Waspada Dampak La Nina yang Berpotensi Terjadi Sepanjang 2022

La Nina 70 persen terjadi berkepanjangan hingga musim kemarau 2022.

oleh Arie Nugraha diperbarui 12 Mar 2022, 20:44 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2022, 20:44 WIB
Waspada Cuaca Ekstrem
Warga melintasi jalan saat hujan di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Senin (1/11/2021). BMKG mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrem berupa hujan dengan intensitas sedang hingga lebat untuk berbagai wilayah di Indonesia hingga 6 November 2021. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) meminta masyarakat dan para pemangku kebijakan mewaspadai dampak La Nina yang diprakirakan terjadi secara menerus pada 2022.

Peneliti Klimatologi pada Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Erma Yulihastin menerangkan, La Nina berpeluang masih tinggi terjadi. La Nina 70 persen terjadi berkepanjangan hingga musim kemarau 2022.

"Ini berpotensi membuat kawasan timur konsisten mengalami peningkatan hujan sepanjang tahun serta dapat menimbulkan sifat musim kemarau yang cenderung basah di selatan Indonesia," ujar Erma dalam keterangan tertulisnya, Bandung, Sabtu, 12 Maret 2022.

Menurut dia, jika pada 2022 La Nina terbentuk kembali, maka dampak banjir dan longsor dapat meluas di Indonesia.

Hal tersebut pernah terjadi pada periode 1998-1999 dan berpotensi dapat terjadi lagi. Oleh karena itu, harus diantisipasi.

"Istilah persisten La Nina disematkan pada kondisi La Nina berlangsung lebih dari dua tahun berturut-turut tanpa jeda," kata Erma.

Erma menyebutkan berdasarkan data histori, La Nina berkepanjangan selama lebih dari dua tahun berturut-turut pernah terjadi pada pertengahan 1998 hingga awal 2000.

 

Yang Harus Digarisbawahi

Pada saat itu, La Nina menimbulkan banyak kejadian banjir dan longsor yang meluas di Indonesia.

"Hal penting yang perlu digarisbawahi mengenai iklim selama periode musim transisi yaitu Maret-April-Mei 2022 ada dua, yaitu aktivitas gelombang atmosfer tropis ekuator dan persisten La Nina," ungkap Erma.

Siklus konveksi yang menguat dan melemah secara periodik sekitar sebulan sekali ini, merupakan sinyal yang mengindikasikan aktivitas gelombang atmosfer tropis ekuator masih berperan selama musim transisi tahun ini.

Potensi ini berdasarkan data probabilitas ENSO dari model CPC (Climate Prediction Center) Amerika Serikat. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya