Liputan6.com, Jakarta - Tak pernah terbayangkan oleh I Wayan Desy jika dirinya harus seringkali menyambangi Rumah Sakit (RS) Carolus untuk kontrol rutin penyakit yang dideritanya. Awalnya, sekitar empat tahun lalu Wayan, 26 tahun, mengikuti tes gula darah yang diadakan kantor tempatnya bekerja. Tak disangka, saat itu gula darahnya lebih dari 400 mg/dL.
Namun, saat itu, Wayan belum memutuskan ke dokter untuk melakukan pengobatan. Beberapa gejala pun mulai dirasakan Wayan. Mulai dari penurunan berat badan secara drastis, kerap buang air kecil, hingga sering munculnya rasa lapar.
Baca Juga
Beberapa orang di sekitarnya sempat mempertanyakan penurunan berat badan yang dialami perempuan lulusan salah satu universitas di Bandung, Jawa Barat tersebut. Sekitar 20 kilogram berat badannya hilang secara cepat meskipun saat itu dia tidak melakukan diet ketat. Ukuran pakaian yang dikenakannya berubah dari XL ke M.
Advertisement
Tiba-tiba di pertengahan tahun 2019, perut Wayan sakit tak kunjung sembuh. Dia mengira penyakit lambungnya kembali kambuh. Namun, saat datang ke rumah sakit dan melakukan pemeriksaan lebih lanjut, ternyata empedunya mengalami peradangan dan harus diangkat akibat komplikasi dari gula darahnya yang tidak terkontrol.
Operasi pengangkatan empedu Wayan dilakukan pada akhir tahun 2020 dan seketika gaya hidupnya pun berubah. Makanan manis hingga berlemak tinggi menjadi asupan yang dihindari.
"Iya pola makan harus berubah supaya si gulanya turun. Karena empedunya udah enggak ada jadi pantangan makanan karena gula, karena enggak ada empedu juga jadi ditambah. Ada dua pantangan makanan yang harus aku atur," kata Wayan kepada Liputan6.com.
Makanan yang dikonsumsinya langsung diatur berdasarkan kebutuhan tubuh. Mulai dari asupan karbohidrat hingga penggunaan gula harian. Sebelum tahun 2018 dan mengetahui gula darahnya tinggi, Wayan sering mengkonsumsi minuman manis kekinian dan soda.
Misalnya boba ataupun berbagai jenis kopi yang biasanya memiliki rasa beragam dan dominasi rasa manis. Bahkan minuman kekinian itu dinikmatinya hampir setiap hari. Wayan juga tidak pernah ketinggalan menikmati berbagai minuman kekinian terbaru.
Kemudian Wayan mengaku seringkali makan tengah malam dengan jumlah asupan karbohidrat yang cukup tinggi. "Kalo aku, sebelum 2018 benar-benar hampir tiap hari itu minum boba atau kopi-kopian manis. Aku juga waktu itu termasuk yang social drinking-nya itu lumayan aktif. Jadi kaya diajak minum sama temen di mana," papar dia.
Selain pola makan yang baru, Wayan sekarang lebih banyak melakukan jalan kaki seperti yang disarankan dokternya. Misalnya dia memilih menggunakan transportasi publik yang mengharuskannya berjalan kaki dari halte Transjakarta ke kantor ataupun sebaliknya.
Saat ini Wayan melakukan kontrol ke dokter setiap tiga bulan sekali. Karena gula darahnya yang susah turun dokter menyarankan untuk melakukan terapi insulin.
Berbagai Gejala Awal Diabetes
Hal sama juga dialami seorang jurnalis di Jakarta. Penurunan berat badan yang drastis menjadi gejala awal yang disadari Gunawan pada awal tahun 2019. Awalnya, dia mengira mengkonsumsi jus buah setiap pagi memberikan efek penurunan berat badan yang lumayan meskipun sedang tidak melakukan diet.
"Tiba-tiba badan mengalami penurunan berat badannya yang cukup drastis, yaitu dari 95 kilogram ke 85 kilogram," kata Gunawan kepada Liputan6.com.
Kebiasaan meminum jus buah di pagi hari tetap dilanjutkan Gunawan hingga beberapa saat. Namun dia curiga akan masalah kesehatannya.
Akhirnya, Gunawan memilih melakukan pengecekan gula darah di salah satu apotek dekat rumahnya. Hasilnya, gula darahnya lebih dari 500 mg/dL.
