Liputan6.com, Jakarta - Usai munculnya gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK), Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari melempar wacana bahwa terbuka peluang menggunakan sistem proporsional tertutup pada Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 mendatang.
"Jadi kira-kira bisa diprediksi atau enggak putusan Mahkamah Konstitusi ke depan? Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup," ujar Hasyim dalam Catatan Akhir Tahun KPU RI 2022 di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis 29 Desember 2022.
Baca Juga
Hasyim mengatakan, MK bisa saja memutuskan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup. Sebab pada Pemilu 2009, sistem proporsional terbuka diberlakukan karena putusan lembaga tersebut.
Advertisement
Munculnya wacana dari KPU itu pun menuai beragam tanggapan pro kontra dari berbagai pihak. Salah satunya Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Menurut Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), ada aturan yang sudah disepakati dan tak boleh dilanggar.
"Itu soal kesepakatan, jadi namanya game harus ada aturan dasar yang disepakati dan game itu dilaksanakan sesuai aturan. Jangan dilanggar aturan yang sudah disepakati," kata Gus Yahya di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Senin 2 Januari 2023.
Soal mendukung atau tidak, PBNU menyerahkan urusan tersebut kepada partai politik dan KPU. Selanjutnya, laksanakan aturan pemilu atas kesepakatan bersama.
Namun, 8 dari 9 fraksi DPR menyampaikan pernyataan sikap menolak sistem proporsional tertutup yang diwacanakan KPU bakal diterapkan di Pemilu 2024.
Adapun mereka yang menolak yakni Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.
Berikut sederet fakta dan beragam tanggapan pro kontra berbagai pihak soal wacana KPU membuka peluang menggunakan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024 dihimpun Liputan6.com:
Â
1. Wacana KPU
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari melempar wacana bahwa terbuka peluang menggunakan sistem proporsional tertutup di Pemilu 2024, pasca ada gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Jadi kira-kira bisa diprediksi atau enggak putusan Mahkamah Konstitusi ke depan? Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup," kata dia dalam Catatan Akhir Tahun KPU RI 2022 di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis 29 Desember 2022.
Hasyim mengatakan, MK bisa saja memutuskan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup. Sebab pada Pemilu 2009, sistem proporsional terbuka diberlakukan karena putusan lembaga tersebut.
Pada pemilu 2014 dan 2019 sistem ini terus berlaku. Tetapi MK bisa saja memutuskan memberlakukan proporsional tertutup.
"Kira-kira polanya kalau yang membuka itu MK, ada kemungkinan yang menutup MK, kalau dulu yang mewajibkan verifikasi faktual MK, kemudian yang verifikasi faktual hanya partai-partai kategori tertentu itu juga MK," ujar Hasyim.
Karena ada peluang sistem proporsional tertutup diberlakukan, para bakal calon legislatif sebaiknya menahan diri melakukan sosialisasi. Karena dalam sistem proporsional tertutup tidak ditampilkan calon legislatif, hanya partai saja.
"Kami berharap kita semua menahan diri untuk tidak pasang-pasang gambar dulu. Siapa tahu sistemnya kembali tertutup? Sudah lumayan belanja-belanja pasang baliho, pasang iklan, namanya enggak muncul di surat suara," papar Hasyim.
Hasyim pun menjelaskan, sistem proporsional tertutup baru sebatas kemungkinan untuk Pemilu 2024.
"Ini sedang ada sidang, judicial review di Mahkamah Konstitusi, menggugat pasal di Undang-Undang Pemilu tentang sistem pemilu proporsional, di undang-undang Pemilu kita kan proporsional daftar calon terbuka, nah ini digugat minta untuk kembali ke sistem proporsional tertutup. Jangan salah kutip ya, jangan salah menulis bahwa seolah yang menyarankan proposal tertutup KPU," kata dia.
Hasyim melanjutkan, terkait sistem proporsional tertutup hanya menjadi pesan antisipasi kepada para calon anggota legislatif yang akan maju ke dalam bursa pesta demokrasi. Sebab, gugatan beleid masih berjalan dan keputusan dapat merubah aturan tata laksana Pemilu bila dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi.
"Saya sampaikan, siapapun misal yang mau nyalon harus mengikuti perkembangan itu supaya siap mental, secara psikologis siap menghadapi perubahan, kalau terjadi perubahan," jelas doa.
