Alasan Polri Sita Seluruh Uang Rp 531 Miliar dari Kasus Penjualan Obat Ilegal

Polisi menyampaikan bahwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) menjadi langkah bagi para pelaku untuk membuat hasil kejahatannya seolah bersih.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 14 Des 2021, 23:08 WIB
Diterbitkan 14 Des 2021, 23:08 WIB
BPOM Ungkap Peredaran Obat dan Makanan Ilegal Senilai Rp 53 Miliar
Petugas PPNS BPOM memeriksa barang bukti hasil pengungkapan kasus peredaran obat dan makanan ilegal di kawasan Sunter, Jakarta, Selasa (10/12/2019). Modus yang digunakan adalah penjualan via jasa pengiriman dan e-commerce di empat gudang di Jakarta Utara dan Selatan. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Polisi menyampaikan tindak pidana pencucian uang (TPPU) menjadi langkah bagi para pelaku untuk membuat hasil kejahatannya seolah bersih. Sementara, celah itu masih banyak digunakan oleh pengacara dalam pendampingan hukum.

Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Whisnu Hermawan mencontohkan, pihaknya berhasil menyita uang sebesar Rp 531 miliar hasil penanganan dugaan tindak pidana penjualan obat ilegal.

"Itu ada uang yang bersih, ada uang nggak bersih. Tetapi kenapa Polri menyita seluruhnya, karena pencucian uang itu upaya mengubah uang yang tadinya kotor menjadi bersih, tidak bisa kita memilah-milahkan oh ini bersih ini kotor, tidak bisa karena mangkoknya satu," tutur Whisnu dalam acara yang diselenggarakan PPATK, Selasa (14/12/2021).

Whisnu menyebut, pihaknya mendapati masih banyak pengacara dan masyarakat yang tidak memahami makna dari praktik pencucian uang.

"Pak polisi, uang yang dihasilkan disita polisi tidak semua salah lho, tidak semua hasil kejahatan lho, tidak bisa. Kita sita dulu, kita blokir dulu, nanti biar pengadilan yang menentukan apakah uang tersebut hasil kejahatan atau tidak. Untuk apa, untuk mendapatkan dana atau uang yang dihasilkan itu kepada pemerintah," tegas Whisnu.

Sebelumnya, Polri bersama PPATK melakukan join investigasi dan mengungkap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hasil peredaran obat ilegal tanpa adanya hak dan izin edar sejak 2011 hingga 2021 di Indonesia. Dalam kasus tersebut, didapati barang bukti hasil kejahatan uang sebesar Rp 531 miliar.

Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menyampaikan, pihaknya menangkap tersangka berinisial DP setelah mengembangkan kasus peredaran obat ilegal di Mojokerto.

"Di mana ada korban yang meninggal dunia karena mengkonsumsi obat, sehingga dilakukan penyidikan sampai kepada aktor daripada yang mengimpor dari luar secara ilegal, kemudian mengedarkan," tutur Agus di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis 16 September 2021 lalu.

 

Ada 9 Rekening Bank

Pencucian Uang Mafia Sabu Beraset Rp 14,8 M
Pencucian Uang Mafia Sabu Beraset Rp 14,8 M (Istimewa)

Menurut Agus, penyidik lantas menelusuri aliran uang DP dan mendapati adanya sembilan rekening bank yang dipergunakan untuk bisnis tersebut. Keseluruhannya menggunakan nama DP sebagai identitas.

"Semua Rp 531 miliar ini sudah kita freeze (bekukan)," ucap dia.

Adapun DP menjalankan bisnis peredaran obat secara ilegal, tanpa didasari keahlian di bidang farmasi dan tidak memiliki perusahaan tertentu yang bergerak di bidang farmasi. Dalam prosesnya, Agus melanjutkan, tersangka mendatangkan obat-obatan dari luar negeri yang kemudian dijual tanpa izin edar dari BPOM.

"Tentu saja ini sudah dinikmati keuntungannya sedemikian lama," kata Agus.

Kepala PPATK Dian Ediana Rae menambahkan, ini menjadi join investigasi dalam rangka menjadikan Indonesia sebagai bagian dari negara yang tergabung dalam Financial Action Task Force (FATF).

"Mengenai obat-obat palsu, obat-obat terlarang yang beredar dan lain sebagainya, itu memang bukan cuma merugikan secara keuangan, tetapi membahayakan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu kita sangat memberikan memberikan konsentrasi untuk melakukan analisis dan pemeriksaan terhadap kasus ini, dan kita bisa menemukan," kata Dian.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya