5 Fakta Seputar Cap Go Meh

Cap Go Meh berasal dari dialek Hokkien yang bermakna malam ke-15. Sesuai namanya, momen Cap Go Meh selalu jatuh pada hari ke-15 setelah Hari Raya Imlek.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 06 Feb 2025, 04:00 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2025, 04:00 WIB
Kemeriahan Perayaan Cap Go Meh Jatinegara
Atraksi liong saat perayaan Cap Go Meh Tahun Baru Imlek 2571 di Jatinegara, Jakarta, Minggu (9/2/2020). Meski hujan, perayaan Cap Go Meh berlangsung meriah dengan atraksi barongsai dan liong serta arakan dewa-dewa (rupang), mengelilingi kawasan Jatinegara. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)... Selengkapnya

Liputan6.com, Yogyakarta - Meski perayaan Imlek telah usai, tetapi kemeriahannya masih akan berlanjut hingga hari ke-15. Perayaan kemeriahan tersebut dijuluki dengan Cap Go Meh.

Cap Go Meh berasal dari dialek Hokkien yang bermakna malam ke-15. Sesuai namanya, momen Cap Go Meh selalu jatuh pada hari ke-15 setelah Hari Raya Imlek.

Cap Go Meh sekaligus menjadi rangkaian penutup acara tahun baru China. Bagi masyarakat Tionghoa, perayaan ini dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur agar segala urusan dan keinginan di masa mendatang dapat berjalan lancar.

Namun, Cap Go Meh bukan sekadar perayaan semata. Berikut beberapa fakta seputar Cap Go Meh seperti dikutip dari indonesia.travel:

1. Sejarah Cap Go Meh

Cap Go Meh berawal dari sebuah ritual penghormatan kepada Dewa Thai Yi. Momen sakral itu terjadi pada masa pemerintahan Dinasti Han, yakni pada abad ke-17.

Kala itu, ritual penghormatan dilaksanakan secara tertutup di kalangan istana dan para raja. Ketika masa pemerintahan Dinasti Han berakhir, perayaan Cap Go Meh pun mulai dikenal masyarakat umum. Akhirnya, Cap Go Meh dirayakan secara lebih luas oleh berbagai kalangan hingga sekarang.

2. Identik dengan festival lampion

Sama seperti perayaan Imlek, Cap Go Meh juga identik dengan warna merah. Salah satu rangkaian perayaan Cap Go Meh yang juga tak pernah absen adalah festival lampion.

Lampion memang kerap hadir dalam perayaan masyarakat Tiongkok. Menurut masyarakat Tionghoa, lampion dianggap sebagai simbol keberuntungan.

Adapun dominasi warna merah dianggap sebagai lambang kemakmuran, kebahagiaan, dan kesejahteraan. Oleh karena itu, masyarakat Tionghoa meyakini bahwa pegelaran festival lampion yang meriah akan memberi jalan dan menerangi rezeki bagi kehidupan mereka.

 

Kuliner Khas

3. Hadirkan ragam kuliner khas

Tak hanya identik dengan aneka pernak-pernik, perayaan Cap Go Meh juga identik dengan ragam kuliner khasnya. Salah satu makanan wajib yang selalu ada adalah mi panjang umur.

Sesuai namanya, mi panjang umur menjadi simbol doa dan harapan agar senantiasa diberi kesehatan serta umur yang panjang. Uniknya, panjang mi ini bisa mencapai 2 meter.

Kuliner lain yang juga selalu ada di meja makan perayaan Cap Go Meh adalah lontong Cap Go Meh. Dalam seporsi lontong Cap Go Meh umumnya berisi lontong, ayam opor, sambal kentang, dan telur rebus.

Kuliner yang merupakan makanan peranakan-Jawa ini juga diketahui sebagai pengganti yuanxiao yang terbuat dari tepung beras. Pada zaman dahulu, yuanxiao sulit ditemukan, sehingga para perantau dari China yang banyak menikah dengan orang Indonesia pun menggantinya dengan hidangan lontong yang dianggap memiliki makna serupa.

4. Barongsai

Selain festival lampion, perayaan Cap Go Meh juga dimeriahkan dengan tradisi tarian barongsai. Tradisi ini biasanya dilakukan di sepanjang jalan besar dengan harapan bisa mengusir hal negatif sekaligus dapat membawa kesuksesan dan keberuntungan.

Arak-arakan barongsai umumnya juga diramaikan dengan iringan musik khas Imlek. Kemeriahan barongsai pun menjadi suatu tradisi yang tak hanya ditunggu masyarakat Tionghoa, melainkan juga masyarakat umum.

5. Setiap wilayah di Indonesia memiliki perayaan Cap Go Meh berbeda

Perayaan Cap Go Meh di Indonesia dirayakan dengan cara berbeda di tiap daerah. Rata-rata keturunan Tionghoa di Indonesia memiliki tradisi yang lahir dari akulturasi budaya nusantara.

Salah satunya adalah perayaan Cap Go Meh di Palembang yang difokuskan di Klenteng Hok Tjing Rio, Pulau Kemaro. Sementara di Salatiga, biasanya dilaksanakan kirab budaya dengan arak-arakan berisi patung dewa lengkap dengan pertunjukan budaya lokalnya.

Penulis: Resla

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya