Liputan6.com, Jakarta - Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, pihaknya kembali menangkap pelajar yang diduga memprovokasi dan menghasut demo RUU Cipta Kerja agar menjadi rusuh beberapa waktu lalu.
Dia menuturkan, penangkapan ini merupakan pengembangan kasus dari 143 tersangka yang sebelumnya diamankan karena diduga terlibat aksi kerusuhan, pembakaran, hingga penganiayaan terhadap petugas saat aksi demo tolak RUU Cipta Kerja.
Penyidik memeriksa handphone tersangka satu persatu, lalu menemukan Whatsapp Grup, yang diduga melakukan hasutan tersebut. Total ada 11 pelajar yang ditangkap.
Advertisement
"Semua total 11 orang yang kita amankan terdiri dari 10 tersangka satu rangkaian terkait STM Se-Jabodetabek. Sementara yang satu adalah anarko yang menghasut memakai instagram, dia juga anak STM, tapi masuk ke Anarko," kata dia, Selasa (27/10/2020).
Dia menerangkan, dari 11 orang tersebut ada yang masuk ke dalam Whatsapp Grup, ada yang merupakan konten kreatornya, ada pula sebagai admin.
Yusri menjelaskan, pihaknya menduga kreator dan admin inilah yang memprovokasi, menghasut, dan mengajak untuk berbuat anarkistis saat demo menolak RUU Cipta Kerja beberapa waktu lalu.
"Mereka memposting foto untuk mengajak anarkis," tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Disorot KPAI
Aksi unjuk rasa dengan agenda menolak RUU Cipta Kerja menyita perhatian masyarakat. Bukan hanya soal aksi dan orasi yang dilakukan, melainkan juga pesertanya.
Bagaimana tidak, unjuk rasa ini bukan saja panggung bagi para mahasiswa dan buruh.
Yang bikin masyarakat terhenyak adalah kehadiran para pelajar usia SMP-SMA dalam aksi unjuk rasa. Masyarakat tentu bertanya-tanya apa gerangan para pelajar mau turun ke jalan.
Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak Jasra Putra menyampaikan temuan pihaknya. Menurut dia, salah satunya adalah karena diajak oleh teman sebayanya.
Mereka, kata Jasra, ada juga yang tak tahu bahwa mereka diajak untuk ikut unjuk rasa.
Dia mengatakan, para pelajar banyak pula diajak para alumni sekolahnya dan ada yang beralasan reuni. Sehingga, kata Jasra, tidak menutup kemungkinan adanya tindakan eksploitasi memanfaatkan para pelajar dalam demo tolak Omnibus Law.
"Tahunya tidak jadi reuni tapi diajak demonstrasi. Jadi kalau memang ada dugaan-dugaan eksploitasi tentu kita berharap polisi ungkap," ujar Jasra.
Advertisement