Kata Mereka yang Mulai Ragukan Covid-19

Ketua Satgas Penanganan Covid-19, Doni Monardo mengungkap ada lima provinsi yang warganya paling tidak percaya dengan wabah Covid-19.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Sep 2020, 09:01 WIB
Diterbitkan 05 Sep 2020, 09:01 WIB
Penumpang KRL Commuter Line di Stasiun Bekasi Ikuti Tes Swab PCR
Petugas medis menunjukkan sampel penumpang KRL Commuter Line saat tes swab dengan metode polymerase chain reaction (PCR) di Stasiun Bekasi, Selasa, (5/5/2020). Pemkot Bekasi melakukan tes swab secara massal setelah tiga penumpang KRL dari Bogor terdeteksi virus corona. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Satgas Penanganan Covid-19, Doni Monardo mengungkap ada lima provinsi yang warganya paling tidak percaya dengan wabah Covid-19.

Kelima provinsi itu adalah DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Kalimantan Selatan.

Mereka beranggapan tidak akan terinfeksi virus Corona. Hal ini diungkapkannya saat rapat dengan Komisi VIII DPR RI, Kamis 3 September 2020.

Seorang karyawan swasta, Fijai Smengaku sudah tidak percaya lagi dengan Covid-19. Menurut dia, Covid-19 hanyalah ladang bisnis yang menguntungkan sebagian pihak. Fijai mulai tidak percaya Covid-19 sejak Mei 2020. Saat itu Pemprov DKI Jakarta mewajibkan masyarakat yang mau masuk maupun keluar Jakarta memiliki Surat Izin Keluar Masuk (SIKM).

Syarat mendapatkan SIKM harus melampirkan surat hasil rapid test dan hasilnya harus nonreaktif. Sedangkan harga rapid test menurut Fijai cukup tinggi. Bahkan bisa mencapai Rp 700 sekali test pada saat itu dan masa berlakunya hanya 3 hari.

"Awal ada wabah Covid-19 itu saya percaya. Soalnya ada beritanya dan sudah diperjelas juga sama WHO soal wabah ini, tapi kok lama kelamaan di Indonesia malah jadi ladang bisnis ya?" ujar Fijai saat dihubungi Merdeka, Jumat 4 September 2020.

Meskipun sejak pertengahan Juli lalu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah menetapkan biaya tertinggi rapid test sebesar Rp 150 ribu serta mengubah masa berlaku rapid test menjadi 14 hari, pria 23 tahun ini sudah kadung tidak percaya. Selain itu, dia merasa pemerintah tidak terlalu terbuka tentang data pasien Covid-19. Khususnya data pasien yang meninggal dunia.

"Kasus meninggal tidak ada penjelasannya secara detail apakah karena positif Covid-19 atau bukan, jumlahnya juga meragukan," ujar Fijai.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Devy A, seorang mahasiswi salah satu universitas negeri di Bandung, Jawa Barat.

Devy mulai ragu terhadap wabah Covid-19. Ia melihat lama-kelamaan virus Corona hanya menjadi ladang bisnis karena semua negara sedang berlomba-lomba membuat vaksin.

Devy pun merasa, pandemi ini malah menjadi ajang untuk memperkaya orang-orang yang punya wewenang terhadap vaksin tersebut. Seharusnya, kata dia, vaksin Covid-19 ini tidak diperjualbelikan, apalagi dengan harga yang cukup tinggi.

Dia menilai, wabah Covid-19 merupakan bencana besar suatu negara. Oleh karena itu, negara punyai tanggung jawab penuh untuk melindungi rakyatnya.

"Di Indonesia juga lagi diujicobakan vaksinnya, nah katanya akan dikasih harga ratusan ribu. Kok malah diduitin? Ya memang sih untuk meneliti butuh biaya besar, tapi coba hitung, misalnya Rp 300 ribu dikali 30 juta warga Indonesia yang beli vaksinnya. Sudah berapa? 9 triliun. Belum lagi jumlah masyarakat kita ratusan juta," ujar Devy saat dihubungi Merdeka, Jumat 4 September. 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Mengkhawatirkan

Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Bakti Bawono Adisasmito, mengatakan kasus Covid-19 di Indonesia melonjak tajam akhir-akhir ini. Hingga Kamis 3 September 2020, kasus terkonfirmasi positif sudah mencapai 184.268 orang.

"Kondisi ini cukup mengkhawatirkan," kata Wiku dalam Talk Show Asupan Gizi Masyarakat di Tengah Pandemi yang disirkan melalui YouTube BNPB Indonesia, Jumat (4/9/2020).

Wiku menyebut, dalam sepekan terakhir, kasus positif Covid-19 nasional mengalami kenaikan sebesar 32,9 persen. Bahkan kemarin, kasus Covid-19 harian bertambah sebanyak 3.622 orang.

Kontribusi terbesar kasus positif Covid-19 di Indonesia dari empat provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.

"4 Provinsi ini yang berkontribusi terhadap 56 persen dari kasus kumulatif Covid-19 nasional," ujar Wiku.

Ruang Isolasi Hampir Penuh

Ruang isolasi di 67 rumah sakit atau RS rujukan Covid-19 di DKI Jakarta hampir penuh. Berdasarkan data 25 Agustus 2020, jumlah tempat tidur isolasi yang terpakai di Jakarta sebanyak 64 persen atau 2.851 unit dari total 4.456 unit yang tersedia.

Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Bakti Bawono Adisasmito, mengatakan pemerintah akan mendistribusikan pasien Covid-19 ke rumah sakit alternatif, termasuk Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet Kemayoran, bila ruang isolasi penuh.

"Tentunya kita akan mendistribusikan kasus-kasusnya ke rumah sakit yang lain, termasuk Rumah Sakit Atlet supaya ada penjenjangan tergantung dari berat ringannya kasus. Supaya tidak menjadi beban rumah sakit-rumah sakit yang ada," ujarnya saat dihubungi Merdeka, Senin (31/8/2020). 

Wiku mengatakan, nyaris penuhnya ruang isolasi di rumah sakit rujukan Covid-19 DKI Jakarta disebabkan kasus terus meningkat. Peningkatan kasus tidak lepas dari semakin meluasnya penularan Covid-19.

Guna menakan kasus Covid-19, dia meminta masyarakat patuh menjalankan protokol kesehatan. Yaitu, menggunakan masker, menjaga jarak aman minimal satu meter dan rajin mencuci tangan pakai sabun.

"Jadi ini harus bersama-sama menjalankan protokol kesehatan dengan ketat," ujar dia.

 

Reporter: Rifa Yusya Adilah

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya