Liputan6.com, Jakarta - Pengamat politik Universitas Nasional Firdaus Syam menilai, pemerintah tidak bisa lepas tangan atas kekisruhan yang terjadi di dalam tubuh Partai Demokrat.
Seperti diketahui, saat ini Partai Demokrat terbagi menjadi 2 kubu, yaitu pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono dan versi kongres luar biasa (KLB) Sumatera Utara oleh Moeldoko.
Firdaus menilai, konstitusi Indonesia memberikan pengakuan terhadap partai politik. Dan melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), kata dia, setiap partai politik terdaftar harus melalui proses yang benar.
Advertisement
"Kalau pemerintah mengatakan tidak ikut campur dalam urusan partai politik, tidak masalah dalam artian tidak mengintervensi proses internal di dalamnya. Namun, jika berbicara konteks kehidupan politik bernegara, pemerintah harus bertanggungjawab. Hal tersebut merupakan bentuk dari proses untuk mengakui organisasi politik yang sah," ujar Firdaus Syam saat dihubungi Liputan6.com, Minggu, 28 Maret 2021.
Ia menyampaikan, politik dalam konstruksi demokrasi modern, apapun permainan politik sebagai sebuah seni, harus tunduk kepada kesepakatan bersama, yakni konstitusi dan Undang-Undang yang berlaku.
"Melihat KLB di Sibolangit, menurut saya tidak memenuhi persyaratan politik dalam demokrasi modern. Ini tidak sesuai dengan tradisi budaya politik modern yang berkeadaban penuh etika juga penghormatan terhadap konstitusi," terang Firdaus.
Kemudian, dia beranggapan bahwa KLB Partai Demokrat ini sangat tidak etis bagi stabilitas politik dan pendidikan politik yang tidak baik bagi proses penguatan demokrasi kedepan.
"Ini juga ujian terhadap pemerintah, karena pemerintah mempunyai andil dalam memperkuat demokrasi yang memberikan keteladanan bagi masyarakat," papar Firdaus.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bila KLB Sumut Disahkan
Menurut Firdaus, saat ini, melihat perkembangan dualisme di Partai Demokrat dan hasil KLB Sumut sudah diserahkan ke Kemenkumham, maka artinya hanya tinggal menunggu keputusan saja.
Firdaus menilai, seandainya KLB Sumut disahkan atau mendapat legitimas, maka ini akan membuat runtuhnya demokrasi di Indonesia secara sistemik.
"Kita ketahui munas Golkar ada masalah, Muktamar PPP juga bermasalah, yang terakhir PAN mengalami serupa. Kalau hal tersebut dibiarkan terus-menerus, maka saya sebutkan ini merupakan tragedi runtuhnya demokrasi di Indonesia," terang Firdaus.
Dia juga menegaskan, pemerintah harus meninggalkan sejarah politik yang baik untuk masa depan. Dia menilai, politik bukan hanya berbicara kepentingan, namun di dalamnya ada etika dan moral.
"Kita harus menjunjung penghargaan politik, dan cara-cara merebut partai politik seperti ini bukan termasuk contoh yang baik," jelas Firdaus.
Sementara itu, sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud Md berbicara mengenai Partai Demokrat yang terbelah menjadi dua kubu antara Agus Harimurti Yudhoyono dan Moeldoko. Dia mengatakan, bahwa pecahnya sebuah partai politik merupakan konsekuensi dari demokrasi.
"Enggak boleh tuh partai pecah. Lah ini demokrasi, kalau kita ikut ke dalam berarti kita ini merusak demokrasi. Ribut sendiri kok kita disuruh (ikut campur) ini," kata Mahfud Md dalam diskusi Justice and Democracy di acara MMD initiative, Sabtu, 27 Maret 2021.
Menurutnya, pemerintah hanya mencegah demokrasi yang menjurus ke kriminalitas. Sehingga, jika kasusnya hanya parpol yang terbelah, pemerintah tidak ikut campur.
"Kita menjaga kriminalitas dan keamanannya saja. Kalau tidak ada kriminal, kalau hanya ingin orang, tidak puas lalu ingin mendirikan partai baru dengan alasan apapun, sejauh belum ada legalitas yang dimintakan dan diberikan oleh pemerintah, kan kita tidak boleh ikut campur," jelasnya.
Mahfud menegaskan, pemerintah tidak ikut campur soal konflik partai Demokrat. Dia bilang, tak ada alasan juga bila pemerintah ikut campur.
"Kalau kita ikut campur, taruh lah Partai Demokrat sekarang, masa kita ikut campur. Gimana caranya ikut campur, alasannya apa? Katakan itu sempalan, yang katakan sempalan siapa, orang enggak mendaftar ke pemerintah. Itu kan di opini di publik," ujarnya.
Lebih lanjut, bila pemerintah ikut campur masalah partai Demokrat, maka sama saja seperti orde baru. Dia bilang, hal itu justru merusak demokrasi.
"Pemerintah melakukan intervensi seperti itu? Bisa. Seperti yang dilakukan orde baru tetapi lalu rame-rame. Ada demokrasi tujuannya membebaskan, integrasi, itu mengintervensi akhirnya. Untuk menjaga integrasi kamu jangan ribut, saya tentukan begini, itu sudah merusak demokrasi," tegas dia.
Â
(Syauyiid Alamsyah)
Advertisement