Liputan6.com, Jakarta Penanganan bencana alam merupakan tugas bersama tidak hanya pemerintah melainkan lintas kementerian/lembaga, serta masyarakat.
Hal itu terungkap dalam Kunjungan Kerja Panitia Kerja Komisi VIII DPR RI mengenai Rancangan UU Tentang Penanggulangan Bencana ke Provinsi Sulawesi Selatan Masa Sidang I Tahun Sidang 2020-2021 tanggal 2-3 Oktober 2020.
Dalam Dialog dan Penyerapan Aspirasi dari daerah Sulawesi Selatan yang dihadiri oleh anggota Komisi VIII DPR RI, Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Juga, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Sosial RI, Dinas Sosial, LSM Pilar Nusantara, serta Forum PRB Sulawesi Selatan.
Advertisement
Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman menegaskan dalam penanggulangan bencana regulasi harus fleksibel dan cepat tanpa hambatan birokrasi antara kewenangan pemerintah pusat, Kabupaten/kota dan Provinsi.
“Saat banjir terjadi Luwu Utara ada sekitar 14 ribu kepala keluarga yang terdampak, Banjir di Jane Ponto, Palopo, Toraja dan Bantaeng dan peran dan dukungan dari BNPB sangat dirasakan,” ungkap Andi Sudirman Sulaiman.
Termasuk, peran BNPB terasa dalam penanggulangan dampak Covid-19 dengan membuat program, seperti hotel Duta Wisata Covid-19 dan Sewa Hotel untuk tangani pasien Orang Tanpa Gejala (OTG).
Ketua Tim Kunjungan Kerja (Kunker) Ihsan Yunus dari Komisi VIII DPR RI mengingatkan bahwa Potensi Alam Indonesia Kaya dan juga Potensi Bencana, Anugrah lama, harus bisa bersahabat dengan alam.
“DPR RI minta masukan untuk pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU tentang Penanggulangan Bencana (PB). Masih terjadi kendala koordinasi, perlu penguatan lembaga agar efektif dan efisien. Proses RUU PB versi pemerintah telah menjawab dan DIM akan dikompromi dan didiskusikan,” kata Ihsan.
Pada sesi penyerapan aspirasi oleh Ketua Tim Panja RUU Penanggulangan Bencana dirangkum berbagai masukan yang positif dan konstruktif dalam menghadapi bencana alam maupun sosial.
Direktur Bantuan Sosial Bencana Alam Kementerian Sosial RI, Syafei Nasution menyarankan fungsi kordinasi BNPB dan kepemimpinan BNPB harus seperti orkestra.
“Kementerian Sosial RI sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi), salah satunya menyiapkan logistik dan jaminal hidup (jadup) bagi para korban bencana,” ujar Syafei Nasution.
BNPB diwakili Kepala Biro Hukum, Zaherman Muabezi menyatakan, pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait Kepres No 12 tahun 2020 dan Perpres pengadaan barang dan jasa akan dibahas dengan BNPB.
“Terkait ketertiban administrasi dan nanti akan disampaikan jika terjadi pemeriksaan oleh BPK akan dikomunikssi dengan BNPB Pusat,” kata Zaherman.
BPBD Sulawesi Selatan diwakili oleh Nikmal menilai bahwa dana hibah BNPB proses pencairannya terlalu panjang dan baru akhir tahun bisa dicairkan. Misalnya, dalam pembangunan hunian bagi terdampak bencana bagi 14 ribu KK di Luwu Utara.
“Perlu sinergi regulasi cepat antara pemerintah pusat, BNPB, Kementerian PU dan pihak terkait untuk pembangunan dan pencairan dana hibah, sehingga perlu memangkas jalur birokrasi untuk bantuan terkait kebencanaan,” ujar Nikmal.
BAPPEDA Sulawesi Selatan diwakili Edi menyoroti regulasi Dana Tidak Terduga (DTT) yang belum diatur dan masih bersifat hibah sehingga Kemendagri perlu mengaturnya.
“Pemanfaatan DTT dengan laporan standar keuangan akutansi pemerintah. Terkait DTT, BPK dinilai saklek dengan regulasi sehingga banyak belanja DTT dianggap terindikasi sebagai temuan,” kata Edi.
LSM Pilar Nusantara hadir Syamsuddin Awing meminta perlu adanya pemetaan potensi bencana di Indonesia dan memasukkan unsur masyarakat dalam DIM.
Sedangkan, Forum PRB Sulawesi Selatan diwakili Leo Sambo menyatakan dana alokasi khusus harus ada di daerah provinsi/kab/kota; perlu masalah isu perempuan ; serta isu lingkungan hidup dalam RUU Penanggulangan Bencana.
(*)