, diangkat jadi pengurus masjid. Kemudian mulai masuk temannya dan lain sebagainya, mulai masuk ide-ide yang tadi kita takutkan," ucapnya.
Ucapan ini menuai menuai kontroversi. Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily meminta Menag Fachrul tidak menggeneralisasi kemunculan paham radikalisme pada gejala tertentu. Menurut Ace pernyataan Menag soal penyebaran paham radikal di lingkungan pemerintahan oleh orang berpenampilan menarik tidak tepat.
"Jangan menggeneralisasi gejala munculnya paham radikalisme hanya pada suatu gejala tertentu," kata Ace kepada wartawan, Jumat (4/9/2020).
Ace mengatakan, jika Kemenag keliru mendeteksi gejala penyebaran paham radikalisme di masyarakat, akan berdampak pada kebijakan yang keliru. Dia mengatakan, banyak studi dan kajian penyebaran radikalisme, salah satunya media sosial.
"Sebaiknya Pak Menteri mempelajari dulu secara komprehensif berbagai kajian dan studi tentang bagaimana paham radikalisme itu menyebar," kata Ace.
Politikus Golkar ini mengakui lingkungan Kementerian dan BUMN berpotensi disusupi paham radikalisme. Cara mitigasinya, menurut Ace, dengan mengubah kebijakan Kementerian atau BUMN dengan menguasai masjid di tempat tersebut.
"Sebaiknya Menteri Agama bekerja sama dengan organisasi keagamaan yang memang sudah teruji soal pemahamanan keagamaannya yang moderat seperti NU atau Muhammadiyah," kata Ace.
Menteri Agama pun memberikan klarifikasi. Melalui Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag) Kamaruddin Amin, dijelaskan bahwa apa yang dikatakan Menag soal good looking itu hanya ilustrasi.
Menurut Amin, maksud dari Menag Fachrul yakni perlunya kehati-hatian pengelola rumah ibadah, terutama yang ada di lingkungan Pemerintah dan BUMN, agar mengetahui betul rekam jejak pandangan keagamaan jemaahnya.
"Statemen Menag tidak sedang menuduh siapapun. Menag hanya mengilustrasikan tentang pentingnya memagari agar ASN yang dipercaya mengelola rumah ibadah tidak memiliki pandangan keagamaan ekstrem bahkan radikal yang bertentangan dengan prinsip kebangsaan," ujar Kamaruddin Amin dalam keterangannya, Jumat (4/9/2020).
Menurutnya, statemen Menag tidak dalam konteks mengeneralisir. Sebab, pandangan itu disampaikan Menag dalam konteks seminar yang membahas Strategi Menangkal Radikalisme pada ASN.
"Jadi pandangan Menag itu disampaikan terkait bahasan menangkal radikalisme di ASN," kata dia.
Â