Liputan6.com, Jakarta - TNI Angkatan Laut (AL) membantah telah menerima ratusan ribu dolar agar melepaskan kapal-kapal asing yang telah mereka tahan lantaran dianggap melanggar wilayah teritorial Indonesia.
"Tidak benar tuduhan terhadap TNI AL yang meminta sejumlah uang US$ 250.000-US$ 300.000 untuk melepaskan kapal-kapal tersebut. Ini tuduhan serius dan berdampak pada pencemaran nama baik institusi TNI AL," tegas Panglima Komando Armada 1 Laksamana Muda Arsyad Abdullah dalam keterangannya yang diterima Liputan6.com, Senin (15/11/2021).
Sebelumnya Reuters mengabarkan bahwa selusin pemilik kapal mengaku telah melakukan pembayaran masing-masing sekitar U$D 300 ribu untuk membebaskan kapal yang ditahan oleh TNI Angkatan Laut. Pembayaran dikarenakan kapal berlabuh secara ilegal di perairan Indonesia dekat Singapura.
Advertisement
Menurut dia, TNI AL tidak pernah menerima uang itu, namun kemungkinan pemilik-pemilik kapal mengeluarkan sejumlah uang kepada agen yang mereka tunjuk untuk keperluan atau kebutuhan perawatan antara lain untuk pengurusan surat/administrasi lego jangkar, port clearance, biaya pandu, sewa sekoci, logistik kapal (BBM), serta kebutuhan hidup awak kapal selama proses hukum yang dibayarkan Agen kepada pihak ketiga yang menyediakan jasa pelayanan, bukan kepada TNI AL.
Baca Juga
"Dalam proses hukum (penyelidikan dan penyidikan), TNI AL tidak pernah menunjuk mediator atau agen perantara penyelesaian proses perkara," katanya.
Maka menurutnya, tidak benar bila proses penegakan hukum oleh TNI AL dianggap sebagai aksi pembajakan oleh negara. Karena tindakan TNI AL itu sudah sesuai dengan tugas dan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.
"Selama proses penyelidikan dan penyidikan di Pangkalan TNI AL, tidak dilakukan penahanan terhadap awak kapal termasuk nahkoda atau kapten kapal. Pada saat proses hukum seluruh awak kapal tetap berada di atas kapalnya, kecuali dalam rangka pemeriksaan di Pangkalan untuk dimintai keterangan dan setelah selesai dikembalikan ke kapal," ujar Arsyad Abdullah.
Arsyad Abdullah menyayangkan tuduhan tersebut. Menurutnya kapal-kapal itu dibawa ke Pangkalan TNI AL di Batam guna proses penyelidikan, bukan demi negosiasi.
"Dan sangat disayangkan informasi tersebut beredar tanpa memberikan kesempatan waktu yang cukup bagi pihak TNI AL untuk mengklarifikasi. Kemudian terkait kapal-kapal yang dikawal menuju Pangkalan TNI AL Batam harus dilakukan guna proses penyelidikan lebih lanjut bukan untuk melakukan negosiasi seperti tuduhan di atas," katanya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Periksa Kapal Asing
Arsyad Abdullah mengaku bahwa dalam tiga bulan belakangan, TNI AL melalui unsurnya telah memeriksa beberapa kapal yang diduga melanggar hukum di perairan teritorial Indonesia khususnya di Perairan Kepulauan Riau (Kepri). Menurutnya beberapa kapal tersebut berperilaku tidak sewajarya dalam melaksanakan pelayaran.
"Antara lain melakukan lego jangkar tanpa izin dari otoritas pelabuhan di perairan teritorial Indonesia yang bukan area lego jangkar yang ditentukan oleh pemerintah, berhenti atau mengapung dalam waktu yang tidak wajar yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan pelayaran, berlayar tidak mengibarkan bendera sebagai identitas kapal, deviasi atau menyimpang dari track pelayaran tidak sesuai dengan rute," bebernya.
Dikatakan Arsyad Abdullah, Pemerintah Indonesia memang baru menata kembali area lego jangkar di Perairan Kepri melalui Peraturan Menteri Perhubungan yang menetapkan tiga area lego jangkar yang diterbitkan pada tahun 2020 dan telah disosialisasikan serta dipublikasi secara nasional dan internasional dengan peta elektronik atau digital dan peta analog oleh Pusat Hidro Oseanografi TNI AL (Pushidrosal).
Lakukan Pengusiran
Dalam rangka menegakkan peraturan tersebut, TNI AL dalam hal ini Kapal Perang (KRI) telah sebelumnya mengimbau dan melakukan pengusiran beberapa pelanggar ketentuan area lego jangkar. Namun kejadian terus berulang.
"Sehingga dilakukan tindakan tegas dengan memeriksa dan memproses secara hukum terhadap kapal-kapal yang diduga melanggar ketentuan. Hal ini yang menyebabkan peningkatan jumlah kapal yang ditahan terkait penegakkan aturan tersebut," klaimnya.
Arsyad Abdullah memastikan bahwa penahanan itu dilakukan secara legal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni melanggar Pasal 317 Juncto Pasal 193 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dengan ancaman pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta.
Advertisement