Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, Kejagung Kumpulkan Data Buron Luar Negeri

Kejagung menyatakan, adanya perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura dapat mempermudah kerja aparat penegak hukum dalam upaya penyerahan tersangka, terdakwa, ataupun terpidana yang melarikan diri.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 27 Jan 2022, 10:43 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2022, 10:17 WIB
Ilustrasi Kejaksaan Agung RI (Kejagung)
Gedung Jaksa Agung Bidang Tindak Pidana Khusus, Kejagung. (Liputan6.com/M Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyambut baik adanya perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura. Menyusul hal tersebut, penyidik instansi penegak hukum itu tengah menyisir Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buron yang berada di luar negeri.

"Sedang ngerekap," tutur Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Ardiansyah di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu malam, 26 Januari 2022.

Febrie mengatakan, adanya perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura dapat mempermudah kerja aparat penegak hukum dalam upaya penyerahan tersangka, terdakwa, ataupun terpidana yang melarikan diri.

"Ya Kita menyambut baiklah. Mudah-mudahan dengan itu juga nanti bisa mempermudahkan pengembalian DPO," jelas dia.

Febrie belum dapat merinci dan memastikan DPO Kejagung yang berada di luar negeri. Hanya saja, dia memastikan penyidik masih bekerja melakukan penyisiran dan pengumpulan data tersebut.

"Sampai saat ini nanti kita pastikan-lah ya," Febrie menandaskan.

 

 

Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura Ditandatangani

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly menandatangani perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura, di Bintan, Kepulauan Riau. Perjanjian ekstradisi ini bertujuan mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas negara seperti korupsi, narkotika, dan terorisme.

Yasonna menjelaskan, perjanjian ekstradisi ini memiliki masa retroaktif atau berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya selama 18 tahun ke belakang. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal kedaluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia.

"Selain masa rektroaktif, perjanjian ekstradisi ini juga menyepakati bahwa penentuan kewarganegaraan pelaku tindak pidana ditentukan pada saat tindak pidana dilakukan. Hal ini untuk mencegah privilege yang mungkin timbul akibat pergantian kewarganegaraan dari pelaku tindak pidana guna menghindari proses hukum terhadap dirinya," ujar Yasonna usai meneken perjanjian tersebut, Selasa (25/1/2022).

Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura ini akhirnya ditandatangani setelah diupayakan pemerintah Indonesia sejak 1998.

Adapun jenis-jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi menurut perjanjian ekstradisi ini berjumlah 31 jenis di antaranya tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.

"Indonesia juga berhasil meyakinkan Singapura untuk menyepakati perjanjian ekstradisi yang bersifat progresif, fleksibel, dan antisipatif terhadap perkembangan, bentuk, dan modus tindak pidana saat ini dan di masa depan," kata Yasonna.

"Perjanjian ekstradisi ini memungkinkan kedua negara melakukan ekstradisi terhadap pelaku tindak pidana yang meskipun jenis tindak pidananya tidak lugas disebutkan dalam perjanjian ini namun telah diatur dalam sistem hukum kedua negara," kata dia.

Yasonna menjelaskan, ruang lingkup perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura adalah kedua negara sepakat melakukan ekstradisi bagi setiap orang yang ditemukan berada di wilayah negara diminta dan dicari oleh negara peminta untuk penuntutan atau persidangan atau pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana yang dapat diekstradisi.

Proses Panjang Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura

Infografis Proses Panjang Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura
Infografis Proses Panjang Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya