Moeldoko Akan Laporkan ICW ke Bareskrim Polri Jumat 10 September 2021 Siang

Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko akan melaporkan Indonesia Corruption Watch (ICW) ke Bareskrim Polri terkait obat Ivermectin dan ekspor beras.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Sep 2021, 13:32 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2021, 13:32 WIB
Refleksi Moeldoko di Hari Kesaktian Pancasila
Refleksi Moeldoko di Hari Kesaktian Pancasila (Foto:KSP)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko akan melaporkan Indonesia Corruption Watch (ICW) ke Bareskrim Polri terkait obat Ivermectin dan ekspor beras. Laporan akan dilakukan pada Jumat (10/9/2021) siang ini.

"Benar, Pak Moeldoko yang lapor. Saya mendampingi," kata pengacara Moeldoko, Otto Hasibuan, Jakarta, Jumat.

Namun, ia tak menyebutkan bakal membawa bukti apa saat melapor. Dia hanya memastikan laporan akan dilakukan pada pukul 14.00 WIB.

"(Laporan) pukul 2 (siang) di Bareskrim soal ICW," ujar Otto.

Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengirimkan somasi ketiga kepada ICW agar dalam waktu 5x24 jam menunjukkan bukti-bukti tuduhan keterlibatan mengambil keuntungan dari peredaran obat Ivermectin dan ekspor beras.

"Kami berunding dengan Pak Moeldoko, ya, sudah kalau orang salah siapa tahu mau berubah. Kami berikan kesempatan sekali lagi, kesempatan terakhir kepada saudara Egi, surat teguran ketiga dan terakhir. Kami tegas katakan kami berikan 5 x 24 jam untuk mencabut pernyataan dan minta maaf kepada Pak Moeldoko," kata penasihat hukum Moeldoko, Otto Hasibuan, dalam konferensi pers virtual di Jakarta dilansir Antara, Jumat 20 Agustus lalu.

Somasi pertama Moeldoko dilayangkan pada 30 Juli 2021, kemudian somasi kedua 6 Agustus 2021. Pada kedua somasi tersebut, Otto meminta peneliti ICW Egi Primayogha memberikan bukti-bukti dari mengenai pernyataan soal Moeldoko mengambil rente dari peredaran Ivermectin serta menggunakan jabatannya untuk melakukan ekspor beras.

"Apabila tidak mencabut dan meminta maaf, saya nyatakan dengan tegas bahwa kami sebagai penasihat hukum akan melapor ke polisi," kata Otto.

Otto menyebut Moeldoko sudah memberikan waktu yang cukup kepada ICW untuk menjawab somasi pertama dan kedua. Akan tetapi, dia merasa tidak puas dengan surat jawaban ICW.

"Jadi, kalau sampai tidak minta maaf, kami akan lapor kepada yang berwajib, ke kepolisian. Mudah-mudahan Pak Moeldoko sendiri yang akan melapor ke kepolisian," kata Otto mewakili Moeldoko.

 

Fitnah

Menurut Otto, Egi Primayogha tidak membalas somasi Moeldoko, tetapi yang membalas somasi adalah Koordinator ICW Adnan Topan Husodo.

"Di surat dia disebut sebagai Koordinator ICW saja, bukan kuasa hukum saudara Egi, padahal yang tegas yang memberikan menyampaikan siaran pers dan diskusi publik adalah Egi sendiri dan temannya, jadi perbuatan pidana itu tidak bisa dipindahkan kepada orang lain," ujar Otto.

Dalam surat balasan ICW tersebut, Otto menilai ICW tidak dapat membuktikan analisis mengenai dugaan keterlibatan Moeldoko dalam peredaran Ivermectin dan ekspor beras.

"Balasan mereka benar-benar melakukan fitnah dan pencemaran nama baik karena mereka mengatakan melakukan penelitian sebelum mengungkap ke media," katanya.

Dalam balasan surat, lanjut dia, ternyata bila dilihat metodologinya tidak ada interview, hanya mengumpulkan data sekunder. Dengan demikian, ini bukan penelitian karena ICW hanya membuat analisis dengan menggabung-gabungkan cerita yang ada di media.

 

Reporter: Nur Habibie

Sumber: Merdeka

Kata ICW

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengaku tak mempersoalkan keputusan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko yang akan melaporkan pihaknya ke Kepolisian.

Menurut tim kuasa hukum ICW, pelaporan ke aparat penegak hukum merupakan hak setiap warga negara.

"Bagi ICW, pelaporan atau pengaduan ke pihak kepolisian adalah hak setiap warga negara secara personal atau individu. Jadi, silakan saja jika Moeldoko ingin meneruskan persoalan ini ke penegak hukum," ujar tim kuasa hukum ICW Muhammad Isnur dalam keterangan tertulis, Rabu (1/9/2021).

Meski demikian, Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu menyebut hasil penelitian ICW terkait Invermectin semata-mata ditujukan untuk memastikan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, terlebih di tengah pandemi Covid-19.

Menurut Isnur, mestinya Moeldoko yang berada di lingkar dalam Istana bijak dalam menanggapi kritik yang dilayangkan oleh masyarakat.

"Tentu Moeldoko dengan posisinya yang berada di lingkar dalam Istana Negara mestinya bijak dalam menanggapi kritik, bukan justru langsung menempuh jalur hukum tanpa ada argumentasi ilmiah tentang indikasi konflik kepentingan dalam penelitian ICW," kata dia.

Isnur mengatakan, ICW sudah menjelaskan berulang kali, pihaknya tidak menuding pihak tertentu, terutama Moeldoko terkait peredaran Ivermectin. Menurutnya, dalam penelitian berjudul 'Polemik Ivermectin: Berburu Rente di Tengah Krisis' ICW selalu menggunakan kata indikasi dan dugaan.

Isnur menyebut, hal itu sudah dijelaskan kepada pihak Moeldoko melalui tiga kali surat balasan atas surat somasi yang dilayangkan pada ICW.

"Lagi pula Moeldoko salah melihat konteks penelitian tersebut, karena yang digambarkan ICW adalah indikasi konflik kepentingan antara pejabat publik dengan pihak swasta, bukan sebagai personal atau individu," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya