Perpres BRIN Belum Terbit, DPR Ingatkan Pemerintah Perhatikan Nasib Peneliti

Akibat aturan tersebut terdapat lebih dari 500 peneliti, termasuk perekayasa, terkena penalti.

oleh Yopi Makdori diperbarui 30 Jan 2021, 12:05 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2021, 12:05 WIB
FOTO: LIPI Pamerkan Drone Pendeteksi Kerumunan Masa Saat Pilkada
Peneliti LIPI Dr. Edi Kurniawan menunjukkan drone physical distancing di Puspitek Serpong, Banten, Senin (26/10/2020). Drone ini bisa digunakan untuk kebutuhan beragam seperti pada bencana maupun mendeteksi tingkat kemacetan. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto mendesak pemerintah untuk memperhatikan nasib para peneliti. Hal ini menyusul dengan penataan kelembagaan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN). Pasalnya, hingga saat ini Perpres BRIN belum diterbitkan, namun unit organisasi penelitian di Kementerian/Lembaga (K/L) sudah akan dihapus, termasuk di Badan Keahlian DPR RI.

Menurut Mulyanto hal itu tentu membuat resah para peneliti sebab terkait dengan masa depan karier mereka. Dia menambahkan, pemerintah harus lebih berhati-hati membuat aturan lembaga terkait peneliti ini. Sebab sebelumnya ada preseden buruk bagi para peneliti, melalui UU ASN (aparatur sipil negara) dan peraturan turunnya terkait dengan klausul batas usia pensiun.

Akibat aturan tersebut terdapat lebih dari 500 peneliti, termasuk perekayasa, terkena penalti. Peneliti yang usianya terkena batas itu langsung pensiun, tanpa ada pengaturan yang bersifat transisional.

Kondisi sekarang akan lebih parah, sebab jumlah peneliti yang ada di K/L lebih dari 500 orang. Karena unit kerja penelitian mereka akan dihapus, mereka diminta untuk sementara pindah ke unit kerja lain yang non-penelitian. Nanti, setelah Perpres BRIN terbit barulah ditentukan kembali unit kerja mereka, apakah bergabung dengan BRIN atau tidak.

"Kami akan upayakan Pemerintah untuk lebih cermat terkait pembentukan lembaga BRIN ini. Sejak beberapa bulan lalu PKS gencar menyuarakan agar Pemerintah segera mengeluarkan Perpres agar pihak terkait mempunyai dasar hukum yang dapat menjadi acuan," kata Mulyanto dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/1/2021).

Dia menyebut Perpres BRIN sendiri hampir dua tahun ini digodok dan belum juga terbit. Akibatnya kelembagaan, SDM, anggaran dan program Kemenristek/BRIN berjalan secara tersendat-sendat.

"Tanpa legalitas kelembagaan, maka secara birokratis unsur-unsur organisasi menjadi bersifat sementara. Hal lain yang juga meresahkan pegawai di lingkungan Kemenristek/BRIN," sebutnya.

Sementara itu menurut data LIPI tahun 2018, jumlah pejabat fungsional peneliti ada sebanyak 9.661 orang. Dari jumlah tersebut, peneliti terbanyak bekerja di Badan Litbang, Kementerian Pertanian sejumlah 1.850 orang atau sebesar 19 persen. Baru setelah itu adalah peneliti yang ada di LIPI sejumlah 1.715 orang atau sebesar 18 persen dari total peneliti yang ada di K/L.

Memang ada tren kenaikan kuantitas sejak 2010. Pada 2010 jumlah peneliti di Indonesia mencapai 7.502 orang, pada 2012 berjumlah 8.075 orang. Angka terus meningkat menjadi 9.128 orang pada 2014.

Namun demikian bila dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN misalnya, jumlah peneliti Indonesia menurut Mulyanto masih terbilang sedikit. Rasio jumlah peneliti dengan jumlah penduduk di Singapura adalah lebih dari tujuh ribu peneliti per satu juta penduduk. Sedangkan di Malaysia sebanyak 2.590 peneliti per satu juta penduduk.

Sementara di Indonesia, rasionya hanya sebesar 1.071 peneliti per satu juta penduduk. Angka rasio ini pun sudah termasuk dosen di perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Jangan Telantarkan Peneliti

Karena itu menurut Mulyanto, sudah sepantasnya Pemerintah Indonesia menghargai keberadaan para peneliti yang jumlahnya terbatas itu. Jangan malah sebaliknya menelantarkan nasib mereka.

"Tanpa adanya para peneliti ini mustahil Indonesia mampu mengembangkan keunggulan kompetitif nasional dan masuk menjadi negara berbasis inovasi (innovation driven economy), yang keluar dari ketergantungan atas sumber daya alam yang kian menipis," tandas Mulyanto.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya