Kejagung Periksa Kominfo Terkait Kasus Proyek Satelit Kemhan Pekan Depan

Kejagung menjadwalkan pemeriksaan terhadap pihak Kominfo) terkait kasus dugaan korupsi proyek pembuat dan penandatanganan kontrak satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan) Kemhan.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 27 Jan 2022, 11:01 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2022, 10:59 WIB
Tim Kejagung menggeledah tiga lokasi terkait kasus dugaan korupsi proyek satelit di Kemhan
Tim Kejagung menggeledah tiga lokasi terkait kasus dugaan korupsi proyek satelit di Kemhan. (Foto: Kejagung)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menjadwalkan pemeriksaan terhadap pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terkait kasus dugaan korupsi proyek pembuat dan penandatanganan kontrak satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan) Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015-2016. Agenda tersebut rencananya dilaksanakan minggu depan.

"Minggu depan," tutur Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Supardi di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu malam 26 Januari 2022.

Supardi berharap dalam kurun waktu sepekan ke depan sudah semakin muncul titik terang dalam pengungkapan perkara proyek satelit Kemhan tersebut.

"Nanti pihak yang terkait itu pasti akan kita minta keterangan siapa pun itu," kata Supardi.

Kejagung menyatakan, negara mengalami kerugian Rp 500 miliar lebih terkait dugaan perkara proyek pembuat dan penandatangan kontrak satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan) Kemhan pada 2015-2016.

"Jadi indikasi kerugian negara yang kita temukan hasil dari diskusi dengan rekan-rekan auditor, ini kita perkirakan uang yang sudah keluar sekitar Rp 500 miliar lebih dan ada potensi. Karena kita sedang digugat di arbitrase sebesar 20 juta USD," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Ardiansyah saat konpers, Jumat 14 Januari 2022.

Ia menjelaskan, jumlah tersebut diperuntukkan untuk membayar biaya sewa Avanti sebesar Rp 491 miliar, kemudian untuk biaya konsultan sebesar Rp 18,5 miliar. Selanjutnya untuk biaya Arbitrase Navajo senilai Rp 4,7 miliar.

"Nah ini yang masih kita sebut potensi ya, karena ini masih berlangsung dan kita melihat bahwa timbulnya kerugian atau pun potensi sebagaimana tadi yang disampaikan di persidangan Arbitrase ini," jelasnya.

"Karena memang ada kejahatan yang kualifikasinya ketika ekspose dilakukan, ini masuk ke dalam kualifikasi tindak pidana korupsi," sambungnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Mahfud Md Minta Pembuat dan Penandatangan Kontrak Tanggung Jawab

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam konferensi pers Perkembangan Satgas BLBI, Kamis (20/1/2022).
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Menko Polhukam Mahfud MD meminta agar pembuat dan penandatangan kontrak proyek satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan) Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015-2016 bertanggung jawab. Hal itu karena belum ada kewenangan negara di dalam APBN dalam pengadaan satelit.

"Yang bertanggung jawab yang membuat kontrak itu karena belum ada kewenangan dari negara di dalam APBN bahwa harus melakukan pengadaan satelit dengan cara-cara itu," katanya dalam konferensi pers, Kamis (13/1/2022).

Mahfud juga mengakui telah memberitahu Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait adanya dugaan pelanggaran hukum tersebut. Jokowi pun meminta kepada Mahfud untuk menuntaskan kasus tersebut.

"Presiden memerintahkan saya untuk meneruskan dan menuntaskan kasus ini," kata Mahfud.

Tidak hanya itu, dia juga sudah sempat membahas terkait hal itu bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Kemudian Mahfud pun berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk menyelidiki pihak-pihak yang bertanggung jawab terkait hal itu.

"Karena kalau ada sesuatu pelanggaran hukum dari sebuah kontrak kalau kita harus membayar itu kita harus lawan," ungkapnya.

 

 

 


Minta Ditindaklanjuti Serius

Mahfud meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menindaklanjuti masalah tersebut secara serius. Sebab, bukan tidak mungkin empat perusahaan lain, Airbus, Detente, Hogan Lovels, dan Telesat juga mengajukan gugatan yang sama.

"Karena itu pemerintah akan meminta kejaksaan agung menerus apa yang telah dilakukan. Kami mohon kejaksaan agung mempercepat. Daripada tagihan-tagihan kita tidak punya alat. Maka kita segera konfirmasi maka yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung Sudah benar di dalam seluruh proses pemeriksaan," bebernya.

Sebab kata dia tidak menutup kemungkinan negara berpotensi ditagih lagi oleh Airbus, Detente, Hogan Lovels, dan Telesat. Mahfud pun berharap agar segera diselesaikan sehingga negara tidak perlu membayar kontrak yang belum jelas asalnya.

"Sehingga banyak sekali ini beban kita kalau ini tidak segera diselesaikan," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya