Liputan6.com, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti beberapa kejanggalan dalam proses pengusutan kasus adu tembak antarpolisi yang menewaskan Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo.
"Berdasarkan informasi yang kami himpun, terdapat berbagai kejanggalan yang mewarnai proses pengusutan kasus ini," kata Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar dalam keterangannya, dikutip Jumat (15/7/2022).
Advertisement
Baca Juga
Pertama, sebut Rivanlee, terkait disparitas waktu yang cukup lama sejak insiden dengan pengungkapan ke publik yakni sekitar dua hari. Lalu, kronologis yang berubah-ubah disampaikan oleh pihak Kepolisian, membuat kasus ini tak masuk akal.
Kedua, ditemukannya luka sayatan pada jenazah Brigadir J di bagian muka. Ketiga keluarga yang sempat dilarang melihat kondisi jenazah. Kemudian CCTV dalam kondisi mati pada saat peristiwa terjadi.
Terakhir, keterangan Ketua RT setempat yang mengaku tidak mengetahui adanya peristiwa adu tembak dan proses olah tempat kejadian perkara (TKP).
"Kami menilai bahwa sejumlah kejanggalan tersebut merupakan indikasi penting bahwa Kepolisian terkesan menutup-nutupi dan mengaburkan fakta kasus kematian Brigadir J," tutur dia.
Atas beberapa kejanggalan yang ada, Rivanlee memandang bahwa kasus baku tembak antara Brigadir J dengan Bharada E ini, seperti halnya kejanggalan pada kasus kematian enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di Tol Jakarta-Cikampek.
"Bukan kali pertama, upaya Kepolisian dalam menyembunyikan fakta juga terjadi pada kasus terdahulu, seperti halnya penembakan terhadap enam laskar Front Pembela Islam (FPI)," sebut dia.
"Pada persidangan kasus, terbukti bahwa sejumlah warga sekitar diduga mengalami intimidasi oleh aparat untuk tidak merekam peristiwa dan bahkan diminta untuk menghapus file rekaman atas peristiwa penangkapan yang terjadi. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Komnas HAM ketika memberikan keterangan di persidangan," tambah Rivanlee.
Fenomena Impunitas Aparat
Oleh karena itu, KontraS menilai adanya kejanggalan pertanggungjawaban perkara pidana sering terjadi apabila melibatkan anggota kepolisian dengan sejumlah pola yang sama.
Seperti ketidaktegasan dalam mekanisme pidana terhadap anggota yang terbukti bersalah. Hingga akhirnya menyerahkan pada mekanisme internal etik atau disiplin.
Kerap kali mengupayakan penyelesaian perkara dengan cara “kekeluargaan” atau “perdamaian” yang membuat pihak korban menjadi tertekan dan menyetop perkara. Lalu, tidak adanya evaluasi kelembagaan serta perbaikan institusi dari kesalahan yang terjadi.
"Selain memunculkan keberulangan peristiwa, hal tersebut tentu saja akan berimplikasi pada terkikisnya kepercayaan masyarakat dan meruntuhkan wibawa Korps Bhayangkara. Sebab, hal tersebut akan mencoreng asas equality before the law dan hanya akan memperpanjang fenomena impunitas aparat," tutur dia.
Sekedar informasi, kasus adu tembak di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo yang melibatkan Brigadir J dan Bharada E terjadi pada Jumat (8/7/2022) pukul 17.00 WIB. Brigadir J tewas dengan sejumlah luka dalam kasus ini.
Kepolisian menyebut, adu tembak antardua anak buah Ferdy Sambo ini diduga dipicu tindakan pelecehan. Polisi menyebut, Brigadir J diduga melakukan pelecehan terhadap istri Irjen Ferdy Sambo. Kasus ini tengah diusut penyidik Polres Metro Jakarta Selatan.
Advertisement
Kapolri Bentuk Tim Khusus
Sementara itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membentuk tim khusus untuk mengungkap kasus baku tembak di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo ini.
Tim khusus tersebut dipimpin langsung oleh Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono beserta jajaran Irwasum, Bareskrim, Provos, hingga Paminal Polri.
"Satu lagi kasus yang tentunya melibatkan anggota karena memang terjadi baku tembak antara anggota dan anggota. Dan kami juga mendapatkan banyak informasi terkait dengan berita- berita lair yang beredar yang tentunya kita juga ingin bahwa semuanya ini bisa tertangani dengan baik," ucap Sigit.
Selain melibatkan instansi internal Polri, kata Sigit, tim khusus ini juga melibatkan rekan-rekan dari eksternal yakni Kompolnas dan Komnas HAM agar proses hukum nantinya bisa lebih transparan.
"Satu sisi kami juga sudah menghubungi rekan-rekan dari luar dalam hal ini Kompolnas dan Komnas HAM terkait isu yang terjadi sehingga di satu sisi kita tentunya mengharapkan kasus ini bisa dilaksanakan pemeriksaan secara transparan, objektif," ucapnya.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Merdeka.com