Hasyim kemudian memberi analogi, misalnya ada seseorang yang sudah mendeklarasikan sebagai seorang calon anggota legislatif dari salah satu partai politik. Orang tersebut lantas mengeluarkan banyak modal untuk promosi, padahal sampai sekarang KPU sebagai penyelenggara belum menerima daftar calon dari masing-masing partai.
Selain itu, KPU juga masih menunggu putusan dari hasil gugatan sistem proporsional terbuka di Mahkamah Konstitusi.
"Masih sangat mungkin namanya hilang dari peredaran di internal partai dan itu (promosi) pakai biaya, daripada kemungkinan mengeluarkan biaya besar dan dirinya belum pasti jadi calon? lebih baik sabarlah untuk tidak melakukan itu ya," wantinya.
Hasyim kembali menegaskan, apa yang disampaikan soal sistem proporsional tertutup hanya cara untuk mengingatkan kepada para calon anggota legislatif agar tidak merasa dirugikan.
Sebab, bila Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan terkait, maka sistem proporsional tertutup tidak akan memunculkan nama dan foto calon anggota legislatif. Mereka akan dipilih lewat mekanisme internal partai bila lolos ke Senayan.
"Ini sekali lagi antisipasi, kalau sekiranya nanti putusan kembali ke proporsional tertutup. Gambar-gambar calon enggak relevan, nama-nama calon (juga tidak), karena apa? di surat suara enggak ada nama calon itu dan yang dicoblos tanda gambar partai (lambang, nomor urut dan nama partai), ini seandainya keputusan MK mengarah ke sana," Hasyim menandasi.
Â
Advertisement
2. Bawaslu
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja, berpandangan pihak penyelenggara pemilu lebih baik tidak ikut terlibat dalam perdebatan sistem pemilu, seperti mengenai kemungkinan diterapkannya kembali sistem proporsional tertutup pada pelaksanaan Pemilu 2024.
"Tugas untuk memikirkan pola dan lain-lain ada pada DPR dan pemerintah. Kami (penyelenggara pemilu) memang bisa mengajukan, tapi itu ranahnya partai politik dan Komisi II DPR. Kami serahkan semuanya kepada mereka. Kami penyelenggara pemilu lebih baik tidak ikut dalam perdebatan seperti itu," ujar Bagja kepada wartawan di Kantor KPU, Jakarta, Jumat 30 Desember 2022.
Menurut dia, penyelenggara pemilu sepatutnya fokus menjalankan tugas menyelenggarakan pemilu dan pihak yang berwenang untuk memikirkan sistem pelaksanaan pemilu adalah DPR dan pemerintah.
"Tidak pas kalau kita (penyelenggara pemilu) mengomentari hal seperti. Menurut saya, tidak pada tempatnya kita mengomentari seperti itu karena kami fokusnya adalah menyelenggarakan pemilu. Tahapan semua sudah dimulai," kata Bagja yang dikutip dari Antara.
Â
3. PBNU dan Muhammadiyah
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menanggapi soal wacana penerapan sistem proporsional tertutup pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Menurutnya, ada aturan yang sudah disepakati dan tak boleh dilanggar.
"Itu soal kesepakatan, jadi namanya game harus ada aturan dasar yang disepakati dan game itu dilaksanakan sesuai aturan. Jangan dilanggar aturan yang sudah disepakati," kata Gus Yahya di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Senin 2 Januari 2023.
Soal mendukung atau tidak, PBNU menyerahkan urusan tersebut kepada partai politik dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Selanjutnya, laksanakan aturan pemilu atas kesepakatan bersama.
"Terserah terserah, itu domain dari para politisi dari para partai politik dan KPU silahkan ditetapkan aturannya dan kemudian laksanakan sesuatunya sesuai dengan aturan yang sudah disepakati," ucapnya.
Soal sistem pemilunya seperti apa, Yahya tak masalah. Asalkan demokrasi mesti transparan dan adil untuk semua pihak.
"Soal aturan isinya apa saja, terserah sama saja sebetulnya. Yang penting kita kedepan akan terus mengkonsolidasikan demokrasi kita ini sebagai demokrasi yang rasional transparan dan adil untuk semua pihak," jelas Yahya.
Sementara itu, Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah (Sekum PP Muhammadiyah) Abdul Mu’ti menegaskan, pihaknya tidak sepaham dengan sistem proporsional terbuka untuk Pemilu 2024.
Menurut dia, Muhammadiyah telah mengusulkan dua sistem untuk Pemilu 2024 yang merupakan hasil Muktamar dan telah disepakati seluruh anggota.
"Kita mengusulkan, pertama agar sistem proporsional terbuka sekarang ini diganti dengan sistem tertutup, dimana pemilih hanya memilih gambar partai politik yang nomor urut calon legislatifnya sudah ditetapkan oleh partai politik," kata Abdul Mu’ti usai menerima kunjungan KPU di Kantor PP Muhammadiyah Jakarta.
Abdul Mu’ti melanjutkan, usulan kedua yang disepakati adalah terbuka terbatas. Yaitu, sistem pemilihan akan seperti yang dulu pernah dipakai dengan memilih partai politik atau memilih calon legislatif yang memang semuanya mengikuti ketentuan yang berlaku.
"Kalau memenuhi Bilangan Pembagi Pemilihan (BPP) tentu dia akan terpilih. Tapi kalau misalnya tidak, tentu yang berbeda adalah yang sesuai dengan nomor urut. Sehingga dengan sistem proporsional terbuka terbatas, suara pemilih masih terakomodir dan masih ada yang keluar sebagai calon legislatif untuk dapat memiliki kesempatan terpilih walaupun tidak di nomor urut yang teratas," papar Abdul Mu’ti.
Meski begitu, dia melanjutkan, dua sistem tersebut merupakan sebatas usulan. Dia memastikan tidak ada intervensi terhadap hal terkait dan tetap menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap gugatan soal sistem proporsional terbuka.
"Nanti semuanya keputusannya ada pada Mahkamah Konstitusi yang sekarang ini sedang mengkaji usulan perubahan sistem pemilu. Tetapi memang kami tentu saja menyampaikan ini sebenarnya bukan hanya sejak Muktamar 48, tapi ketika Sidang Thamrin 2014, sudah menyampaikan usulan ini harapan kami," dia menutup.
Â
Advertisement
4. PSI
DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menegaskan penolakan terhadap wacana penerapan sistem proporsional tertutup pada Pemilihan Umum 2024. Dia menyebut, tindakan tersebut adalah bentuk pengkhianatan bagi demokrasi.
"PSI berpendapat bahwa sistem proporsional terbuka adalah kemajuan esensial dalam demokrasi kita. Kerugian konstitusional yang dikeluhkan justru lebih besar apabila diterapkan sistem proporsional tertutup," kata Juru Bicara PSI Ariyo Bimmo dalam keterangan pers diterima, Jumat 30 Desember 2022.
Ariyo menambahkan, sebagai seorang calon legislatif, tentunya akan merasa hak konstitusionalnya dilaksanakan secara penuh ketika bisa mengkampanyekan dirinya sebagai individual wakil rakyat. Selain itu, bagi para pemilih akan lebih puas ketika dirinya mencoblos orang yang memang diinginkannya untuk menjadi wakil rakyat.
"Kompetisi antar caleg itu bagus untuk memperkuat sistem merit dalam perekrutan anggota legislatif. Siapa yang punya rekam jejak, pemikiran dan kerja yang bagus, akan dipilih rakyat," urai Ariyo.
Dia memastikan, PSI menjadi partai yang pro Sistem Proporsional Terbuka karena sudah sesuai dengan keinginan pembentuk undang-undang dan tidak memiliki kelemahan konstitusional. Dia meyakini, Mahkamah Konstitusi (MK) dapat konsisten mempertahankan keyakinan yang sama ketika memutus gugatan pemohon yang ingin mengembalikian sistem tertutup.
"Sistem proporsional tertutup meredam perkembangan politisi muda sehingga urut kacang dan nomor sepatu kembali berlaku. Caleg nomor urut 5 ke bawah hampir mustahil mendapatkan kursi sehingga akan berkampanye seadanya," wanti Ariyo.
Selain menjadi pengkhianatan demokrasi, Ariyo menyebut sistem proporsional tertutup hanya menguntungkan elit partai. Kompetisi kader partai bukan lagi memenangkan pikiran dan hati rakyat, tapi mendekati dan merayu elit partai termasuk, dengan membayar untuk memperebutkan 'nomor cantik', yaitu nomor urut angka satu.
"Sistem proporsional tertutup sangat berpotensi mengkhianati demokrasi kerakyatan. Karenanya, PSI menolak sistem proporsional tertutup," terang Ariyo.
Bila diperlukan, kata Ariyo, PSI akan mempertimbangkan mengambil langkah hukum sekiranya uji materi yang sekarang berlangsung di MK mengarah pada dihapuskannya sistem proporsional terbuka.
"PSI akan mengajukan diri sebagai Pihak Terkait dalam permohonan Uji Materi tersebut," dia menyudahi.
Â
5. PDIP
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menjawab pertanyaan awak media yang dilontarkan kepadanya terkait wacana penerapan sistem proporsional tertutup Pemilu 2024.
Menurut Hasto, dalam kondisi hari ini, dengan sistem proporsional terbuka, justru menyebabkan liberalisasi politik, dan calon terpilih lebih digerakkan oleh paham individu yang mengedepankan popularitas diri dan sering tidak berkorelasi dengan kapasitas menjalankan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Disisi lain, menurut konstitusi, peserta Pemilu Legislatif adalah Partai Politik, bukan orang per orang.
"Saya melakukan penelitian secara khusus dalam program doktoral saya di Universitas Indonesia, dimana liberalisasi politik telah mendorong partai-partai menjadi partai elektoral, dan kemudian menciptakan dampak kapitalisasi politik, munculnya oligarki politik, kemudian persaingan bebas dengan segala cara," kata Hasto dalam jumpa pers Refleksi Akhir Tahun 2022 dan Harapan Menuju Tahun 2023 yang digelar secara daring, Jumat 30 Desember 2022.
Karena itu, sebagaimana keputungan Kongres V PDIP, bahwa sistem pemilu bisa dilakukan dengan proporsional tertutup. Terlebih mengingat Pemilu 2024, merupakan ajang parpol untuk saling berkontestasi.
Hasto juga menjelaskan, dengan proporsional tertutup justru akan mendorong kaderisasi di parpol dan mencegah terjadinya liberalisasi politik.
"Dan selanjutnya memberikan insentif bagi peningkatan kinerja di DPR. Dan pada saat bersamaan karena ini adalah pemilu serentak antara Pileg dengan Pilpres, maka berbagai bentuk kecurangan bisa ditekan, sebab pelaksanaan Pemilu menjadi lebih sederhana," ungkap Hasto.
"Terpenting setelah berbagai persoalan ekonomi kita, biaya pemilu bisa jauh ditekan. Sehingga akan menghemat secara signifikan biaya pemilu sekiranya proporsional tertutup itu diterapkan. Penghematan yang ada bisa dipakai untuk stimulus pergerakan ekonomi rakyat," sambung dia.
Meski demikian, Hasto mengingatkan bahwa hal ini menjadi ranah DPR. Dan PDIP akan mengikuti konstitusional di mana tak akan mengajukan Judical Review ke MK.
"Judicial Review MK merupakan mekanisme konstitusional yang dijamin Undang-undang. PDI Perjuangan taat azas karena sebagai Partai yang memiliki fraksi di DPR RI tidak memiliki legal standing untuk melakukan Judicial Review. Namun sikap Partai sebagaimana ditetapkan dalam Kongres V PDIP setuju dengan sistem proporsional tertutup," pungkas Hasto.
Â
Advertisement
6. PAN
Aturan soal pencalonan anggota legislatif yang menggunakan sistem proporsional terbuka digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menanggapi hal itu, Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengatakan, bila menghindari politik uang maka yang diganti bukanlah sistemnya namun perkuat pengawasan oleh penyelenggaranya.
"Penyelenggara Pemilu di Tanah Air sudah lengkap. Mulai dari KPU hingga Bawaslu, termasuk jejaringnya sampai ke tingkat desa. Seharusnya tugas pengawasan mereka yang justru diperkuat. Saya yakin itu bisa dilakukan," kata Saleh dalam keterangan diterima, Selasa 3 Januari 2023.
Saleh menambahkan, tugas pengawasan adalah kerja bersama. Sebab, pengawas pemilu turut melakukannya bersama aparat penegak hukum dan lembaga swadaya masyarakat sebagai tim pemantau.
Oleh karena itu, Mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah ini mengingatkan, Pemilu Indonesia itu sudah baik dengan validasi pujian dari luar negeri. Meski ada yang harus diperbaiki, semua telah difasilitasi dengan jalurnya masing-masing.
"Semuanya berhasil dengan baik. Adapun pernak-perniknya, bisa diselesaikan melalui jalur hukum," ucap Saleh.
Saleh masih meyakini, mayoritas partai politik masih menginginkan sistem proporsionalitas terbuka. Begitu juga publik banyak yang mengharapkan agar pemilu 2024 tetap dilaksanakan dengan sistem yang sama dengan tiga kali pemilu sebelumnya.