Merasa tidak percaya, Gunawan kembali melakukan pengecekan darah di salah satu klinik dan hasilnya tak berubah. Lalu, dia langsung menemui dokter penyakit dalam di RS Zahirah, Jagakarsa, Jakarta Selatan dan pengobatan dilakukan sejak saat itu. Untuk memperbaiki pola makan, Gunawan menemui pula dokter ahli gizi.
Minuman dan makanan manis kesukaannya pun menjadi salah satu pantangan. "Rasanya seperti tidak bisa mengonsumsi apapun, kecuali minuman manis yang mengandung gula diabetasol. Selain itu hanya bisa meminum air putih dan air es putih (mineral dingin). Terasa sulit saat mengonsumsi kopi, pasalnya, saya hanya bisa atau diperbolehkan mengonsumsi kopi pahit," ucap dia.
Untuk mengkonsumsi makanan sehari-hari sudah diatur oleh dokter atau dilakukan pembatasan, contohnya nasi putih. Setiap kali makan, Gunawan hanya diperbolehkan mengkonsumsi lima sendok makan. Biasanya dia sarapan dengan roti gandum dan lauk lainnya.
Sebelumnya, orang tua dan kakak Gunawan terlebih dahulu divonis diabetes tipe 2. Dia mengaku sebagai orang pemakan semua jenis makanan. Gunawan juga menyebut dirinya tak pernah berolahraga. Namun keadaan sekarang, Gunawan harus melakukan pengecekan gula darah secara berkala.
"Penyakit diabetes bisa merembet ke penyakit lainnya. Sebenarnya, ginjal saya juga sudah kena, karena diabetes ini. Jadi karena saat itu gula saya tidak terkontrol, jadi ginjal saya mengalami penurunan fungsi ginjal," ujar Gunawan.
Advertisement
Diabetes di Indonesia Diprediksi Meningkat
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang tak boleh diabaikan dan dapat terjadi kepada siapa aja. Diabetes terjadi ketika tubuh tidak dapat menghasilkan insulin yang cukup. Gaya hidup yang tidak sehat menjadi salah satu penyebab banyaknya diabetes di masyarakat.
Data dari International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2021 menyebut sekitar 19,46 juta orang di Indonesia mengidap diabetes. Dalam data tersebut Indonesia menempati sebagai negara dengan jumlah pengidap diabetes tertinggi kelima di dunia. Yaitu setelah China, India, Pakistan dan Amerika Serikat.
Selain itu, Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masuk dalam 10 negara terbesar kasus diabetes di dunia. Bahkan IDF juga memprediksi sebanyak 28,6 juta orang Indonesia mengidap diabetes pada 2045.
Spesialis Gizi Klinik di RSIA Melinda 1, Bandung, Johanes Chandrawinata menyatakan gaya hidup yang buruk dan tidak sehat, berperan penting dalam munculnya diabetes tipe dua untuk usia muda. Gaya hidup tersebut meliputi kurangnya aktivitas fisik hingga asupan kalori yang berlebihan.
Kata dia, asupan kalori yang berlebihan menyebabkan kegemukan yang memiliki risiko tinggi pada tubuh.
"Kegemukan dari sejak anak kecil itu tidak baik untuk kesehatan karena ada meningkatkan risiko berbagai penyakit yang paling utama adalah diabetes tipe 2," kata Johanes kepada Liputan6.com.
Olahraga, kata Johanes merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan untuk pencegahan diabetes pada usia muda. Yaitu sedikitnya berolahraga sedikitnya tiga jam selama sepekan. Kemudian dia juga mengimbau agar orang menghindari bermain game yang lama di depan komputer ataupun smartphone.
Hal itu, kata dia akan memicu kegemukan pada seseorang yang tidak melakukan aktivitas fisik seperti halnya olahraga. Untuk asupan makanan, jangan mengkonsumsi makanan yang berlebih kadar lemak dan gulanya.
"Jadi hindari makanan yang terlalu banyak lemak, yang digoreng atau lemak pada hewan kulit. Hindari juga minuman yang terlalu manis," ucapnya.
Begadang Berdampak Diabetes
Johanes menambahkan, makanan manis tersebut misalnya jus buah yang ditambahkan dengan gula. Johanes menganjurkan buah yang dikonsumsi setiap hari dalam bentuk potongan dan dalam jumlah yang tidak berlebihan.
"Apa-apa yang berlebihan tidak baik untuk kesehatan. Karena buah mengandung gula buah, kelebihan asupan gula buah itu dapat menimbulkan trigliserida tinggi asam urat tinggi selain juga kalorinya tentu akan menyebabkan kegemukan," papar dia.
Sementara itu, Johanes menyatakan ada kaitannya antara kegemukan pada anak muda dengan diabetes tipe 2. Terutama kegemukan yang terjadi pada bagian perut. Lalu sejumlah asistensi insulin yang berlebih dapat dilihat dari beberapa bagian ditubuh seseorang.
Misalnya dari leher, lipatan ketiak, siku, ataupun jari-jari yang mengalami perubahan warna atau menghitam. Johannes menyebut hal tersebut tidak dapat dibersihkan begitu saja ketika mandi.
"Jangan digosok ini harus turun berat badan nanti baru hilang kehitaman di kulitnya tersebut dan juga tentunya jauh lebih sehat jika turun berat badan," dia menandaskan.
Akibat Peningkatan Kadar Gula Darah
Berdasarkan laman p2ptm.kemkes.go.id, diabetes atau penyakit kencing manis merupakan gangguan metabolisme yang timbul akibat peningkatan kadar gula darah di atas nilai normal yang berlangsung secara kronis. Biasanya diabetes disebabkan adanya gangguan pada hormon insulin yang dihasilkan kelenjar pankreas.
Insulin berfungsi untuk mengatur penggunaan glukosa. Diabetes melitus dibedakan menjadi yaitu tipe 1 dan 2.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Endokrinologi Metabolik Diabetes Eka Hospital, I Gusti Ngurah Adhiarta menyebut biasanya diabetes awalnya tidak bergejala dan tidak terdeteksi. Dia meminta masyarakat harus mewaspadai ketika mengalami obesitas hingga seringkali begadang. Sebab gaya hidup yang tidak sehat berdampak pada diabetes tipe 2.
"Begadang menyumbang peningkatan diabetes sebanyak tujuh kali lebih cepat dibandingkan orang yang tidak gemar begadang. Saat ini terdapat pasien saya pengidap diabetes karena sering begadang untuk bermain aplikasi sosial media," kata Adhiarta kepada Liputan6.com.
Advertisement
Pola Makan Berpengaruh 50 Persen
Kata Adhiarta, ada beberapa gejala diabetes di masyarakat. Misalnya adanya penurunan berat badan yang drastis, kemudian adanya rasa haus dan lapar dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama atau berdekatan. Kendati begitu biasanya diabetes akan terdeteksi dengan melakukan pengecekan gula darah.
Lanjut dia, diabetes tidak hanya dialami oleh masyarakat dengan usia lanjut usia atau lansia. Namun saat ini usia di bawah 40 tahun sudah terdeteksi diabetes tipe 2.
"Sebelumnya diyakini bahwa diabetes adalah penyakit yang menyerang usia di atas 40 tahun, tapi dengan semakin berkembangnya zaman, berubahnya pola hidup, usia pengidap diabetes ini bergeser sehingga saat ini banyak remaja pun sudah terkena diabetes tipe 2," ucap dia.
Selain begadang dan obesitas, kebiasaan gaya hidup tidak sehat seperti merokok, gemar mengonsumsi minuman alkohol, minuman manis juga menjadi pemicu adanya diabetes. Faktor lainnya meliputi konsumsi makanan cepat saji, pengidap kolestrol tinggi, hingga adanya turunan dari salah keluarga yang pernah diagnosis sebagai pre diabetes.
"Diabetes pada remaja menyebabkan komplikasi penyakit lain mudah terjadi dibandingkan dengan pengidap diabetes usia lanjut. Hal tersebut dikarenakan kinerja jantung dan ginjal. Pada umumnya, obat-obat diabetes yang standard, seperti metformin kurang bekerja pada pengidap usia remaja. Biasanya para remaja tersebut diberikan preparat lain, bahkan ada yang sampai disuntikkan insulin," papar Adhiarta.
Adhiarta menilai faktor pola makan yang tidak sehat memiliki pengaruh sekitar 40-50 persen timbulnya diabetes. Karena hal itu dia meminta masyarakat untuk melakukan sejumlah langkah pencegahan. Yakni menjaga berat badan ideal dengan pola hidup sehat.
Kemudian menghindari makanan manis, cepat saji, minuman manis, memperbanyak buah-buahan dan sayur-sayuran, serta olahraga.
"Mengonsumsi buah-buahan dan sayuran dapat melindungi tubuh hingga 22 persen menurunkan risiko terkena penyakit diabetes. Jika gemar mengonsumsi makanan/minuman manis, ganti pemanis dengan yang rendah kalori. Terakhir, aktif olahraga," Adhiarta menandaskan.