Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal S Depari, mendesak Kapolri Jenderal Idham Azis mengambil langkah hukum terhadap anggotanya yang menghambat, menghalangi, dan mengintimidasi kerja wartawan.
"Tindak tegas oknum polisi yang melakukan perusakan, perampasan, dan penganiayaan kepada wartawan yang meliput unjuk rasa RUU Cipta Kerja," tulis Atal dalam keterangan pers diterima, Sabtu (10/10/2020).
Baca Juga
Menurutnya hal yang telah dilakukan oknum polisi tersebut termasuk tindakan menghambat kemerdekaan pers yang dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.
Advertisement
"Perbuatan tersebut dapat dianggap sebagai perbuatan kriminal dan diancam hukuman pidana dua tahun penjara," tegas Atal.
Sementara itu, Sekjen PWI Pusat Mirza Zulhadi menambahkan, pelanggaran terhadap kerja wartawan yang meliput unjuk rasa RUU Cipta Kerja diketahui tidak hanya terjadi di Jakarta.
"Laporan dari PWI-PWI di daerah hal yang sama juga terjadi di Medan, Lampung, Bandung, dan beberapa provinsi lain," ungkap dia.
Atas masifnya kejadian yang diterima rekan pewarta saat demo tolak RUU Cipta Kerja, Kamis, 8 Oktober kemarin, Mirza mengimbau pimpinan Polri memberikan pembinaan, pelatihan, dan pendidikan kepada polisi yang bertugas di lapangan bagaimana seharusnya menghadapi pers.
"Sehingga mereka paham bagaimana menghadapi pers di lapangan dan tidak main hakim sendiri yang merusak sendi-sendi demokrasi," Mirza menandasi.
 Â
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Polri Berikan Pembinaan
Atas masifnya kejadian yang diterima rekan pewarta saat demo tolak RUU Cipta Kerja, Kamis, 8 Oktober kemarin, Mirza mengimbau Kapolri memberikan pembinaan, pelatihan, dan pendidikan kepada polisi yang bertugas di lapangan bagaimana seharusnya menghadapi pers.
"Sehingga mereka paham bagaimana menghadapi pers di lapangan dan tidak main hakim sendiri yang merusak sendi-sendi demokrasi," Mirza menandasi.
Advertisement