Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menyatakan pemerintah memutuskan untuk tidak memberangkatkan jemaah haji ke Arab Saudi pada 2021 ini.
Keputusan tersebut dilandasi beberapa pertimbangan, seperti demi mencegah ancaman penyebaran Covid-19 terhadap jemaah serta sikap Saudi yang hingga kini belum mengundang pemerintah Indonesia untuk membahas dan menandatangani nota kesepahaman tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji 2021.
Melihat hal itu, Imam Jamaica Muslim Center, New York, Amerika Serikat (AS) Shamsi Ali menilai alasan yang digunakan pemerintah Indonesia untuk menunda keberangkatan haji mengada-ada.
Advertisement
Menurut dia, terkait masalah menjaga atau melindungi jemaah selama di Saudi dari Covid 19 itu menjadi tanggung jawab pertama dan terutama pihak Saudi.
"Kalau sekiranya memang akan menimbulkan ancaman terhadap kesehatan/keselamatan jemaah, pastinya Saudi belum akan membuka kesempatan berhaji ini untuk siapa saja," ujar Shamsi Ali dalam keterangan tertulis, Jumat (4/6/2021).
Kenyataannya, menurut Shamsi Ali, Saudi membuka kesempatan haji walau dengan pembatasan.
"Melihat kepada beberapa argumentasi atau alasan yang disampaikan pemerintah Indonesia sejujurnya saya melihatnya sangat lemah, bahkan maaf kalau terasa diada-ada dan dipaksakan," ucap dia.
Sementara jika Indonesia memutuskan pembatalan karena alasan keselamatan jemaah di Saudi selama haji, Shamsi Ali pun mempertanyakan mengapa negara lain tidak ada yang melakukan hal tersebut.
"Bahkan yang saya dengar di saat Covid di Malaysia masih tinggi saat ini, justru negeri Jiran itu mendapat tambahan 10.000 kuota dari pemerintah Saudi Arabia," kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Alasan Tak Berdasar
Alasan karena pemerintah Indonesia belum diajak membicarakan/menandatangani kontrak pelaksanaan haji juga dianggap kurang berdasar. Pasalnya, menurut Shamsi Ali, semua negara juga belum diajak untuk membicarakan itu.
"Dan kalau sudah, kenapa pemerintah Indonesia saja yang belum diajak?" tanya dia.
"Selain itu, kalaupun belum diajak bicara atau menandatangani kontrak pengelolaan haji dengan pihak Saudi, persiapan seharusnya tetap dilakukan. Toh memang itu tugas pemerintah (Dirjen Haji). Sehingga tidak harus menunggu hingga ada pembicaraan dengan pihak Saudi," sambung Shamsi Ali.
Shamsi Ali curiga kalau benar bahwa hanya Indonesia yang belum diajak bicara atau menandatangani kontrak pemberangkatan haji, hal ini menguatkan kecurigaan jangan-jangan memang ada kewajiban administrasi yang belum diselesaikan oleh pihak Indonesia.
Selain itu, juga dengarkan adanya alasan syar’i (agama) yang disampaikan. Seolah pembatalan ini sah karena melindungi diri dari bahaya itu lebih penting dari pelaksanaan ritual. Dalam hal ini, hifzul hayaah (menjaga kehidupan) didahulukan dari hifzud diin (menjaga pelaksanaan agama).
Menurut imam asal Bulukumba, Sulawesi Selatan, itu argumentasi tersebut lemah dan dipertanyakan.
"Karena sekali lagi kalau kekhawatiran itu ada di Saudi, kenapa jemaah dari negara lain tidak masuk dalam kategori alasan syar’i ini? Saya agak terkejut dan kecewa ketika nampak MUI mendukung argumentasi ini," kata Shamsi Ali.
Ia menganggap pada intinya pembatalan ini sangat insensible (tidak sensitif) dengan perasaan jemaah yang berharap akan berangkat tahun ini.
"Bahkan lebih dari itu terasa kurang sensitif dengan wibawa bangsa yang seolah dikesampingkan dalam perhelatan umat yang paling global ini," tegas Shamsi Ali.
Advertisement