Soal TWK Pegawai KPK, Menkumham: Kalau Tidak Sepakat Uji Saja di Pengadilan

Menkumham Yasonna mengaku tidak mau larut dengan perdebatan ihwal masalah tes wawasan kebangsaan sebagai syarat pegawai KPK alih status menjadi ASN.

oleh Yopi Makdori diperbarui 09 Jun 2021, 15:18 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2021, 15:18 WIB
DPR dan Menkumham
Menkumham Yasonna Laoly mengikuti Rapat Kerja dengan Baleg DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (16/1/2020). Baleg DPR membuka peluang mengurangi jumlah RUU program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2020-2021 dari 50 RUU menjadi 40 RUU prolegnas prioritas. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menegaskan, tes wawasan kebangsaan (TWK) bagi pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan amanat undang-undang. Menurut Yasonna, jika ada pihak yang tidak menyepakati TWK maka bisa mengajukan ke pengadilan.

"Kan yang dilakukan oleh KPK bersama BKN (Badan Kepegawaian Negara) kan padat undang-undang. Tapi biarlah, kalau tidak sepakat ya uji saja di pengadilan. Untuk apa berdebat panjang-panjang," tegas Yasonna dalam Rapat Kerja bersama Komisi III DPR RI, Rabu (9/6/2021).

Menurut Yasonna, Indonesia merupakan negara hukum, maka tidak perlu ada perdebatan panjang soal masalah itu, bahkan hingga membawanya ke arah politik.

"Diuji di pengadilan saja, daripada ribut politiknya, capek," kata dia.

Kendati begitu Yasonna menyerahkannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Ia mengaku tidak mau larut dengan perdebatan ihwal masalah tes wawasan kebangsaan sebagai syarat pegawai KPK alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN).

"Yang pasti saya nggak mau ikut-ikutan karena bukan kewenangan saya," ujarnya.

Sebelumnya, 75 dari 1.349 pegawai KPK dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan sebagai syarat alih status sebagai ASN. Melalui Surat Keputusan (SK) Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 yang ditandatangani Ketua KPK Komjen Polisi Firli Bahuri, ke-75 pegawai tak lulus TWK dibebastugaskan.

Salah satu pegawai yang tidak lolos tes di antaranya adalah penyidik senior KPK Novel Baswedan. Novel menyatakan akan melawan tindakan pimpinan KPK. Novel menyebut, dia dan tim Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi tengah mempersiapkan perlawanan tersebut.

Perlawanan pertama dengan cara bertanya langsung kepada Pimpinan KPK tentang SK tersebut. Perlawanan kedua yakni Novel cs akan mengajukan gugatan atas penerbitan SK tersebut. Gugatan akan dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Bila ternyata kami yakin bahwa memang Pak Firli Bahuri sengaja bertindak sewenang-wenang, maka kami akan melaporkan perbuatan yang bersangkutan ke instansi terkait. Begitu juga dengan SK yang ditandatangani oleh Pak Firli Bahuri, akan dilakukan upaya hukum sebagaimana mestinya," kata Novel pada Senin 17 Mei 2021.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Komnas HAM Bentuk Tim Usut Dugaan Pelanggaran HAM TWK KPK

Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membentuk tim pemantauan dan penyelidikan untuk mengusut dugaan pelanggaran HAM dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) yang membebastugaskan 75 pegawai KPK.

Tim itu dibentuk sebagai tindak lanjut dari laporan 75 pegawai KPK yang tak lulus TWK. Dari 75 pegawai itu, 51 di antaranya akan dipecat dan 24 lainnya akan dilakukan pembinaan.

"Komnas HAM telah membentuk tim pemantauan dan penyelidikan guna memeriksa adanya dugaan pelanggaran HAM pada proses alih status tersebut," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam keterangannya, Selasa (8/6/2021).

Anam mengatakan, hingga kini tim pemantauan dan penyelidikan telah meminta keterangan kepada 19 pegawai KPK terkait TWK tersebut. Tim juga sudah menerima tiga bundel dokumen setebal 650 halaman terkait proses TWK.

Menurut Anam, tim pemantauan dan penyelidikan telah melakukan pemetaan keterangan dan informasi berdasarkan hasil pemeriksaan melalui 19 pegawai KPK dan dokumen yang ada.

"Antara lain terkait kronologi proses TWK, landasan hukum TWK, prosedur pelaksanaan alih status dan TWK, substansi pertanyaan, background pekerjaan, tugas dan fungsi pokok, serta konteks kasus itu sendiri," kata Anam.

Selain itu, mereka telah melayangkan 10 surat pemanggilan secara lengkap dan patut pada tanggal 2 Juni 2021 kepada pihak-pihak terkait untuk dapat hadir dan memberikan keterangan terkait proses TWK.

"Diharapkan, pemanggilan tersebut mendapat respons yang positif, sehingga publik mengetahui duduk permasalahan atas kasus tersebut dan membuat terang peristiwa. Selain itu, juga menjernihkan permasalahan tersebut sebagai peristiwa pelanggaran HAM atau tidak," ujar Anam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya