Alasan KPK Belum Periksa Sekjen KKP Terkait Kasus Perizinan Ekspor Benur

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan alasan Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Antam Novambar belum diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster (benur) di KKP.

oleh Nila Chrisna Yulika diperbarui 24 Mar 2021, 22:28 WIB
Diterbitkan 24 Mar 2021, 22:28 WIB
FOTO: Dugaan Suap Penetapan Calon Eksportir Benih Lobster, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo Ditahan KPK
Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo (tengah) digiring petugas usai rilis penetapan tersangka kasus dugaan suap penetapan calon eksportir benih lobster di Gedung KPK Jakarta, Kamis (26/11/2020). Sebelumnya, Edhy ditangkap KPK usai lawatan ke Amerika. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan alasan Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Antam Novambar belum diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster (benur) di KKP.

KPK menyebut bahwa sudah memiliki cukup bukti dalam kasus yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP) dan kawan-kawan tersebut.

"Saksi yang diperlukan itu perlu atau tidak. Sebenarnya kemarin tidak perlu memanggil Irjen (KKP) dan Sekjen (KKP) pun sudah cukup, karena rangkaian aliran dari administrasi itu sudah jelas," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (24/3/2021).

Sebelumnya, Antam telah dipanggil KPK pada Rabu (17/3/2021), namun tidak memenuhi panggilan. KPK telah merampungkan penyidikan untuk tersangka Edhy dan lainnya.

Dengan rampungnya penyidikan Edhy dan kawan-kawan tersebut, berarti tidak ada lagi pemeriksaan saksi-saksi.

"Memang pada hari ini sudah P21, sudah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum untuk segera disidangkan," ujar Karyoto seperti dikutip dari Antara.

KPK pada Rabu (17/3/2021) telah memanggil Antam dan Irjen KKP Muhammad Yusuf untuk diperiksa sebagai saksi. Namun, hanya Yusuf yang memenuhi panggilan KPK.

Sedangkan Antam telah mengonfirmasi ke KPK secara tertulis tidak dapat hadir, karena sedang melaksanakan kegiatan dinas luar kota yang telah terjadwal sebelumnya.

Yusuf saat itu dikonfirmasi penyidik mengenai adanya kebijakan tersangka Edhy, agar pihak eksportir yang mendapatkan izin ekspor benur membuat bank garansi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Sita Uang Rp 52,3 Miliar

Pada Senin (15/3/2021), KPK menyita uang sekitar Rp 52,3 miliar dalam penyidikan kasus tersebut. KPK menduga sumber uang tersebut berasal dari para eksportir yang mendapatkan izin ekspor benur di KKP Tahun 2020.

Tersangka Edhy diduga memerintahkan Sekjen KKP agar membuat surat perintah tertulis terkait dengan penarikan jaminan bank (bank garansi) dari para eksportir kepada Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP.

Selanjutnya, Kepala BKIPM KKP memerintahkan Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno-Hatta untuk menerima bank garansi tersebut.

Adapun total uang yang terkumpul dari aturan tersebut sekitar Rp52,3 miliar yang telah disita KPK.

KPK menyebut aturan penyerahan jaminan bank dari para eksportir sebagai bentuk komitmen dari pelaksanaan ekspor benur tersebut diduga tidak pernah ada.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya