Kemendag: RI Belum Kena Tarif 47 Persen dari AS

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag, Djatmiko Bris Witjaksono memastikan bahwa produk-produk Indonesia belum dikenalan tarif impor 47 persen dari Amerika Serikat.

oleh Natasha Amani Diperbarui 22 Apr 2025, 10:34 WIB
Diterbitkan 21 Apr 2025, 19:53 WIB
Neraca Perdagangan RI
Suasana bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Surplus ini didapatkan dari ekspor September 2021 yang mencapai US$20,60 miliar dan impor September 2021 yang tercatat senilai US$16,23 miliar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perdagangan (Kemendag) buka suara terhadap kabar yang beredar soal tarif impor produk Indonesia ke Amerika Serikat, termasuk komoditas tekstil yang mencapai 47 persen.

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag, Djatmiko Bris Witjaksono memastikan bahwa produk-produk Indonesia belum dikenalan tarif 47 persen.

“Menurut saya perlu diluruskan, tidak semuanya kena 47 persen karena tarif di Amerika kan beragam, dari 0 sampai sekian persen,” kata Djatmiko dalam konferensi pers pada Senin (21/4/2025).

Daftar Tarif

Dijelaskannya, besaran tarif impor AS untuk produk Indonesia bervariasi, tergantung pada jenis produk dan tarif Most Favoured Nation (MFN) yang berlaku sebelumnya.

“Yang produknya 5 persen tambah 10 persen menjadi 15 persen. 10 persen tambah 10 persen menjadi 20 persen. Jadi semuanya ditambah 10 persen (tarif dasar baru),” ungkapnya

Djatmiko merinci, tarif MFN untuk produk tekstil dan pakaian Indonesia ke AS saat ini berkisar antara 5 persen hingga 20 persen, ditambah dengan tarif dasar 10 persen dari AS.

Adapun untuk produk alas kaki, tarif MFN berada di kisaran 8 persen hingga 20 persen, yang kini akan dinaikkan tarif dasar hingga 10 persen.

“Kecuali untuk baja, aluminium, otomotif, dan komponen otomotif, yang tarif dasarnya kena 25 persen,” bebernya.

Menyusul pengumuman terkait penundaan tarif resiprokal selama 90 hari, Djatmiko memastikan, Pemerintah tengah menjalani proses negosiasi yang aktif dengan Amerika Serikat dan belum ada kesepakatan final yang dicapai.

“Jadi (pengenaan tarif) masih dinamis, kita masih menunggu perundingan dan pembicaraan selanjutnya dengan Pemerintah Amerika Serikat,” terang dia.

 

Selain Tarif Resiprokal, AS Kenakan Dua Tarif Lain ke RI

Neraca Perdagangan RI
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Kemendag juga mengungkapkan, ada kebijakan tarif lain yang dikenakan Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia.

Seperti diketahui, AS awalnya mengenakan tarif resprikoral sebesar 32% pada Indonesia.

Direktur Jerderal Perundingan Perdagangan Internasional, Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan, kini terdapat tiga besaran tarif yang dikenakan AS terhadap Indonesia. Pertama, adalah tarif dasar baru, dimana AS menaikan tarif dasarnya sebesar 10% dari tarif dasar yang lama.

"Berapa besarannya (tarif) itu macam-macam, mungkin ada yang 0%, 5% dan 10% itu dinaikan menjadi 10% dengan tarif dasar yang baru," kata Djatmiko dalam konferensi pers pada Senin (21/4/2025).

Djatmiko menerangkan, kebijakan tarif dasar baru diterapkan kepada semua negara mitra dagang AS, kecuali Meksiko dan Kanada.

Pasalnya, kedua negara tersebut karena miliki perjanjian dagang United States-Mexico and Canada.

Jenis tarif kedua, adalah tarif resprikoral dengan besaran tarif yang akan ditanggung Indonesia untuk ekspor ke AS sebesar 32%.

 

Tarif Sektoral

Ilustrasi Peti Kemas, Perdagangan, Ekonomi, Internasional, Ekspor, Impor
Ilustrasi Peti Kemas, Perdagangan, Ekonomi, Internasional, Ekspor, Impor. Photo by Taro Ohtani on Unsplash... Selengkapnya

Kebijakan baru lainnya, yaitu tarif sektoral yang akan dikenakan kepada beberapa impor komoditas khusus yakni baja, alumunium, otomotif, dan komponen otomotif dari Indonesia sebesar 25%.

"Jadi kalau sektor ini satu negara sudah dikenakan tarif sektoral misalnya Indonesia ekspor baja atau aluminium ataupun otomotif dan komponennya, kemudian akan dikenakan tarif sektoral sebesar 25% maka tarif dasar baru dan resiprokel tidak akan dikenakan," jelas Djatmiko.

Ditambahkannya, kebijkan tarif baru ini merupakan tambahan dari tarif awal yang sudah ditetapkan oleh AS kepada mitra dagang berdasarkan jenis barang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya