Liputan6.com, Jakarta - Organisasi masyarakat atau ormas Front Pembela Islam atau FPI telah resmi dibubarkan pemerintah melalui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md.
Mahfud Md menyebut segala kegiatan yang mengatasnamakan FPI kini dilarang.
Advertisement
Baca Juga
"Kepada aparat pemerintah pusat dan daerah, kalau ada organisasi yang mengatasnamakan FPI itu harus ditolak, karena legal standing-nya tidak ada, terhitung hari ini," ujar Mahfud di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Rabu, 30 Desember 2020.
Advertisement
Mahfud menjelaskan, landasan pelarangan kegiatan FPI, sejak 21 Juni 2019 secara de jure, FPI telah bubar sebagai ormas.
Rupanya, FPI bukanlah satu-satunya ormas yang dibubarkan di era pemerintah kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menjadi ormas yang dibubarkan pertama kali oleh pemerintah Jokowi pada 2017.
Aktivitas HTI dikatakan pemerintah nyata-nyata telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat serta membahayakan keutuhan NKRI.
"Mencermati berbagai pertimbangan serta menyerap aspirasi masyarakat, pemerintah perlu mengambil langkah–langkah hukum secara tegas untuk membubarkan HTI," kata Menko Polhukam Wiranto kala itu di kantornya, Senin, 8 Mei 2017.
Berikut ulasan tentang 2 ormas yang dibubarkan di era pemerintah kepemimpinan Presiden Jokowi:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)
Pemerintah memastikan kegiatan yang dilaksanakan ormas HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Sehingga ini bertentangan dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
Aktivitas HTI dikatakan pemerintah nyata-nyata telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat serta membahayakan keutuhan NKRI.
"Mencermati berbagai pertimbangan serta menyerap aspirasi masyarakat, pemerintah perlu mengambil langkah–langkah hukum secara tegas untuk membubarkan HTI," kata Menko Polhukam Wiranto kala itu udi kantornya, Senin, 8 Mei 2017.
Dia menjelaskan, alasan lain mengusulkan pembubaran HTI dikarenakan meski merupakan ormas berbadan hukum. Lalu, HTI dianggap tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.
"Keputusan ini diambil bukan berarti Pemerintah anti terhadap ormas Islam, namun semata-mata dalam rangka merawat dan menjaga keutuhan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945," kata Wiranto.
Berkas pembubaran HTI akhirnya masuk ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pada pertengahan 2018, majelis hakim PTUN mengesahkan putusan pemerintah soal pembubaran ormas HTI.
Lewat pertimbangannya, majelis hakim menilai HTI terbukti telah menyebarkan paham kekhilafahan di Indonesia yang bertentangan dengan Pancasila.
"Menimbang bahwa penggugat (HTI) sudah terbukti ingin mendirikan negara Khilafah Islamiyah di NKRI dalam bentuk aksi dan bukan hanya konsep/pemikiran, maka menurut majelis hakim tindakan penggugat sudah bertentangan dengan Pancasila khususnya sila ketiga persatuan Indonesia, yaitu rasa nasionalisme," ujar ketua majelis hakim Tri Cahya Indra Permana di ruang sidang utama PTUN Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Senin, 7 Mei 2018.
Hakim menegaskan, keberadaan HTI telah bertentangan dgn undang-undang berlaku pada pasal 59 ayat 4 huruf c Perppu Ormas.
"HTI terbukti bahwa paham diperjuangkan penggugat bertentangan dengan Pancasila," lanjut hakim membacakan pertimbangan.
Selain itu, hakim menimbang dalam pembentukannya, HTI telah salah dengan mendaftarkan keanggotaan berbadan hukumnya sebagai organisasi massa dan bukan partai politik. Padahal, merujuk pada sejarahnya, Hizbut Tahrir adalah sebuah badan partai politik dunia dalam naungan global political party.
"Menimbang bahwa majelis hakim yakin bahwa HTI adalah parpol, tidak berupa kelompok dakwah semata tetapi menyusun Undang Undang Dasar dan bagi Hizbut Tahrir penyusunan tersebut adalah gambaran bila saat nanti Khilafah Islamiyah sedunia ditegakkan," jelas hakim.
Karenanya, Pengadilan Tata Usaha Negara menolak gugatan Hizbut Tahrir Indonesia atau HTI atas Menteri Hukum dan HAM. Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM terkait pembubaran HTI juga tetap berlaku dan ormas itu tetap dibubarkan.
"Menolak permohonan penundaan surat keputusan yang diajukan penggugat, dalam eksepsi menyatakan eksepsi tergugat tidak diterima untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim, Tri Cahya Indra Permana sambil mengetuk palu sidang.
Advertisement
Front Pembela Islam (FPI)
Kini, pemerintah kembali memutuskan untuk melarang dan menghentikan kegiatan yang digelar oleh FPI. Hal tersebut mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 82-PUU/11/2013.
"Tertanggal 23 Desember 2014, pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI karena FPI tidak lagi memiliki legal standing sebagai ormas atau organisasi biasa," kata Menko Polhukam, Mahfud MD, dalam jumpa pers di Kemenko Polhukam, Rabu, 30 Desember 2020.
Ditambahkan Mahfud, dengan tidak adanya legal standing, kepada pemerintah pusat maupun daerah bila mana ada organisasi mengatasnamakan FPI melakukan kegiatan maka harus ditolak.
"Itu dianggap tidak ada harus ditolak, terhitung hari ini," kata dia.
Mahfud menambahkan, sejak 20 Juni 2019, FPI secara de jure sudah bubar sebagai ormas. Tetapi sebagai organisasi FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar dan bertentangan dengan hukum.
"Sebagai organisasi FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan dan bertentangan dengan hukum, seperti tindak kekerasan, sweeping, razia secara sepihak, provokasi dan sebagainya," terang Mahfud.
Dalam kesempatan yang sama, Wamenkum HAM Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiriaej juga kembali menekankan soal status FPI.
"FPI organisasi yang tidak terdaftar sebagai ormas, sehingga dinyatakan telah bubar," jelas Edward.
Reporter: Fikri Faqih
Sumber: Merdeka
Pencopotan Baliho Rizieq Shihab dan Wacana Pembubaran FPI
Advertisement