Respons Kejagung soal Kisruh Tambang Ilegal di Kaltim Usai Viral Pengakuan Ismail Bolong

Pengakuan Ismail Bolong yang setor uang miliaran rupiah ke petinggi Polri dari hasil tambang ilegal di Kaltim bikin heboh publik.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 16 Nov 2022, 20:53 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2022, 20:30 WIB
Ilustrasi Kejaksaan Agung RI (Kejagung)
Gedung Kejaksaan Agung RI (Kejagung). (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta - Kisruh tambang ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim) dan isu setoran uang panas ke aparat masih ramai menjadi sorotan publik, terlebih usai pengakuan mantan anggota Polri Ismail Bolong. Kejaksaan Agung (Kejagung) sendiri belum banyak komentar terkait kasus tersebut.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Andriansyah, menyampaikan pihaknya belum turut andil dalam pengusutan polemik tambang ilegal batu bara di Kaltim, sebagaimana pengakuan Ismail Bolong.

"Nantilah," tutur Febrie saat ditemui di Gedung Bundar Kejagung, Rabu (16/11/2022).

Sementara Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, juga mengaku belum menerima informasi lebih jauh terkait langkah Kejaksaan terkait pengusutan tambang ilegal Kaltim yang dibahas Ismail Bolong.

"Kami belum dapat infonya," ujar Ketut saat dikonfirmasi.

Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul juga mengaku belum menerima laporan hasil penyelidikan (LHP) terkait adanya penambangan batu bara ilegal di wilayah Polda Kaltim.

Diketahui sebelumnya, ramai diberitakan soal pengakuan Ismail Bolong tentang dugaan pelanggaran atau penyimpangan yang dilakukan oknum anggota Polri dan pejabat utama Polda Kalimantan Timur terkait tambang ilegal.

"Yang pasti belum sampai ke meja saya. Sekretariat belum dapat mungkin (soal LHP)," kata Pacul kepada awak media di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (15/11/2022).

Sebagai ketua komisi yang membidangi hukum, Pacul mengaku belum melakukan komunikasi dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait beredarnya laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang berkop Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.

"Saya tidak ada lakukan apapun soal ini, belum ada komunikasi. Saya tidak tahu anggota Komisi III. Tapi secara resmi saya sebagai ketua, tidak pernah bersurat. Kalau nanti mau (dibahas Komisi III), ya disuratkan juga bisa," ujar Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PDI Perjuangan ini.

Sementara perihal administrasi surat-menyurat, kata Pacul, tentu perlu kesepakatan seluruh Anggota Komisi III DPR yang mewakili fraksi-fraksi partai untuk diputuskan perlu ditindaklanjuti atau tidak. Sebab, dirinya menjalankan rapat sesuai kesepakatan bersama anggota komisi dan tidak bisa sewenang-wenang.

"Kalau ada surat masuk konsensus yang harus dibuat. Pasti kita declare bersama-sama. Perlu ditindaklanjuti atau tidak? Itu di situ, di forum itu diputuskan. Kalau enggak ada kata sepakat, di-voting," jelas dia.

 


Beredar LHP Kasus Ismail Bolong

Ilustrasi Polisi Polri. (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)
Gedung Mabes Polri. (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

 

Sebelumnya, beredar surat laporan hasil penyelidikan (LHP) yang ditujukan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dari Kepala Divisi Propam Polri, saat itu Ferdy Sambo, Nomor: R/1253/WAS.2.4/2022/IV/DIVPROPAM, tanggal 7 April 2022, bersifat rahasia.

Dalam poin h di dokumen tersebut, tertulis Aiptu Ismail Bolong memberikan uang koordinasi ke Bareskrim Polri diserahkan kepada Kombes BH selaku Kasubdit V Dittipidter sebanyak 3 kali, yaitu bulan Oktober, November dan Desember 2021 sebesar Rp3 miliar setiap bulan untuk dibagikan di Dittipidter Bareskrim.

Selain itu, Ismail disebut juga memberikan uang koordinasi kepada Komjen Agus Andrianto selaku Kabareskrim Polri secara langsung di ruang kerja Kabareskrim dalam bentuk USD sebanyak 3 kali, yaitu Oktober, November dan Desember 2021, sebesar Rp2 miliar.

Video Ismail Bolong juga sempat beredar di media sosial. Awalnya, Ismail Bolong mengaku melakukan pengepulan dan penjualan batu bara ilegal tanpa izin usaha penambangan (IUP) di wilayah hukum Kalimantan Timur.

Keuntungan yang diraupnya sekitar Rp5-10 miliar tiap bulannya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya