ICW Laporkan Ketua KPK Firli ke Bareskrim Terkait Dugaan Gratifikasi Sewa Helikopter

Dugaan gratifikasi itu, karena adanya informasi soal biaya sewa helikopter yang berbeda dengan pernyataan Firli Bahuri.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 03 Jun 2021, 15:42 WIB
Diterbitkan 03 Jun 2021, 15:41 WIB
FOTO: Ketua KPK Umumkan 75 Pegawai Tidak Lolos Tes Wawasan Kebangsaan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Firli Bahuri saat mengumumkan hasil penilaian dalam rangka pengalihan status kepegawaian di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/5/2021). Dari 1.351 pegawai KPK yang mengikuti tes wawasan kebangsaan, 75 orang tidak lulus. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) resmi melaporkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri ke Bareskrim Polri. Pelaporan itu terkait dugaan penerimaan gratifikasi saat penyewaan helikopter.

"ICW pada hari ini kami menyampaikan informasi dan laporan terkait dengan dugaan kasus penerimaan gratifikasi yang diterima oleh ketua KPK Firli Bahuri terkait dengan penyewaan helikopter," ucap peneliti ICW, Wana Alamsyah kepada wartawan, Kamis (3/6/2021).

Dugaan gratifikasi itu, kata Wana, karena adanya informasi soal biaya sewa helikopter yang berbeda dengan pernyataan Firli. Saat proses sidang etik di Dewan Pengawas (Dewas), Firli menyebut harga sewa helikopter per jamnya sekitar Rp 7 juta. Sehingga, selama 4 jam menyewa tagihan yang harus dibayar sekitar Rp 30,8 juta.

"Tapi kemudian kita mendapatkan informasi lain dari penyedia jasa lainnya, bahwa harga sewa per jamnya, yaitu 2.750 USD, atau sekitar Rp 39,1 juta rupiah," kata Wana.

Apabila ditotal, lanjut Wana, kocek yang seharusnya dikeluarkan Firli untuk menyewa helikopter tersebut sebesar Rp 172,3 juta untuk empat jam penerbangan. Jika mengacu pada harga sewa temuan ICW sebesar Rp 39,1 juta. Sehingga ada dugaan perbedaan antara pengakuan Firli dengan informasi yang didapat tersebut.

Bahkan, Wana menduga dalam penyewaan helikopter itu juga diduga ada konflik kepentingan. Di mana, salah satu komisaris PT Air Pasific Utama selaku pemilik jasa penyewaan helikopter itu pernah dipanggil menjadi saksi dalam kasus izin Meikarta yang ditangani KPK.

Dengan dasar-dasar itulah, Wana melaporkan Firli. Sehingga, nantinya Polri yang akan mengusut ada tidaknya tindak pidana gratifikasi atas penggunaan helikopter yang digunakan Firli.

"Kami menganggap bahwa dan mengidentifikasi bahwa apa yang telah dilakukan Firli Bahuri, terkait dengan dugaan penerimaan gratifikasi ini telah masuk dalam unsur-unsur pasal 12 B Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 juncto Undang-Undang nomor 20 tahun 2001," tandas dia.

Sebelumnya, Firli Bahuri kena sanksi gara-gara naik heli. Dewan Pengawas KPK menjatuhi Firli sanksi ringan berupa teguran tertulis 2. Ketua KPK itu terbukti melanggar kode etik karena memakai helikopter milik PT Air Pasifik Utama.

Helikopter mewah itu digunakan Firli Bahuri dan keluarga untuk perjalanan dari Palembang ke Baturaja dan Baturaja ke Palembang, Sumatera Selatan, pada Sabtu, 20 Juni 2020 dan perjalanan dari Palembang ke Jakarta pada Minggu, 21 Juni 2020.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Menengok Makam Orangtua

Helikopter itu menurut keterangan Firli digunakan saat menengok makam orangtua di Baturaja. Helikopter itu disewa Rp 7 juta per jam. Orang yang mengatur penyewaan helikopter adalah ajudan Firli bernama Kevin.

Penggunaan helikopter itu karena Firli ingin segera mengikuti rapat di Kementerian Politik, Hukum dan HAM (Polhukam) pada Senin, 22 Juni 2020 seperti yang diminta oleh Luhut Binsar Panjaitan.

Dalam sidang etik, Kamis (24/9), Ketua Majelis Etik Tumpak Hatorangan Panggabean menyatakan Firli tidak mengindahkan kewajiban dan menunjukkan keteladanan seperti diatur pasal 4 ayat 1 huruf n dan pasal 8 ayat 1 huruf f peraturan Dewan Pengawas No 02/2020 tentang penegakan kode etik dan pedoman perilaku KPK.

Meski begitu, Dewas KPK menyatakan tidak menemukan adanya dugaan penerimaan gratifikasi atau diskon dari helikopter yang digunakan Firli. Hal tersebut telah diklarifikasi oleh Firli dan pihak PT Air Pasifik Utama.

"Semua yang disampaikan sudah diperiksa dalam klarifikasi tidak ditemukan adanya pembuktian tentang pertemuan antara yang bersangkutan dengan seseorang dari pihak penyedia jasa penerbangan. Pun pihak penyedia sudah memberikan keterangan yang jelas bahwa semua itu tidak ada pemberian atau fasilitas yang diberikan termasuk diskon," kata Tumpak.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya