Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan, penyebab kelangkaan pupuk bersubsidi pada level petani karena naiknya harga bahan kimia di pasar internasional.
"Ini penyebabnya memang harga kamia di dunia itu naik tinggi menjadikan alokasinya menjadi turun. Dan ini menyebabkan kelangkaan daripada pupuk bersubsidi di masyarakat," kata Muhammad Lutfi dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (31/1/2022).
Baca Juga
Muhammad Lutfi bahwa mengungkap bahwa Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) (data penerimaan pupuk subsidi yang diterapkan Kementerian Pertanian) di 2021 berjumlah lebih dari 24,3 juta. Sementara alokasi pupuk subsidi dari pemerintah hanya sedikit di atas 9 juta.
Advertisement
"Jadi sebenarnya terjadi gap 34 persen. Kalau kita lihat pada alokasinya yang terjadi pada akhir Desember 2021, dari alokasi 9 juta itu hanya 8,7 juta yang bisa dialokasikan dan realisasi terakhir tidak sampai 8 juta," katanya.
Muhammad Lutfi mengakui terjadi gap yang menganga lebar antara RDKK, alokasi dan realisasi pada petani.
Masalah Data
Anggota Komisi IV DPR Andi Akmal Pasluddin mengatakan, permasalahan terkait dengan pupuk subsidi berawal dari kurang akuratnya data yang terkait dengan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) tani.
"Ketidaktepatan atau tidak akuratnya data ini menjadi sumber dari segala sumber masalah," kata Andi Akmal Pasluddin di Antara.
Untuk mengurai hal tersebut, Akmal menyarankan adanya pelaksanaan audit ketat di setiap lini sehingga minim penyimpangan. Pemerintah, lanjutnya, melalui petugas yang melakukan distribusi pupuk subsidi ini mesti orang-orang yang berintegritas tinggi.
"Harus ada kepastian terhadap validasi data ini sehingga yang menerima pupuk subsidi adalah warga atau petani yang memang berhak. Jangan sampai petani yang tidak berhak, malah menerima pupuk subsidi, apalagi bila ada pupuk subsidi yang sampai perbatasan luar negara sehingga rentan diselundupkan keluar negeri. Atau kejadian yang kerap terjadi, pupuk subsidi digunakan oleh perkebunan-perkebunan besar padahal mereka sangat tidak berhak," papar Akmal.
Advertisement