, Berlin - Para pemilih di Jerman telah mendukung pemimpin partai konservatif Friedrich Merz untuk memimpin Jerman, dan klebih jauh lagi Eropa, di saat uji ketahanan krusial dalam hubungan trans-Atlantik. Bisakah dia memenuhi harapan itu?
Friedrich Merz harus segera bertindak. Pemimpin aliansi konservatif CDU-CSU itu tampaknya bakal menjadi kanselir Jerman setelah partainya menang, meskipun dalam pemilu Jerman baru-baru ini perolehan suaranya tidak sebanyak yang mereka harapkan, dikutip dari DW Indonesia, Rabu (26/2/2025).
Advertisement
Baca Juga
Merz yang berusia 69 tahun, telah lama menjadi tokoh berpengaruh di sayap kanan blok konservatif Jerman, tetapi belum pernah mencicipi jabatan sebagai menteri. Ia kemungkinan akan mengambil alih tampuk kekuasaan di Berlin, pada saat apa yang oleh banyak orang disebut sebagai perubahan penting dalam hubungan trans-Atlantik.
Advertisement
"Bagi saya, prioritas utama adalah memperkuat Eropa secepat mungkin sehingga, selangkah demi selangkah, kita benar-benar dapat mencapai ketidaktergantungan pada Amerika Serikat," tandas Merz pada hari Minggu (23/02), setelah CDU/CSU memastikan memperoleh hampir 29% suara.
Dalam beberapa minggu terakhir, gerak-gerik Presiden AS Donald Trump telah mengejutkan Eropa, Ia melakukan pembicaraan dengan Rusia untuk mengakhiri perang di Ukraina— tanpa perwakilan Ukraina atau Eropa.
Dengan berkuasanya Trump di Gedung Putih, para pengamat berkesimpulan tentang berakhirnya era di mana Eropa dapat bergantung pada AS untuk menjamin keamanannya.
Merz sangat terbuka berbicara tentang presiden AS. Menjelang hari pemungutan suara, ia mengatakan kepada lembaga penyiaran Jerman ZDF bahwa perlu untuk mempersiapkan "kemungkinan Donald Trump tidak akan lagi menegakkan komitmen pertahanan bersama NATO tanpa syarat."
Bagaimana Pandangan dari Luar Negeri?
Dari para pemimpin negara- negara di Eropa, ucapan selamat segera mengalir dibarengi dengan tuntutan.
"Menantikan untuk bekerja sama dengan Anda di momen penting ini demi keamanan bersama kita," tulis Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte dalam sebuah posting kepada Merz di X, sebelumnya Twitter, Minggu (23/02) malam. "Sangat penting bagi Eropa untuk meningkatkan anggaran pertahanan, dan kepemimpinan Anda akan menjadi kuncinya."
Diplomat utama Uni Eropa Kaja Kallas pada hari Senin (24/02) di Brussels menekankan, waktu adalah hal yang terpenting. "Rakyat Jerman telah membuat pilihan, dan sekarang mereka perlu menyusun pemerintahan," ujarnya saat pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa.
"Saya berharap mereka melakukannya secepat mungkin, karena kita benar-benar perlu melanjutkan keputusan di tingkat Eropa yang memerlukan partisipasi Jerman,” tegas Kallas.
Namun, Kallas, dan negara-negara Eropa lainnya, perlu bersabar sedikit lebih lama. Merz dan CDU/CSU kini baru akan memasuki perundingan pembentukan koalisi.
Partai Demokrat Kristen (CDU) pertama dan terutama, akan berbicara dengan Partai Sosial Demokrat (SPD) pimpinan Kanselir Olaf Scholz yang akan lengser. Partai itu memperoleh sekitar 16% suara. Partai Hijau, yang turun suaranya menjadi 11%, mungkin juga relevan untuk diajak bergabung dalam koalisi.
Perundingan tersebut tidak akan mudah. Selama dekade terakhir, SPD telah mengalami penurunan perolehan suara signifikan, karena bekerja sama dengan CDU/CSU dalam "Koalisi Besar" dari dua partai politik utama Jerman, dan kemudian dalam koalisi yang tidak populer: Partai Hijau dan FDP yang berhaluan neoliberal.
Pada hari Senin (24/02), Merz mengatakan kepada media Jerman, ia bermaksud untuk membentuk pemerintahan koalisi dalam waktu sekitar dua bulan.
Para pemimpin SPD telah mengisyaratkan, masuknya mereka ke dalam pemerintahan koalisi bukanlah hal yang pasti, dan Scholz telah mengatakan bahwa ia tidak akan memainkan peran apa pun dalam pemerintahan berikutnya.
