Liputan6.com, Jakarta - Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadan menyampaikan, pihaknya belum menerbitkan surat perintah penahanan terhadap mantan Sekretaris Front Pembela Islam (FPI) Munarman.
Sejauh ini, proses hukum terhadap Munarman baru sampai pada penetapan tersangka kasus terorisme dan surat penangkapan.
Baca Juga
"Untuk penetapan tanggal 20 April 2021 kemudian surat perintah penangkapan tanggal 27," tutur Ahmad kepada wartawan, Kamis (29/4/2021).
Advertisement
Menurut Ahmad, dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, penangkapan kasus-kasus terorisme diatur di dalam pasal 28 ayat 1 yakni penangkapan berlaku selama 14 hari terhadap orang yang diduga melakukan tindakan aksi terorisme. Kemudian pada ayat 2, apabila dibutuhkan maka akan dilakukan penambahan selama 7 hari.
"Artinya penyidik Densus 88 memiliki tenggat waktu 21 hari untuk melakukan proses pendalaman. Kemudian kami sampaikan dalam surat perintah penangkapan, pasal yang dipersangkakan kepada tersangka M adalah pasal 14 juncto pasal 7 dan atau pasal 15 juncto pasal 7 UU Nomor 5 tahun 2018," jelas dia.
Untuk surat perintah penangkapan dan pemberitahuan penangkapan, lanjut Ahmad, telah disampaikan, diterima, serta ditandatangani istri Munarman.
"Terkait dengan surat perintah penahanan, kami tegaskan penyidik Densus belum mengeluarkan surat perintah penahanan. Karena yang bersangkutan masih dalam proses penangkapan," Ahmad menandaskan.
Munarman digelandang Tim Densus 88 Antiteror Polri dari kediamannya, Perumahan Modern Hills, Cinangka l Pamulang, Tangerang Selatan, Selasa 27 April 2021. Selama menjalani pemeriksaan, dia ditahan di Rutan Narkoba Polda Metro Jaya.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Polri: Munarman Berstatus Tersangka Dugaan Pidana Terorisme
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan memyampaikan, mantan Sekretaris Front Pembela Islam (FPI) Munarman telah ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan tindak pidana terorisme sebelum dilakukan penangkapan di kediamannya, Pamulang, Tangerang Selatan.
"Sudah, dia sudah tersangka. Sebelum ditangkap dia sudah tersangka," tutur Ahmad di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (28/4/2021).
Sebab itu, kata Ramadhan, penangkapan yang dilakukan Tim Densus 88 Antiteror Polri terhadap Munarman menerapkan standar penangakapan terduga teroris.
"Dalam hukum ada ajas persamaan di muka hukum. Pertanyaannya kan semua pelaku teror juga ditutup matanya. Kenapa begitu Munarman kok pada ribut? Sama perlakuan terhadap semua orang untuk kasus terorisme," jelas Ahmad.
Anggota tim hukum mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI)Â Munarman, Aziz Yanuar menyayangkan tudingan polisi terhadap kliennya yang disebut terlibat kelompok teror. Menurut Aziz, FPI sendiri sudah melepaskan citra kekerasannya sejak 2010 silam.
Acara razia maksiat yang sebelumnya santer digalakkan oleh FPI sejak 11 tahun silam resmi ditinggalkan.
"FPI sejak 2010-2014 itu sudah mengubah paradigma kekerasannya, paradigma sweeping-nya ya menjadi aktivitas kemanusiaan. Aktivitas advokasi yang itu sangat humanis," ujar Aziz dalam sebuah siaran langsung di kanal Youtube pada Selasa malam (27/4/2021).
Menurutnya hal itu justru berkat desakkan Munarman. "Itu atas inisiasi dan desakan serta arahan dari Pak Munarman sendiri," katanya.
Sejak saat itu pola FPI dalam mengamalkan amar ma'ruf nahi munkar berubah lebih mengedepankan norma hukum.
"Artinya norma hukum dikedepankan, dia mendahului kekerasan, mendahului aktivitas-aktivitas tidak konstitusional. Itu atas inisiasi dan juga desakan dorongan dari Pak Munarman," ucapnya
Advertisement