Tanggapi Analisis ICW soal Kerugian Keuangan Negara, KPK: Kesimpulan Prematur yang Keliru

Ali Fikri menuturkan, hasil kajian dan pemantauan ICW itu, sekalipun menjadi masukan bagi KPK sebagai bahan evaluasi ke depan, tapi masih sangat perlu didiskusikan lebih jauh mengenai metode analisis dalam proses pengambilan kesimpulannya.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Mei 2022, 04:40 WIB
Diterbitkan 24 Mei 2022, 04:40 WIB
Kasus Suap Bupati Sidoarjo, KPK Rilis Hasil OTT Rp 1 Miliar
Juru Bicara KPK, Ali Fikri. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bahwa analisis Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait dengan kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi (tipikor), keliru.

Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan, dari analisis yang salah kaprah menghasilkan kesimpulan prematur yang dibuat ICW, sehingga analisis tersebut menjadi keliru.

"Terutama pembahasan pada aspek pidana badan, jumlah uang pengganti, maupun tuntutan pidana tambahan lainnya," ujar Ali Fikri dalam keterangannya.

Dia menerangkan, pidana tambahan lainnya pun beragam bentuk, termasuk pencabutan hak politik yang beberapa kali KPK terapkan dan tuntut kepada para terdakwa.

Ali Fikri menuturkan, hasil kajian dan pemantauan ICW itu, sekalipun menjadi masukan bagi KPK sebagai bahan evaluasi ke depan, tapi masih sangat perlu didiskusikan lebih jauh mengenai metode analisis dalam proses pengambilan kesimpulannya.

"Karena jika kita cermati, kajian ICW mencampuradukkan pembahasan Pasal 2 atau 3 UU Tipikor dengan pasal-pasal suap dan sejenisnya yang dominan ditangani oleh KPK," jelasnya.

Sebab, perlu digarisbawahi bahwa pasal-pasal yang berkaitan dengan kerugian negara hanya Pasal 2 atau 3 UU Tipikor saja.

"Lalu, jika kita juga memahami hukum dengan baik, tipologi korupsi pasal suap secara normatif tidak ada kaitannya dengan kerugian negara," ucap Ali.

Selain itu, dia juga menilai semestinya pemantauan ICW tersebut juga perlu memasukkan pembahasan mengenai subsider hukuman yang merupakan hak terpidana.

"Sehingga bisa jadi, pengembalian kerugian keuangan negara tersebut digantikan dengan hukuman badan. Mekanisme tersebut berlaku sah demi hukum," katanya.

 

 

Pemulihan Aset dari Tipikor

Ilustrasi KPK. (Liputan6.com/Fachrur Rozie)
Ilustrasi KPK. (Liputan6.com/Fachrur Rozie)

Dia memaparkan, KPK lewat fungsi yang dijalankan Direktorat Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti, dan Eksekusi (Labuksi), berupaya optimal melakukan "asset recovery" atau pemulihan aset dari penanganan tindak pidana korupsi.

"Baik sejak awal melalui pelacakan aset yang maksimal terhadap harta dan kekayaan yang dimiliki para pelaku korupsi, pengelolaan barang bukti salah satunya agar aset yang disita dan dirampas tidak mengalami depresiasi nilai saat pelaksanaan lelang-nya," terangnya.

Untuk mengoptimalkan bisa lewat eksekusi yang dijalankan oleh jaksa atas putusan pengadilan. Dia menambahkan, melalui UU KPK yang baru, saat ini fungsi eksekusi menjadi tugas pokok fungsi KPK sehingga jaksa eksekutor juga bisa melakukan penyitaan.

"Langkah-langkah ini sebagai penguatan dan optimalisasi pemulihan kerugian keuangan negara oleh KPK," ucapnya.

Ali menilai, analisis yang tidak komprehensif itu tentu sangat disayangkan, karena dapat membelokkan informasi bagi masyarakat, maupun para pemerhati dan akademisi yang 'konsen' terhadap perkembangan ilmu hukum.

Dia membeberkan bahwa perkara yang ditangani KPK sejumlah 791 dari total 1.231 merupakan kasus suap atau lebih dari 64 persen, di mana secara normatif tidak ada kerugian keuangan negaranya.

"Karena publik penting memahami, tindak pidana korupsi jangan hanya disederhanakan menyoal kerugian keuangan negara," ujar Ali.

 

Catatan ICW

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana. (Merdeka.com/Ahda Bayhaqi)

Sebelumnya, ICW mencatat kerugian keuangan negara tahun 2021 akibat tindak pidana korupsi yang masuk dalam proses persidangan mencapai Rp62,9 triliun.

"Angka yang sangat besar bahkan terbilang paling besar selama lima tahun terakhir. Tahun 2020 itu Rp56,7 triliun ada kenaikan di tahun 2021 mencapai Rp62,9 triliun," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam paparannya saat Peluncuran Tren Vonis 2021 "Rendahnya Pidana Penjara dan Anjlok-nya Pemulihan Kerugian Negara" yang disiarkan melalui kanal YouTube Sahabat ICW, Minggu (22/5).

Dari total kerugian negara tersebut, kata Kurnia, KPK hanya menangani perkara 1 persen, yaitu sekitar Rp800 miliar.

"Sisanya banyak dari Kejaksaan yang terbagi Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi maupun Kejaksaan Negeri. Ini juga kritik pada KPK agar fokus juga terhadap kasus-kasus yang memiliki irisan dengan kerugian keuangan negara," ungkap Kurnia.

Sumber: Antara

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya