Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa tiga orang saksi terkait kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan yang melibatkan Bupati nonaktif Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas'ud (AGM).
Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, ketiganya dikonfirmasi tentang dugaan Abdul Gafur Mas'ud meminta duit langsung kepada para kontraktor.
Advertisement
Baca Juga
"Para saksi kemarin dihadirkan dan diminta konfirmasi terkait dengan dugaan adanya permintaan uang oleh tersangka AGM baik secara langsung pada para kontraktor maupun melalui pihak-pihak tertentu di SKPD pada Pemkab PPU yang memiliki proyek pekerjaan," kata Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (7/3/2022).
Ali mengungkap, tiga saksi tersebut adalah Direktur Perumda Danum Taka; Abdul Rasyid, Direktur Perumda Benua Taka Energi; Bahrun Genda dan Direktur Perumda Benua Taka; Heriyanto.
Namun demikian, Ali mengaku belum bisa membeberkan besaran uang yang diduga diminta oleh AGM, karena alasan masih penyidikan KPK.
Tetapkan 6 Tersangka
Untuk diketahui, KPK telah menetapkan enam orang tersangka dalam kasus suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Mereka adalah Ahmad Zuhdi selalu pihak swasta yang berperan sebagai pemberi suap.
Lima tersangka lainnya adalah penerima suap, yakni Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas'ud, Plt Sekda Penajam Paser Utara Mulyadi, Kepala Dinas PUTR Penajam Paser Utara Edi Hasmoro, Kepala Bidang Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Jusman, dan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan Nur Afidah Balqis.
Terhadap Zuhdi, KPK menerapkan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara untuk penerima mereka disangkakan Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Advertisement