6 Tanggapan soal Pemotongan Vonis Mantan Jaksa Pinangki

Salah satunya Indonesia Corruption Watch (ICW) yang tak habis pikir dengan vonis untuk Pinangki.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 16 Jun 2021, 12:42 WIB
Diterbitkan 16 Jun 2021, 12:41 WIB
Pinangki Sirna Malasari Jalani Sidang Lanjutan Suap Djoko Tjandra
Terdakwa dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang terkait kepengurusan fatwa untuk Djoko Tjandra di Mahkamah Agung, Pinangki Sirna Malasari saat menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/11/2020). Sidang mendengar keterangan saksi-saksi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pihak angkat bicara terkait vonis Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung) Pinangki Sirna Malasari yang disunat dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.

Salah satunya Indonesia Corruption Watch (ICW) yang tak habis pikir dengan vonis untuk Pinangki tersebut.

"ICW menilai putusan banding PT DKI Jakarta terhadap Pinangki Sirna Malasari sudah benar-benar keterlaluan," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa, 15 Juni 2021.

Menurut dia, ICW menilai Pinangki seharusnya menerima hukuman pidana seumur hidup. Sebab, kata Kurnia, saat melakukan tindak pidana, Pinangki merupakan seorang jaksa yang notabene merupakan penegak hukum. Hal tersebut seharusnya menjadi alasan utama pemberat vonis Pinangki.

Selain itu, Komisi Yudisial (KY) pun juga angkat suara. Juru Bicara KY Miko Ginting mengatakan, pihaknya tidak memiliki kewenangan menilai benar atau tidaknya pemotongan hukuman tersebut. Miko mengatakan, KY hanya berwenang jika terdapat pelanggaran perilaku dari hakim.

"Dengan basis peraturan perundang-undangan saat ini, KY tidak diberikan kewenangan untuk menilai benar atau tidaknya suatu putusan. Namun, KY berwenang apabila terdapat pelanggaran perilaku dari hakim, termasuk dalam memeriksa dan memutus suatu perkara," ujar Miko dalam keterangannya.

Berikut deretan tanggapan terkait vonis Pinangki Sirna Malasari yang disunat dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

ICW Sebut Merusak Akal Sehat

Pinangki Sirna Malasari Jalani Sidang Lanjutan Suap Djoko Tjandra
Terdakwa dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang terkait kepengurusan fatwa untuk Djoko Tjandra di Mahkamah Agung, Pinangki Sirna Malasari usai menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/11/2020). Sidang mendengar keterangan saksi-saksi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Indonesia Corruption Watch (ICW) tak habis pikir dengan pemotongan masa pidana eks jaksa di Kejaksaan Agung (Kejagung) Pinangki Sirna Malasari. Vonis Pinangki disunat 6 tahun, dari 10 menjadi 4 tahun oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta

"ICW menilai putusan banding PT DKI Jakarta terhadap Pinangki Sirna Malasari sudah benar-benar keterlaluan," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa, 15 Juni 2021.

ICW berpandangan, Pinangki seharusnya menerima hukuman pidana seumur hidup. Sebab, saat melakukan tindak pidana, Pinangki merupakan seorang jaksa yang notabene merupakan penegak hukum. Hal tersebut seharusnya menjadi alasan utama pemberat vonis Pinangki.

"Selain itu, Pinangki melakukan tiga kejahatan sekaligus, yakni korupsi suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat. Dengan kombinasi ini saja publik sudah bisa mengatakan bahwa putusan banding Pinangki telah merusak akal sehat publik," kata Kurnia.

 

ICW Minta Telusuri Kejanggalan

FOTO: Jaksa Pinangki Jalani Sidang Pembacaan Eksepsi
Tersangka dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang terkait kepengurusan fatwa untuk Djoko Tjandra di Mahkamah Agung, Pinangki Sirna Malasari bersiap menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (30/9/2020). Sidang beragenda pembacaan eksepsi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

ICW menilai pemotongan vonis Pinangki memperlihatkan lembaga kehakiman kian tidak berpihak pada pemberantasan tindak pidana korupsi.

Menurut data ICW, vonis terhadap para koruptor sepajang 2020 hanya 3 tahun 1 bulan penjara.

"Untuk itu, ICW merekomendasikan agar Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung menelusuri kejanggalan di balik putusan tersebut," kata Kurnia.

 

Tagih Janji KPK

Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

ICW pun menagih janji pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turut mengusut perkara korupsi yang menjerat mantan jaksa di Kejagung Pinangki Sirna Malasari dan Djoko Soegiarto Tjandra.

"ICW juga tagih janji KPK untuk melakukan supervisi atas perkara tersebut. Sebab, sebelumnya KPK pernah mengeluarkan surat perintah supervisi," kata Kurnia.

Namun, ICW mengaku tak berharap banyak dengan pimpinan KPK saat ini. Sebab, alih-alih pemberantasan korupsi menjadi prioritas utama, menurut ICW, para pimpinan KPK justru melemahkan KPK dari dalam dengan menyingkirkan para pegawai melalui tes wawasan kebangsaan (TWK).

"Namun, sepertinya kebijakan (supervisi kasus Pinangki) itu hanya sekadar lip service semata. Alih-alih menjadi agenda prioritas, pimpinan KPK malah sibuk untuk menyingkirkan sejumlah pegawai dengan TWK yang penuh dengan kontroversi itu," papar Kurnia.