"Pendapat-pendapat ini adalah aspirasi yang perlu didengar oleh para hakim konstitusi," tegas dia.
Saleh menegaskan, Pemilu adalah milik rakyat. Pesertanya adalah juga bagian rakyat yang tergabung dalam organisasi yang bernama partai politik. Artinya, sudah semestinya seluruh penyelenggaraannya sesuai dengan harapan mayoritas masyarakat.
"Di dalam sistem proporsional terbuka, partisipasi politik rakyat dipastikan lebih luas. Mereka bisa terlibat dalam semua tahapan penyelenggaraan pemilu. Termasuk mendukung dan mencalonkan anggota masyarakat yang dinilai layak dan berkualitas," Saleh menutup.
Â
7. Partai Gerindra
Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco menegaskan pemilu proporsional terbuka lebih baik karena mengedepankan asas keadilan. Dasco menyebut sistem terbuka juga memberikan kesempatan kepada partai baru untuk berkontestasi di Pemilu 2024.
"Partai-partai baru yang ingin berkontestasi, tentunya juga harus diberikan kesempatan untuk kemudian ikut dalam pileg. Apabila dia dilakukan proporsional tertutup akan lebih sulit melakukan sosialisasi terhadap masyarakat, karena partai-partai masih baru. Ya tentunya kami dari Partai Gerindra juga mengedepankan asas keadilan dan pemerataan," kata Dasco pada wartawan, Selasa 3 Januari 2023.
Meski demikian, Dasco menyebut pihaknya menunggu keputusan MK dan siap dengan keputusan MK terkait pemilu.
"Kami akan ikut ketentuan dari MK apabila sudah diputuskan. Tentunya kalau sudah diputuskan MK, ya kita siap, kita ikuti," kata dia.
Sementara terkait pernyataan Ketua KPU Hasyim Asy'ari yang menyebut sistem coblos partai, ia menilai hal itu sebagai peringatan dari KPU saja.
"Jadi itu bukanlah statement liar dari KPU, tetapi itu warning. Bahwa ini ada kemungkinan begini loh menginformasikan kepada masyarakat luas dan partai politik," pungkasnya.
Â
Advertisement
8. Sebanyak 8 Fraksi DPR Nyatakan Sikap Pemilu Proporsional Terbuka
Delapan dari sembilan fraksi di DPR mengeluarkan surat pernyataan sikap bersama agar Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka, sebagaimana Pasal 168 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Delapan fraksi DPR tersebut ialah Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai NasDem, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sekretaris Fraksi PPP DPR Achmad Baidowi, yang ikut menandatangani surat tersebut, membenarkan dikeluarkannya pernyataan sikap bersama itu.
"Betul," kata Baidowi di Jakarta yang dilansir dari Antara, Rabu (4/1/2023).
Meski demikian, dia akan mengikuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi terhadap UU Pemilu terkait perubahan sistem proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup sebagaimana yang sudah diajukan ke MK.
"Tapi nanti apa pun putusan MK, kami ikuti," tambahnya.
Selain itu, mereka juga menyatakan sikap. Pernyataan sikap delapan fraksi itu yakni pertama menyatakan akan terus mengawal pertumbuhan demokrasi Indonesia tetap ke arah yang lebih maju.
Kedua, meminta MK tetap konsisten dengan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008, dengan mempertahankan pasal 168 ayat (2) UU Pemilu sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia.
Ketiga, mengingatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk bekerja sesuai amanat undang-undang, independen, tidak mewakili kepentingan siapa pun kecuali kepentingan rakyat, bangsa, dan negara.
Sejumlah perwakilan dari delapan fraksi yang menandatangani pernyataan sikap bersama tersebut ialah:
1. Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI Kahar Muzakir
2. Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung
3. Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR RI Ahmad Muzani
4. Sekretaris Fraksi Partai Gerindra DPR RI Desmond J. Mahesa
5. Ketua Fraksi Partai Nasdem DPR RI Robert Rouw
6. Sekretaris Fraksi Nasdem DPR RI sekaligus Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa
7. Ketua Fraksi PKB DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal
8. Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin
9. Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono
10. Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR RI Marwan Cik Hasan
11. Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini
12. Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay
13. Sekretaris Fraksi PPP DPR RI Achmad Baidowi
14. Wakil Ketua Komisi II DPR RI Syamsurizal.