Advertisement
Akankah Hubungan Politik Prancis-Jerman Dihidupkan Kembali?
Menurut Camille Grand dari Hubungan Luar Negeri Dewan Eropa (ECFR), para pejabat Prancis menantikan pergantian pejabat di pemerintahn Jerman. "Mesin Prancis-Jerman […] sebagian besar tidak berfungsi di bawah Scholz, mungkin merupakan titik terendah sepanjang masa dalam hubungan bilateral," tulisnya dalam sebuah pernyataan pada hari Senin (24/02).
"[Selain itu] Jerman tampaknya telah menghindari skenario terburuk dari pemerintahan minoritas, dan bahwa kebangkitan partai sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD) dapat dikendalikan," tambahnya.
AfD meraih perolehan suara yang mencengangkan sebesar 20,8%, tetapi tampaknya akan dikesampingkan dari pembicaraan koalisi, meskipun ada beberapa pendekatan positif dari Merz dalam beberapa minggu terakhir mengenai kebijakan migrasi. Pendekatan ini tidak diterima dengan baik di Jerman.
Di bawah koalisi tripartit yang dipimpin oleh Scholz, Jerman dianggap oleh mitra Eropa sebagai pihak yang terhambat dan khawatir dengan politik dalam negeri. "Di Brussels, ada harapan untuk kepemimpinan yang lebih tegas dari Berlin," demikian menurut Rafael Loss dari ECFR.
"Merz kemungkinan akan mengambil alih jabatan sebagai kanselir Jerman yang didukung oleh koalisi yang lebih kohesif ketimbang Scholz," tulisnya kepada DW dalam pernyataan melalui email.
"Hal ini meminimalkan risiko kebuntuan koalisi yang memaksa Jerman untuk abstain, atau mengubah suaranya dalam waktu singkat dalam negosiasi Brussels. Di sisi lain, Merz kemungkinan akan berselisih dengan Komisi Eropa mengenai isu-isu seperti iklim dan migrasi," kata Loss.
Anggaran Pertahanan
Mengingat komentar dan tindakan Trump dalam beberapa minggu terakhir, perdebatan tentang peningkatan anggaran pertahanan di Eropa telah menjadi semakin mendesak. Komisi Eropa memperkirakan Uni Eropa (UE) perlu mengeluarkan anggaran sekitar €500 miliar selama dekade berikutnya untuk memperkuat pertahanannya.
Salah satu topik yang menjadi sorotan adalah, apakah Merz dapat mendukung pinjaman bersama UE untuk membiayai investasi militerisasi. Scholz dengan keras menolak prospek ini, sementara Merz telah mengindikasikan keterbukaan yang lebih besar.
Apa pun kemauan pribadinya, banyak hal akan bergantung pada apakah Merz dapat memperoleh dukungan dua pertiga suara yang diperlukan dari parlemen Jerman, Bundestag, untuk mencabut "rem utang" yang ditetapkan secara konstitusional di negara itu, yang mewajibkan pemerintah untuk menyeimbangkan pembukuannya. Pilihan lain di tingkat UE mungkin melonggarkan aturan fiskal bersama blok tersebut.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Lithuania Kestutis Budrys memberi isyarat kepada DW bahwa wacana Merz tentang ”kemerdekaan” Eropa secara total dari Washington, kemungkinan terlalu dini.
"Untuk saat ini, tidak ada yang dapat menggantikan kehadiran AS di Eropa, kemampuan AS yang tidak kita miliki. Bahkan jika kita mulai membelanjakan 5% anggaran sekarang ini untuk kebutuhan pertahanan, kita tidak dapat membangun kemampuan tersebut bahkan dalam lima atau 10 tahun," katanya kepada DW di Brussels pada hari Senin (24/02).
"Jika NATO runtuh, jika semua arsitektur keamanan runtuh, semua orang dalam bahaya dan semua orang akan menghadapi ancaman eksistensial," katanya, seraya menambahkan bahwa Jerman juga akan terekspos.
Selain itu, Budrys menegaskan kembali seruan, agar Jerman menyediakan senjata jarak jauh bagi Ukraina, sesuatu yang dikesampingkan oleh pemerintahan koalisi "lampu setopan" yang akan berakhir masa legislasinya di Berlin, dengan alasan untuk menghindari eskalasi perang.
Saat pembicaraan koalisi berlangsung dalam beberapa minggu mendatang, negara-negara mitra Jerman akan memonitor dengan cermat tanda-tanda perubahan.Itu
Advertisement