 

Sebut Klaster Penegak Hukum

Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Menurut ICW, dalam perkara korupsi Pinangki ini masih ada beberapa kelompok yang belum diusut oleh Kejaksaan Agung, salah satunya klaster penegak hukum.

Sebab, ICW berpandangan Pinangki tidak bergerak sendiri dan melakukan kejahatan bersama dengan buronan Djoko Tjandra.

"Pertanyaan sederhananya yang belum terjawab, bagaimana mungkin Djoko Tjandra dapat percaya begitu saja dengan jaksa yang tidak menduduki jabatan strategis seperti Pinangki? Apakah ada pihak yang menjamin Pinangki agar Djoko Tjandra percaya lalu sepakat untuk bekerjasama?" tegas dia.

 

Respons Komisi Yudisial

komisi-yudisial-gedung-131002b.jpg
Komisi Yudisial

Komisi Yudisial (KY) angkat suara terkait putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta terhadap mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung) Pinangki Sirna Malasari. PT DKI menyunat hukuman Pinangki dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.

Juru Bicara KY Miko Ginting mengatakan, pihaknya tidak memiliki kewenangan menilai benar atau tidaknya pemotongan hukuman tersebut. Miko mengatakan, KY hanya berwenang jika terdapat pelanggaran perilaku dari hakim.

"Dengan basis peraturan perundang-undangan saat ini, KY tidak diberikan kewenangan untuk menilai benar atau tidaknya suatu putusan. Namun, KY berwenang apabila terdapat pelanggaran perilaku dari hakim, termasuk dalam memeriksa dan memutus suatu perkara," ujar Miko dalam keterangannya, Selasa, 15 Juni 2021.

Menurut Miko, berdasarkan UU yang berlaku saat ini, KY hanya berwenang menganalisis putusan yang telah berkekuatan hukum tetap alias inkracht. Analisis itu nantinya yang dijadikan rekomendasi bagi KY untuk memutasi para hakim.

"Putusan yang dianalisis harus sudah berkekuatan hukum tetap dan tujuannya untuk kepentingan rekomendasi mutasi," kata dia.

Miko menyarankan, bagi masyarakat yang resah atas putusan PT Jakarta yang menyunat hukuman Pinangki tersebut dapat menempuh jalur eksaminasi yang dilakukan perguruan tinggi dan akademisi. Nantinya dapat diperoleh analisis yang objektif dan menyasar pada rekomendasi kebijakan.

"Sekali lagi, peraturan perundang-undangan memberikan batasan bagi KY untuk tidak menilai benar atau tidaknya suatu putusan. KY hanya berwenang apabila terdapat dugaan pelanggaran perilaku hakim," jelas Miko.

 

Pakar TPPU

FOTO: Jaksa Pinangki Sirna Malasari Divonis 10 Tahun Penjara
Terdakwa suap dan TPPU terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung untuk Djoko S Tjandra, Pinangki Sirna Malasari (kiri) saat jeda sidang putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/2/2021). Pinangki divonis bersalah, dihukum 10 tahun penjara, denda Rp 600 juta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Menurut Pakar TPPU Yenti Ganarsih, pemotongan hukuman terhadap Pinangki sangat aneh. Bagaimana tidak, Pinangki dijerat dalam tiga perkara sekaligus, yakni suap, TPPU, dan pemufakatan jahat.

Putusan tersebut dinilai kian aneh lantaran majeis hakim banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tak mempertimbangkan alasan yang memberatkan. Yakni Pinangki saat melakukan tidak pidana adalah seorang penegak hukum.

"Iya, itu dia ajaib, kenapa justru pemberatnya tidak dipertimbangkan, yaitu dia sebagai aparat penegak hukum," kata Yenti kepada Liputan6.com, Selasa malam, 15 Juni 2021.

Tak hanya itu, menurut Yenti, alasan hakim yang memotong masa hukuman Pinangki juga terbilang tak adil. Sebab, salah satu alasan yang meringankan lantaran Pinangki merupakan seorang ibu yang masih memiliki balita.

Menurut Yenti, banyak terpidana yang dijerat dengan hukumam tinggi meski memiliki balita. Seperti Angelina Sondakh yang saat divonis tengah memiliki anak balita.

"Bagaimana dengan Angelina Sondakh? Bagaimana napi yang punya anak 1 tahun? Alasan peringannya sungguh sangat aneh dan bisa dianggap tidak adil untuk terpidana lain," kata Yenti.

Selain itu, pemotongan vonis akan menjadi preseden buruk bagi pemberantasan tindak pidana korupsi ke depan. Menurut Yenti, bukan tidak mungkin dengan pemotongan tersebut menjadikan aparat penegak hukum berani menerima suap dan korupsi.

"Dan hati-hati, nanti aparat hukum akan ikut-ikutan coba-coba korupsi dan rentan disuap," Yenti menandaskan.

KPK Ambil Alih Kasus Jaksa Pinangki?

Infografis KPK Ambil Alih Kasus Jaksa Pinangki? (Liputan6.com/Triyasni)
Infografis KPK Ambil Alih Kasus Jaksa Pinangki? (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya