Liputan6.com, Jakarta - Rencana kenaikan Anggaran Rancangan Kerja Tahunan (RKT) DPRD DKI sangat disayangkan. Ini dinilai akan memberatkan warga Jakarta. Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan, saat ini rakyat tengah menghadapi situasi sulit akibat pandemi Covid-19 yang mengakibatkan pendapatan menurun. Pandemi pun, kata dia, turut berdampak pada berkurangnya pendapatan daerah dari sektor pajak.
"Kalau dipaksakan juga, kasihan rakyat karena yang namanya gaji anggota dewan dengan kepala daerah itu rakyat yang nanggung," ujar Uchok di Jakarta, Rabu (2/12/2020).
Pemprov DKI Jakarta diketahui mengusulkan nilai KUA-PPAS untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2021 sebesar Rp 82,5 triliun. Dalam KUA-PPAS itu, terdapat kenaikan anggaran untuk Rencana Kerja Tahunan (RKT) DPRD DKI Jakarta yang mencapai Rp 888.681.846.000.
Advertisement
Bila dibagi dengan 106 anggota DPRD DKI, maka total anggaran yang diajukan untuk tahun 2021 mencapai Rp 8.383.791.000 per anggota DPRD. Rinciannya, pendapatan langsung Rp 173.249.250/bulan, pendapatan tidak langsung 1, Rp 143.400.000/bulan, pendapatan tidak langsung 2, Rp 264.000.000/tahun, kegiatan reses dan sosialisasi Rp 4.320.000.000/tahun.
Jumlah itu melonjak drastis dibandingkan APBD DKI 2020 yang hanya Rp 152.329.612.000 per tahun. Salah satu pos anggaran yang membuat anggaran pegawai DPRD DKI 2021 melambung adalah meroketnya gaji dan tunjangan anggota DPRD.
Tahun ini, 101 anggota DPRD DKI Jakarta mendapatkan total gaji dan tunjangan sebesar Rp 129 juta. Setelah dipotong pajak penghasilan (PPh) Rp 18 juta, gaji bersih mereka mencapai Rp 111 juta. Sedangkan, dalam RKT DPRD DKI 2021, setiap anggota akan mendapatkan gaji bulanan Rp 173.249.250 sebelum dipotong pajak penghasilan (PPh).
Melihat angka-angka tersebut, Uchok menyebut rencana kenaikan anggaran DPRD sebenarnya layak dipertanyakan. Sebab, seiring berkurangnya pendapatan daerah dari sektor pajak akibat pandemi, akan membuat banyak proyek Pemprov DKI terbengkalai.
"Karena dananya (untuk proyek) tidak ada karena ekonomi belum membaik," kata dia.
Lagipula, kata dia, Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta tahun ini merosot. Merosotnya PAD DKI itu sempat disampaikan Gubernur Anies Baswedan dalam Rapat Musyawarah Pembangunan (Musrembang) April lalu. Saat itu kata Anies, PAD DKI merosot hingga 53%.
Terlebih lagi, menurut Anies, pendapatan utama DKI Jakarta memang mengandalkan pajak. Oleh karena itu, Uchok menilai fungsi pengawasan dari DPRD DKI tidak akan terlalu dibutuhkan tahun depan karena proyek-proyek Pemprov diprediksi akan banyak yang terbengkalai.
"Artinya lagi, anggota dewan tidak akan ada kerjaan besok. Apa yang mau diawasi?" ujar dia.
Ia pun menyarankan, bila DPRD DKI bersikukuh mengesahkan penambahan Rancangan Kerja Tahunan (RKT) tahun 2021, maka Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) harus turun tangan.
"Kita minta Mendagri Tito Karnavian untuk merevisi banyak kegiatan dalam anggaran DPRD," kata Uchok.
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Rincian Anggaran
Berikut perbandingan rincian rancangan anggaran RKT untuk setiap anggota DPRD DKI Jakarta pada 2021 dan 2020:
Pendapatan langsung:
1. Uang representasi : Rp 2.250.000/bulan (2020 Rp 2.200.000/bulan)Â
2. Uang paket : Rp 225.000/bulan, (2020 Rp 225.000/bulan)Â
3. Tunjangan keluarga : Rp 315.000/bulan, (2020 Rp 315.000/bulan)Â
4. Tunjangan jabatan: RP 3.262.500/ bulan, (2020 Rp 3.200.000 juta/bulan)Â
5. Tunjangan beras: Rp 240.000/bulan (2020 Rp 153.920/bulan)Â Â
6. Tunjangan komisi: Rp 326.250/bulan (2020 Rp 130.000 /bulan)Â Â
7. Tunjangan badan: Rp 130.500/bulan (2020 tidak ada)Â
8. Tunjangan perumahan: Rp 110.000.000/bulan (2020 Rp 60.000.000/bulan)Â
9. Tunjangan komunikasi: Rp 21.500.000/bulan (2020 Rp 21.000.000/bulan)Â
10. Tunjangan transportasi: Rp 35.000.000 per bulan (2020 Rp 21.500.000/bulan)Â
Total: Rp 173.249.250 per bulan (2020: Rp 108.723.920/bulan)
Satu tahun: Rp 2.078.991.000Â
Pendapatan tidak langsung (1):
1. Kunjungan dalam provinsi: Rp 14.000.000 per bulan (2020 tidak ada)Â
2. Kunjungan luar provinsi: Rp 80.000.000 per bulan (2020 tidak ada)Â
3. Kunjungan lapangan komisi: Rp 14.000.000 per bulan (2020 tidak ada)Â
4. Rapat kerja dengan eksekutif:Rp 6.000.000 per bulan (2020 tidak ada)Â
5. Tunjangan sosperda: Rp 16.800.000 per bulan (2020 tidak ada)Â
6. Tunjangan ranperda: Rp 4.200.000 per bulan (2020 tidak ada)Â
7. Tunjangan sosial kebangsaan: Rp 8.400.000 per bulan (2020 Tunjangan alat kelengkapan dewan (banggar/bamus/BK/balegda): Rp 130.500/bulan)Â
Total: Rp 143.400.000 per bulan (2020: Rp 130.000/bulan)Â
Satu tahun: Rp 1.720.800.000Â
Pendapatan tidak langsung (2):Â
1. Bimtek sekwan (luar daerah): Rp 60.000.000 dalam satu tahun (2020 tidak ada)Â
2. Bimtek fraksi (luar daerah): Rp 60.000.000 dalam satu tahun (2020 tidak ada)Â
3. Tunjangan reses: 144.000.000 dalam satu tahun (2020 Rp 21 juta/bulan = Rp 252.000.000/tahun)Â Â
Total: Rp 264.000.000 dalam satu tahun (2020: Rp 252.000.000/tahun)Â
Kegiatan sosialisasi dan reses:Â
1. Sosialisasi rancangan perda: Rp 40.000.000 per bulan (2020 tidak ada)Â
2. Sosialisasi Perda: Rp 160.000.000 per bulan (2020 tidak ada)Â
3. Sosialisasi kebangsaan: Rp 80.000.000 per bulan (2020 tidak ada)Â
4. Reses: 960.000.000/tahun Â
Total: 4.320.000.000 dalam satu tahun Â
Total keseluruhan dalam satu tahun:Â 2021 Rp 8.383.791.000 (2020 Rp 1.300.253.040)
Â
Â
Advertisement