Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menyayangkan respon negatif terhadap Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI). Setelah ramai kritikan oleh BEM yang menyebut Presiden Joko Widodo King of Lip Service
Mardani mengatakan, suara mahasiswa merupakan suara yang jujur. Semua pihak seharusnya melihat kritikan BEM UI itu sebagai pematangan peran kepemimpinan para mahasiswa.
"Suara mahasiswa hati nurani. Suara mahasiswa jujur. Semua pihak mesti melihatnya sebagai bagian dari proses pematangan peran kepemimpinan para mahasiswa," ujar Mardani kepada merdeka.com, Senin (28/6/2021).
Advertisement
Mardani menilai, semua pihak tidak perlu tersinggung. Termasuk pihak Rektorat UI yang memanggil BEM UI setelah ramai kritikan tersebut. Kampus seharusnya jadi lahan subur demokrasi, bukan alat oligarki.
"Dan enggak usah baper semua pihak. Termasuk rektorat. Jadikan kampus lahan subur bagi demokrasi, jangan jadi alat oligarki," kata anggota Komisi II DPR RI ini.
Mardani pun mengomentari peretasan yang dialami sejumlah pengurus BEM UI. Ia mengatakan, hal ini akan menjadi preseden buruk demokrasi.
"Peretasan akun jadi preseden buruk bagi demokrasi," katanya
Sebelumnya, unggahan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI), yang mengkritik Presiden Jokowi dan menyebutnya sebagai The King of Lip Service, berbuntut panjang. Direktorat Kemahasiswaan UI memanggil para pengurus BEM pada Minggu, 27 Juni 2021 sore.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
10 Pengurus BEM Dipanggil Rektorat
Kepala Biro Humas dan KIP UI Amelita Lusia membenarkan pemanggilan itu. Dia mengatakan, pengurus BEM dipanggil untuk menjelaskan poster yang mereka unggah di media sosialnya.
Surat undangan kepada para pengurus BEM UI resmi dibuat pada Minggu (27/6) dan ditandatangani Direktur Kemahasiswaan UI Tito Latif Indra. Foto dokumen itu juga beredar di media sosial.
Terdapat 10 orang yang dipanggil, termasuk Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra. Mereka disebutkan hadir sesuai undangan, namun Amelita mengaku belum mengetahui hasil pertemuan itu.
Amelita menjelaskan bahwa unggahan itu muncul pada Sabtu (26/6) sore sekitar pukul 18.00 WIB. Konten itu kemudian memantik reaksi banyak kalangan.
"Kalau dari pihak kami ya mengingat bahwa yang mereka sampaikan lewat meme itu poinnya adalah kalau mahasiswa ini mau kritis, ada sesuatu yang mereka tanggapi, kan kebebasan berpendapat, dan menyampaikan aspirasi itu kan memang memungkinkan untuk hal itu. Tapi yang kita harapkan ketika menyampaikan hal tersebut tidak melanggar peraturan, tidak ada koridor hukum yang dilanggar," ucapnya.
Reporter: Ahda Bayhaqi
Sumber: Merdeka.com
Advertisement